Sudah hampir 7 hari Anna mencoba menghubungi Lukman baik melalui SMS ataupun telepon. Tapi hasilnya selalu nihil. Nomor ponsel yang Lukman pakai selalu di luar jangkauan. Membuat hati kecil Anna terus bertanya-tanya. Ada apakah gerangan?
Mungkinkah lelaki itu berniat untuk menghindar dari dirinya secara perlahan? Tapi jika memang benar seperti itu kenapa tidak ia lakukan di awal-awal waktu atau setelah pertemuan diantara mereka?
Segunung pertanyaan terus memenuhi isi kepala Anna. Hati wanita itu pun selalu diliputi gundah gulana serta perasaan negatif tentang Lukman terus menghantuinya.
Gadis itu mulai merasa kehilangan. Ia rindu dengan perhatian-perhatian kecil yang sering ia terima dari Lukman walaupun sekadar via SMS ataupun telepon.
"Neng, lagi apa?"
"Neng, sudah makan belum?"
"Sudah mandi belum."
"Sudah salat?"
Serta perhatian-perhatian kecil lainnya yang sudah sukses membuat hati Anna selalu berbunga-bunga sepanjang harinya.
Namun, kini semua mendadak hilang. Lukman bagai lenyap ditelan bumi. Tak ada tanda-tanda pria itu akan datang dan mencoba kembali mengabari Anna yang sedang dilanda risau berkepanjangan. Semangatnya seolah mendadak sirna. Baru saja ia bisa merasakan bagaimana indahnya, bahaginya ada seseorang yang selalu memperhatikannya.
Kadang Anna selalu menunggu dan berharap tiba-tiba saja ada sering telepon yang bunyinya khusus dari Lukman yang biasa ia dengar ketika Lukman masih seperti biasa menelponnya setiap hari bahkan setiap waktu.
Sengaja Anna menyeting nada panggilan dengan kontak panggilan favorit di pengaturan ponselnya agar terdengar dan terasa beda dari panggan yang lain khusus untuk nama kontak Lukman.
Kadang Anna memutar nada sambung yang khusus untuk Lukman itu agar bisa didengarnya kembali berharap nada dering itu benar-benar berbunyi karena ada panggilan dari Lukman. Walaupun hasilnya nihil. Ponselnya masih saja sepi. Tak ada telepon ataupun sekadar pesan masuk melalui SMS untuk dirinya dari lelaki yang sedang ia tunggu-tunggu kabar dan kehadirannya itu.
Kadang Anna menangis sendiri berusaha meluapkan emosinya yang tidak sedang baik-baik saja itu.
Di saat seperti itu Anna biasanya akan mencurahkan semua kegundahan hatinya kepada Yuli, sahabat dekatnya.
Yuli selalu bisa menjadi pendengar terbaik untuk Anna jika gadis itu dirundung kegalauan seperti yang sedang dihadapinya saat ini.
"Mungkin hapenya Lukman jatuh di jalan raya lalu kelindes truk tronton atau nyebur ke bak mandi sampe mati total. Jadi gak bisa ngehubungi Lo lagi An," ucap Yuli mencoba memberikan pandangan yang menurut Anna semua alasan yang Yuli ungkapkan itu malah terdengar lucu dan konyol.
Menurut Anna jika itu alasannya. Kenapa Lukman tidak mencoba dan berusaha untuk meneleponnya dengan cara meminjam ponsel temannya? Kenapa tidak dia lakukan? Kalau bukan dengan sengaja ingin membuat perasaan Anna tersiksa seperti itu.
"Iya, juga, ya, apa Lukman sudah bosan sama Lo dan sudah ada cem-ceman yang lagi?" Yuli malah seolah dengan sengaja memanas-manasi hati Anna.
Bola mata Anna mendelik ke arah Yuli. Sebagai tanda ketidaksukaannya dengan ucapan dan praduga sahabatnya itu yang menurutnya tidak mendasar.
Anna terus berusaha memutar otak bagaimana caranya agar dirinya bisa menemukan jalan agar bisa melacak kabar tentang Lukman yang sudah beberapa hari itu tak ada kabar beritanya.
