Sesampainya di rumah dan Dewa mengecek ponselnya. "Astaga..." lirih Dewa melihat ponsel yang berisi puluhan pesan dari Arumi dan ratusan panggilan dari nya sejak pagi hingga sore hari. "Pantesan dia marah." Dewa kemudian mencoba menghubungi kekasihnya itu. Namun tidak kunjung diangkatnya. Arumi mendengarnya, namun sengaja dia mengabaikan nya.
.
.
Keesokan pagi di rumah Akhyar.
Akhyar heran, mengapa adiknya yang biasanya membuat sarapan hari itu belum bangun. Nasi goreng atau telur dadar itu bahkan tidak ada di meja makan. "Mega... Mega..." panggil Akhyar pada adiknya, namun tidak ada jawaban.
Akhyar membuka pintu Mega dan Mega tengah menggigil kedinginan. "Kamu sakit?" Akhyar lalu menempelkan seluruh telapak tangan nya, badan Mega demam tinggi dan Akhyar sangat takut. Karena ibu hamil tidak boleh minum sembarang obat penurun panas, jika bukan atas resep dokter. "Kita ke dokter sekarang?" ucap Akhyar yang kemudian membawa Dewa ke rumah sakit.
Sementara Dewa. Dewa sudah mengirim pesan untuk Arumi dan meminta maaf. Itu dikarenakan, panggilannya di abaikan dan sepertinya dia masih marah. Namun kali ini dia mencoba untuk tidak bucin dan tidak ke rumah kekasihnya. Yang ada Dewa akan berangkat ke proyek pembangunan hotel untuk bekerja seperti biasanya. Dan pertama kali, mencoba acuh terhadap sosok Arumi yang perlahan akan dia coba.
Namun yang ada apa?
Pikiran Dewa kalang kabut dan wajah Arumi yang menangis teringat jelas di kepala. Yang kemudian diikuti wajah istrinya menangis semalam memenuhi isi kepala sepanjang dia bekerja. Wajah Arumi dan Mega silih berganti merusak konsentrasi nya. Hingga saat berjalan di proyek pembangunan hotel. Kepala Dewa hampir terkena material yang sengaja dilemparkan ke bawah oleh salah seorang tukang. Untungnya semua berteriak dan mengenai lengan Dewa.
"Bapak tidak apa-apa?" tanya salah seorang mandor yang menolong Dewa ambruk di tanah.
Dewa menggeleng, meskipun lengan nya lecet-lecet dan punggung nya sakit.
"Sebaiknya bapak di kantor saja pak."
"Iya, terimakasih." Namun saat masuk ke ruangan nya, Dewa sudah dikagetkan dengan kehadiran Arumi.
Arumi memeluk nya. Dan Dewa tertegun dengan kedua tangan yang belum dia sentuhkan pada punggung kekasihnya. "Aku memaafkan kamu. Dan aku tidak ingin kita bertengkar lagi," ucap Arumi bersamaan dengan melepasnya pelukan. Yang kemudian mengecup lembut dan penuh makna bibiir kekasihnya.
Dewa masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan Arumi. Karena biasanya, Dewa lah yang selalu mengalah saat Arumi marah. Namun sekarang, seakan semuanya berubah. Dewa bisa merasakan, jika Arumi benar-benar tidak ingin Mega merebut hatinya.
"Astaga ini kamu kenapa sayang?" Arumi yang panik melihat kemeja Dewa kotor dan lengannya banyak lecet.
Dewa menggeleng, karena masih belum pulih dari apa yang kini ada dihadapan nya.
"Aku ambil kotak P3K dulu ya di mobil." Arumi yang bergegas ke mobilnya. Sementara Dewa hanya pasrah menatap punggung yang setengah tertutup oleh rambut Arumi yang tergerai.
Sadar, jika suatu hubungan akan berakhir dari kedua belah pihak yang sama-sama tidak ingin mempertahankan. Namun jika Arumi berjuang untuk hubungan ini, rasanya tidak salah dan memang sesuai kesepakatan, jika rumah tangganya akan berakhir dengan Mega.
Nama dua wanita itu memenuhi dua bilik jantungnya. Satu berada di kanan dan kiri seolah enggan dia menghapusnya. Pesan Regi tentang anak dalam kandungan Mega, jujur terngiang dan akan benar nantinya. Dia pasti akan menyesal telah meninggalkan anaknya dan Mega.
Karena kemarin saja, dia merasakan antusias yang tidak biasanya saat mengantar Mega periksa. Dimana dia semangat saat melihat layar ultrasonografi dan mendengar detak jantung buah hatinya di dalam perut ibunya.
"Kamu melamun sayang?" tanya Arumi yang sudah berdiri di dekatnya, namun Dewa tidak menyadarinya.
"Oh..."
Lengan Dewa yang kemudian dibersihkan dengan kain basah oleh Arumi dan dia sangat telaten melakukan nya. Dewa sejak tadi memperhatikan wajah Arumi baik-baik dan sangat disimpulkan jika Arumi tulus melakukan nya. Tersirat cinta yang mendalam untuk nya.
Arumi juga membersihkan kemeja bagian punggung milik Dewa. Yang jujur membuat Dewa tersentuh dan memaksa Arumi menyudahi aktivitasnya itu, meraih sepuluh jemari Arumi dan Dewa menghujani kecupan pada sepuluh jemari kekasihnya.
Keduanya tersenyum dan melupakan peristiwa kemarin. Menikmati makan siang yang sengaja dibawa oleh Arumi untuk Dewa.
Sementara di lain tempat. Mega diharuskan menjalani perawatan intensif karena kondisi nya drop. Sepertinya Mega kepikiran masalah semalam tentang rumah tangganya, yang membuat dia harus dirawat di rumah sakit.
Akhyar hanya bisa mengelus puncak kepala adik perempuan nya. Membelai rambutnya dan menatap iba wajah adiknya yang tengah terpejam.
Akhyar kemudian keluar ruang rawat sebentar. Niatnya akan ke kantor dan minta izin secara langsung kepada pak Hanung untuk beberapa hari ke depan sampai Mega sembuh.
Namun saat sampai loby rumah sakit. Kaki Dewa sudah di peluk oleh anak kecil dan itu Arsyla. "Papa A..." suara gemas yang tidak asing ditelinga Akhyar.
Zahrin kaget, mengapa Akhyar di rumah sakit?
"Hei, Arsyla..." Akhyar yang kemudian menggendong Arsyla. "Arsyla sama siapa sayang?" tanya Akhyar pada anak perempuan Zahrin itu.
Arsyla kemudian menunjuk Zahrin yang masih melanjutkan ke bagian pendaftaran rumah sakit.
"Arsyla sakit?"
Arsyla menggeleng.
Zahrin yang menggendong Arsyad pun menghampiri Akhyar. "Kamu disini juga mas? Siapa yang sakit?"
"Mega."
"Hah? Mega sakit? Sakit apa dia?"
Akhyar kemudian menjelaskan apa yang dikatakan dokter. Jika kemungkinan faktor pikiran yang membuat Mega drop dan harus di rawat.
"Kasihan Mega. Aku harus hubungi Dewa." Zahrin yang menurunkan Arsyad terlebih dahulu dan mencari ponselnya di dalam tas.
"Jangan Rin!"
"Mas, kamu nggak boleh egois. Dewa berhak tahu keadaan istrinya. Lagi pula kamu juga bekerja, kasihan Mega siapa yang jaga. Minimal jika ada Dewa, kalian bisa bergantian jaga Mega."
"Tapi Rin..."
"Mas, kasih kesempatan Mega dan Dewa menyelesaikan masalahnya sendiri. Buktinya kemarin, Dewa juga ada perubahan dengan memperlakukan Mega sebagai istri. Dan kamu tahu? Malah dengan kamu memisahkan Mega dan Dewa seperti ini. Akan sangat mudah bagi Arumi semakin tidak bisa lepas dari Dewa."
"Jadi kamu senang, Mega tersiksa batin nya."
"Astaghfirullah... bukan begitu mas. Tapi biarkan mereka bersama, karena dengan begitu nanti Dewa bisa memilih siapa yang seharusnya menetap di hatinya dan siapa yang harus dia lepas?" Zahrin yang kemudian menempelkan benda pipih persegi panjang itu pada telinga yang tertutup kerudung syar'i instan nya.
Akhyar terdiam dan tidak menimpali.
Sementara ponsel Dewa yang tengah berdua dengan Arumi pun bergetar di atas meja kerja nya.
Dert dert
Dewa melihat layar ponselnya. Tertulis istri sepupu dalam daftar kontak nya. "Hallo..." Dewa cukup tercengang mendengar apa yang disampaikan Zahrin. Sesekali Dewa melirik ke arah Arumi, saat Zahrin menjelaskan keadaan Mega.
Jujur, Dewa takut menambah goresan luka pada Arumi. Dapat dirasakan oleh Dewa, jika Arumi memilih mengalah dan menghempaskan ego nya. Buktinya, kedatangan nya pagi ini adalah jawaban. Jawaban jika dia tidak siap jika Dewa berpaling dan pergi meninggalkan nya.
Dewa menutup ponselnya. Bingung bagaimana cara menyampaikan nya ke Arumi.
"Siapa sayang?"
"Oh, istrinya sepupu. Apa kamu akan sampai sore dan menunggu ku sampai pulang kerja?"
"Ya, jika kamu tidak keberatan. Dan aku ingin kita makan malam bersama," jawab Arumi tersenyum.
Dewa tertunduk.
"Kenapa? Kamu tidak suka?"
"Oh, enggak," jawab Dewa yang pikirannya terbelah menjadi dua. Dimana satu diantaranya, dia ingin segera ke rumah sakit dan melihat keadaan istrinya.
Arumi tersenyum. Dan merangkul kembali punggung kekasihnya yang tengah duduk di kursi kerja nya.
Sementara Dewa, nafasnya berantakan dan cukup risau hatinya, dimana sudah bukan Arumi lagi yang ada di kepalanya, melainkan Mega dan calon buah hatinya.
Sampai dimana ide brilian muncul seketika. Saat Dewa membelai rambut kekasihnya. "Sayang, sepertinya rambut kamu agak kusam," ucap Dewa yang masih memegang banyak helai di ujung rambut Arumi.
"Masak sih?"
"Iya, dan ujungnya banyak yang bercabang sayang," imbuh Dewa meyakinkan Arumi.
"Oh ya?"
"Hem."
Dewa mengeluarkan kartu kredit unlimited nya. Dan diberikan kepada Arumi. "Apa tidak sebaiknya kamu ke salon?"
Tanpa berpikir macam-macam, Arumi langsung menyetujuinya. "Okay."
Yes.
batin Dewa yang berhasil membujuk kekasihnya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ranita Rani
dewa ra genah
2023-03-07
1