Kampung Pedalaman

"Iya, beberapa hari yang lalu kan, gue niatnya mo nelpon Lukman, tuh. Eh, tak tahunya malah suara cewek yang jawab."

Ina menceritakan semua tentang Anna yang menurutnya sudah merebut hati Lukman dari dirinya.

"Cie ... Cie ... ada yang kebakaran, nih, keknya," goda Mia kepada Ina.

"Lu sih, gak bisa diandelin buat cari cara gimana kakak Lo bisa mau sama gue." Ina mendengus kesal ke arah Mia.

"Ya, mo gimana lagi. Masalah hati mah gak bisa dipaksakan keles, Markonah! Mo jungkir balik ampe salto juga gue tetap gak bisa buat kakak gue suka sama Lo." Mia membela diri.

Kini Ina sudah berada di rumah Mia. Ina mencoba menghubungi Lukman untuk memberitahukan Lukman jika ia sedang berada di rumah Lukman dan hendak menginap di sana.

Terkadang Ina dengan berani masuk ke kamarnya Lukman dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur milik Lukman serta membuka lemari memperhatikan pakaian Lukman yang tersusun rapi di dalam lemari. Itulah makanya Lukman merasa ilfeel dengan Ina karena wanita itu terlalu berani dan nyaris gak ada akhlak.

Selain itu menurut Lukman gaya bicara Ina itu terlalu mengiggi dan kerap kali membanggakan dirinya sendiri dengan statusnya yang saat ini sebagai mahasiswi di sebuah perguruan tinggi Negeri ternama yang berada di daerahnya.

"Ina lagi apa?"

"Lagi baca buku, dong, kan, Ina mahasiswi."

Seperti itulah jawaban Ina ketika ditanya oleh Lukman yang sebenarnya hanya sekadar basa-basi belaka.

Jika dilihat dari tampilan fisiknya Ina memang gadis idaman setiap lelaki yang memandangnya. Dengan postur tubuhnya yang tinggi semampai serta potongan muka berbentuk oval membuat Ina jadi terlihat cantik memesona. Tapi tidak bagi Lukman. Lelaki itu tak sedikit pun merasa tertarik dengan sosok Ina. Pria itu lebih memandang kepada sikap, ucapan seorang perempuan yang menurutnya baik dalam segala hal. Dan itu semua Lukman merasa ia sudah menemukannya melalui sosok Anna yang dikenalnya melalui telepon iseng darinya.

Walaupun keadaan Anna bukan terlahir dari keluar orang berada tapi, bagi Lukman sendiri itu merupakan nilai plus bagi Anna yang selalu belajar rendah hati dan jauh dari sifat sombong, congkak dan merasa dirinya paling wah di hadapan orang lain.

***

Lukman yang sedang berada dalam perjalan ziarah dengan rombongannya selalu menyempatkan waktu untuk menghubungi Anna. Memberikan kabar setiap dirinya sedang berada di suatu daerah atau kota tertentu.

"Neng, biasanya pake sendal yang ukuran berapa?" tanyanya saat menelpon Anna.

Anna memberitahukan jika dirinya biasa memakai sandal atau sepatu ukuran 38. Awalnya Anna menolak secara halus ketika Lukman bermaksud hendak membelikan Anna sepasang sandal.

Namun, Lukman tak menghiraukan penolakan dari Anna lelaki itu tetap memilihkan sandal yang menurutnya bagus dan pas di kaki Anna.

Anna menanyakan keberadaan posisi Lukman saat ini di mana. Tiba-tiba saja terdengar suara Amir, teman dekatnya Lukman berteriak keras di ponsel Lukman yang masih tersambung dengan Anna.

"Tadi Lukman muntah di bus pas melewati jembatan gantung Suramadu!" serunya.

Anna yang mendengar kabar dari Amir mengenai. Lukman yang sempat mabuk perjalanan hanya tertawa geli membayangkan pria itu sedang hoek hoek menahan mual.

***

Pulang dari kegiatan ziarah yang dikutinya Lukman pun berniat kembali menemui Anna untuk kedua kalinya di rumah Anna. Tentu saja dengan tak lupa ia membawa sandal yang ia beli di daerah Pamijahan.