Perempuan itu pun teringat jika di nomor kontak ponsel yang ia pegang ada salah satu nomor nomor wanita bernama Ita. Ita itu merupakan pacarnya Amir, sahabat dekatnya Lukman.
Anna berinisiatif untuk menelepon Ita. Setelah ia terhubung dengan Anna baru bisa mendapatkan titik terang jika ternyata Lukman dengan sengaja melakukan itu karena ada alasannya. Semua Santri yang sedang mondok di pesantren itu mendapat ultimatum dari kiyainya tidak boleh ada yang berani berpacaran atau dekat dengan salah satu perempuan mana pun demi menjaga nama baik pesantren dan tidak mengganggu kegiatan belajar mengaji para santrinya.
"Sama Teh, Ita juga sedang mengalami nasib seperti Teteh. Kak Amir sudah beberapa hari ini tak pernah ngasih kabar atau sekadar bertanya tentang kabar Ita." Ita menjelaskan dengan gamblang.
"Tapi, sebelumnya Kak Amir sudah memberitahukan alasannya makanya Ita gak merasa terlalu kehilangan," pungkas gadis yang baru lulus dari SMA tahun kemarin itu menandaskan.
Ita berusaha mencoba memberikan masukan kepada Anna agar Anna sedikit bersabar. Siapa tahu besok atau lusa nomor Lukman bisa dihubungi kembali atau Lukman sendiri yang bersedia memberikan kabarnya terlebih dulu kepada Anna.
Hati Anna agak sedikit lega mendengar alasannya seperti itu. Karena hati kecilnya pun sebenarnya sangat membenarkan dengan alasan ditidakbolehkannya atau diberlakukannya larangan berpacaran itu.
Namun, hati kecil Anna tetap saja menyayangkan atas sikap Lukman. Kenapa laki-laki itu tidak menjelaskan sebenernya apa yang terjadi. Setidaknya pria itu tetap harus menjaga hati dan perasaan Anna agar tak merasa kehilangan dan diliputi perasaan bermacam-macam tentang Lukman.
"Kenapa kamu tega lakukan ini semua sana aku, Kak? Apa kamu tak merasa bersalah dan berdosa sudah membiarkanku hampir gila memikirkan tentang kamu selama seminggu ini?" Anna mulai mencurahkan unek-unek isi hati yang selama ini sudah sangat mengganjal dalam dadanya ketika Lukman akhirnya nomornya bisa ditelepon.
"Ma'af."
Hanya itu yang meluncur dari bibir Lukman yang membuat hati dan perasaan Anna semakin meradang. Akhirnya wanita itu pun tak kuasa lagi mengendalikan perasaannya sendiri hingga perempuan itu berbicara sambil mulai terisak.
"Kalau memang gak pernah suka sama aku, bilang dari awal jangan permainkan perasaanku seperti ini. Bukan malah menghilang tanpa kabar dan membiarkanku hampir gila." Anna masih menumpahkan semua kekesalannya yang terasa sudah sangat menggunung.
Sedangkan di seberang telepon sana Lukman hanya mampu terdiam membisu tanpa mengeluarkan ucapan sepatah kata pun. Pria itu masih setia menjadi pendengar yang baik untuk Anna berharap setelah Anna meluapkan semua bebannya bisa sedikit mengurangi kekesalan kepada dirinya.
"Amir saja masih sempat menghubungi Ita menjelaskan alasannya dia selama seminggu tidak bisa komunikasi dengan Ita. Tapi, kenapa Kakak tidak melakukannya seperti itu? Sengaja ya, biar aku di sini menderita karena capek memikirkan Kakak!" seru Anna di sela-sela tangisnya.
"Bukan begitu maksud Kakak." Lukman berusaha mengelak.
"Apa? Kakak sengaja, kan, biar nanti aku lama-lama merasa capek sendiri dan minta untuk menghindari Kakak," sangkal Anna masih diliputi rasa kekecewaan dan kekesalan yang membumbung hingga Lukman merasa kewalahan dan kebingungan sendiri harus bagaiman caranya untuk melunakkan hati Anna yang sulit diajak bicara secara pelan-pelan.
Laki-laki itu sedikit banyak mulai harus belajar bagaimana caranya untuk bisa menyelami pikiran dan perasaan Anna yang menurutnya sangat sensitif itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments