Anna buru-buru merapikan jilbabnya khawatir tamunya terlalu lama menunggu. Tapi setelah semua dirasa selesai Anna tak kunjung keluar dari kamar. Gadis itu tak punya nyali untuk melangkahkan kaki dan menemui Lukman yang sedang duduk seorang diri di depan.
Karena anak gadisnya tak kunjung ke luar dari kamar Bu Asih lalu menghampiri putrinya meminta Anna untuk segera menjumpai tamunya.
Dengan hati berdegup kencang akhirnya Anna mulai memberanikan diri berjalan untuk mendatangi Lukman yang sedang sibuk dengan ponselnya sendiri. Di sampingnya sudah ada segelas kopi hitam yang tadi disuguhi oleh Bu Asih. Ibunya Anna.
Lelaki itu menelisik setiap sudut rumah Anna yang berbentuk panggung tapi tak terlalu tinggi. Bahan bangunan rumah itu hampir seluruhnya berbahan baku bambu dan kayu yang terlihat sudah mulai lapuk dan berwarna kusam karena cat yang menempel di sebagian dinding berupa gedek itu mulai memudar.
Lantai rumah dari dalam sampai depan terbuat dari bilahan bambu tua yang warnanya sudah terlihat kuning keemasan karena mungkin sudah puluhan tahun usianya. Benar apa yang pernah Anna bilang sebelumnya. Di rumahnya itu tak ditemukan adanya sofa atau tempat duduk yang empuk dan layak seperti yang sudah sering ditemukan di rumah orang lain.
Bahkan lantai dapur pun masih berupa tanah. Tak ada lantai semen apalagi betkeramik mewah seperti rumah orang pada umumnya.
Anna benar-benar berasal dari keluarga sederhana bahkan mungkin termasuk ke dalam kategori kurang mampu dibanding tetangga kiri kanan dan sekitarnya. Karena mayoritas semua rumah yang berdekatan dengan rumah orang tuanya Anna sudah mulai ditembok baru bata atau biasa disebut semi permanen yang memang benar-benar terlihat sudah sangat layak pakai. Berbanding balik dengan keadaan kehidupan orang tua Anna.
Anna mengucap salam saat tepat berdiri di hadapan Lukman yang langsung dijawab spontan oleh pria itu.
"Owh, ini, ya, yang namanya Kak Lukman?"
Kalimat tanya itulah yang meluncur begitu saja dari bibir Anna sebagai kata pembuka dan basa-basi darinya yang sedang dilanda grogi tingkat kabupaten. Untung gadis itu tak sampai kentut saat sekuat tenaga dirinya menahan rasa gugup.
Lukman hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum semringah ke arah Anna.
"Ini Anna?" Lukman balik nanya.
"Bukan. Ini neneknya.' Dalam hati Anna ingin sekali menjawab seperti itu. Tapi, tentu saja tak sampai ia lakukan. Karena dirinya masih berada dalam fase hati yang smbyar dan berharap agar dirinya bisa diajak kompromi untuk bisa lebih tenang agar terlihat anggunly di depan cowok yang baru kali ini bisa bertatatap muka secara langsung dengannya.
Anna khawatir jika detak jantungnya yang sudah seperti suara lesung dan alu beradu itu terdengar oleh lelaki yang duduk bersila di hadapannya.
Anna seperti kehabisan kata-kata untuk memulai obrolan. Akhirnya antar Lukman dan Anna hanya saling berdiam diri. Tanpa sepatah kata pun yang keluar dari keduanya. Hanya suara hati masing-masing saja yang terasa entah.
"Kopinya diminum, ya?" Lukman akhirnya membuka suara sambil mengacungkan gelas berisi kopi ke arah Anna.
Anna hanya menganggukkan kepala pertanda mengiakan. Tiba-tiba saja hati perempuan itu merasa geli saat melihat tangan Lukman yang sedang memegang gelas terlihat begitu sangat jelas gemetaran seperti sedang tersengat aliran listrik. Hampir saja tawa Anna meledak saat melihatnya. Tapi ia berusaha menahannya agar tetap terlihat anggunly di hadapan pria yang menurut Anna tampan dan bersih itu.