Walaupun ukurannya tidak sesuai dengan kaki Anna karena Lukman membeli sandal dengan nomor 39 tapi Anna tetap berusaha menerimanya dengan mata berbinar bahagia.

Perasaan Anna campur aduk merasa sangat diistimewakan oleh Lukman. Karena adik perempuan dan ibunya sendiri malah tidak dibawakan satu pun oleh-oleh sepulang dari acara ziarah kemarin.

***

Usai pertemuan keduanya dengan Anna Lukman merasakan sikap Anna agak sedikit berubah terhadapnya. Sering kali ketika Lukman mencoba menghubinya via telepon. Tapi ponsel Anna sering kali sulit dihubungi. Lukman mereka-reka sendiri apa jangan-jangan Anna berusaha untuk menghindar darinya secara halus? Entah.

Lukman acap kali merasa kelimpungan sendiri saat Anna tak juga mengaktifkan ponselnya hingga jarak hampir satu hari penuh.

"Kenapa hapenya baru diaktifin sekarang?" tanya Lukman menyelidik setelah ponsel Anna baru bisa dihubungi via telpon.

Anna pun mencoba memberikan pengertian dan sekaligus menceritakan kejadian yang sesungguhnya berharap Lukman tidak berpikiran buruk terhadap dirinya.

Anna memberitahukan jika di rumahnya sendiri belum terjamah oleh penerangan listrik hingga gadis itu pun harus mencharge ponselnya ke tempat tetangga yang berbeda desa. Kadang Anna membiarkan hapenya semalam suntuk di tempat temannya yang membuka jasa charger hape. Sekali ngecas Anna biasa membayarnya sebesar dua ribu perak kepada pemilik listrik.

Di malam hari keluarga Anna hanya mampu menggunakan lampu minyak atau warga setempat menyebutnya lampu cempor. Warga yang kemampuan ekonominya di atas rata-rata menggunakan listrik melalui tenaga surya. Caranya, aliran listrik dari panel tenaga surya disimpan dalam aki dan digunakan pada malam hari.

Selain harganya yang tidak murah, kemampuan listrik tenaga surya ini juga terbatas. Apalagi saat cuaca mendung dan sinar matahari terhalang. Maka pasokan listrik pasti tidak bisa maksimal.

Letak kampung yang berada di pedalaman desa itu pun kerap menjadi salah satu penyebab PLN belum juga mengalirkan listrik ke kampung tersebut. Kampung Suka resmi merupakan satu dari banyak desa terpencil di Indonesia yang belum mendapat aliran listrik. Sungguh miris di zaman yang sudah merdeka ini tapi bagi Anna sendiri masih harus berggulat dengan jalanan yang menguras waktu dan tenaga serta masalah penerangan listri yang belum pernah dirasakan oleh gadis itu.

Ada satu Kedusunan diwilayah Desa Wangunsari, Kecamatan Sakerti, Pandeglang namun warga masyarakatnya belum merasa merdeka. Pasalnya, warga menganggap selama puluhan tahun kampung halamannya belum tersentuh jaringan aliran listrik PLN kurang lebih ada sekitar 1032 jiwa warga masyarakat atau penduduk yang hidup di Kampung itu yang setiap hari menjelang malam hanya mengunakan cahaya listrik dari aliran turbin yang dibuat secara swadaya mengunakan pasokan air kali Cikadueun.

itupun kini airnya sudah mulai surut sebab musim kemarau yang melanda wilayah tempat tinggal Anna. Hampir 5 bulan lamanya sehinga penerangan cahaya pun tidak berjalan normal seperti biasanya.

Kepala desanya seperti tak pernah memikirkan warga masyarakat khususnya yang berada di kampung pedalaman yang jadi tempat tinggal Anna. Buktinya sudah puluhan tahun tinggal di sana belum ada satu pun perubahan baik itu dari segi jalan ataupun masalah penerangan yang menggunakan listrik. Sehingga kampungnya menjadi terbelakang dan jauh dari informasi karena keterbatasan media elektronik yang dimiliki warga setempat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!