'Ternyata sama saja dia juga sama-sama ngerasa grogi kek aku," batin Anna dalam hati.
Harusnya jika kita sedang dalam keadaan nervous seperti itu jangan sekali-kali melakukan hal-hal yang memicu suatu kejadian yang malah nambah membuat kita semakin malu karenanya seperti mengangkat tangan atau sikap lainnya.
Hujan turun dengan begitu derasnya secara mendadak membuat Anna dan Lukman terperanjat. Lukman yang sedang bersila refleks langsung berdiri dan turun dari amben tempatnya duduk. Menuju motornya yang terparkir di samping rumah Anna. Mungkin khawatir terkena air hujan lelaki itu pun berniat memindahkan motornya ke tempat yang aman.
Saat melihat Lukman berdiri Anna sedikit terkesiap karena baru menyadari jika postur tubuh pria itu memang agak pendek dari diri Anna sendiri. Tapi bagi Anna itu tak menjadi soal selama orangnya baik tak terlalu dijadikan masalah. Karena semua manusia di muka bumi ini tak ada satu pun yang sempurna termasuk diri Anna sendiri.
"Jadi gak tukeran hapenya?" tanya Iwan.
"Ya, terserah." Anna menjawab pendek. Wanita berpikir jika Lukman merasa keberatan atau setengah hati untuk mengajaknya bertukar pinjam hape seperti niat awal sebelum mereka bertemu.
Karena menurut Anna jika memang lelaki itu beneran mau menukar hapenya ya, seharusnya tidak bertanya seperti itu.
Lukman mengeluarkan kardus ponsel miliknya beserta charger dan handset juga lalu diberikan ke arah Anna.
"Sama kotak kardusnya juga?" tanya Anna memastikan.
"Iya, gak apa-apa biar lengkap," kata Lukman.
Hati kecil Anna berbunga-bunga karena dirinya mulai hari ini hingga ke depannya nanti bisa memakai ponsel yang agak bagusan tidak seperti ponselnya sendiri yang jadul dan belum ada layanan jaringan internet.
Menjelang sore hari Lukman baru berpamitan untuk pulang kepada Anna dan ibunya.
Anna berharap banyak dalam hatinya agar Lukman tak merasa menyesal dan berniat mundur alon-alon setelah pertemuan pertama mereka itu. Seperti kaki-laki yang lain yang sudah pernah bertemu Anna secara langsung kebanyak dari mereka langsung menghilangkan jejak begitu saja. Dan itu membuat Anna trauma dan merasa minder sendiri.
Tapi tidak dengan lelaki yang bernama Lukman. Anna merasa Lelaki itu terlihat sangat tulus dan memang berasal dari orang berketuran baik. Hingga tak mungkin melakukan hal seperti itu.
Sebelum berpamitan Lukman memberitahu Anna jika dirinya akan melakukan perjalanan jauh hingga batas waktu sekitar empat belas hari lamanya. Katanya ada acara ziarah keliling Jawa Tengah dan Jawa Timur beserta para rombongan dari pesantrennya.
"Nanti pulangnya mau dibawain apa?" Lukman bertanya dengan begitu tulus terhadap Anna.
Mendapat pertanyaan seperti itu Anna hanya terdiam dan tak mampu menjawab. Karena menurutnya sangatlah tidak sopan jika baru pertama kali kenal baru kali pertama bertemu masa sudah berani mengeluarkan sebuah permintaan. Sangat tidak sopan kalau menurut perempuan itu.
"Gak usah dibawain apa-apa, lah, yang penting orangnya bisa kembali pulang. dengan selamat pun sudah Alhamdulillah." ungkap Anna kemudian.
"Gak apa-apa kalau memang butuh sesuatu atau mau pesan apa aja tinggal bilang. " Lukman masih mendesak Anna berharap wanita itu berani bilang minta sesuatu terhadap dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments