"Mana Dewa dan Mega?" tanya ibu Rahma yang mengedarkan mata nya namun tidak melihat putra dan menantu nya.
"Kamu itu kayak tidak pernah muda saja," jawab pak Hendarto yang di balas senyum dari semua keluarga yang ada pada satu Meja. Terutama para adik pak Hendarto berikut para suami nya. Mereka semua tertawa kecil, menertawakan ibu Rahma.
Sementara yang dicari, masih baru bangun di dalam kamar.
"Aaaa..." teriak panjang Mega dan Dewa. Saat tahu mereka bangun-bangun ternyata bersentuhan. Memeluk pula.
Keduanya langsung memutus jarak yang lumayan. Supaya larangan Arumi benar-benar mereka jalan kan.
"Kamu!" pekik Dewa tentu dengan kegentingan tingkat namanya.
Mega tersengal nafasnya. Belum pulih dari rasa terkejutnya.
"Kamu ya," tuding Dewa dengan keratan dua rahang nya. "Aku kan tidur di bawah. Mana mungkin tiba-tiba aku tidur di atas."
"Bukan aku! Mana mungkin aku bisa membawa kamu ke atas. Tubuh kamu kan berat. Aku tidak mungkin sanggup, meskipun harus menyeret kamu," balas Mega dengan nafas yang belum reda.
Dewa memegang dua sisi bagian kepala nya. Tampak frustasi dengan kehidupan pernikahan yang dijalani nya. Baru malam pertama saja, banyak peristiwa yang menguras emosinya. Dari Arumi yang marah padanya, belum masalah Mega yang rasanya tiap hari akan menjadi momok dan otomatis menyiksa nya.
Sesaat teringat saat terdiam itu. Bahwa dia punya sindrom tidur jalan-jalan. Yang artinya, dalam keadaan tidur, terkadang dia tidak sadar dan berpindah tempat. "Astaga..." Dewa menjambak sendiri rambut nya. Merutuki kebodohan nya. Mengumpat dalam hati untuk nya.
"Kenapa? Sudah ingat kalau bukan salah ku?"
Sadar, jika Mega pasti akan merasa menang dalam hati. Makanya sengaja Dewa menutupinya dengan perintah kasar supaya Mega cepat pergi. "Cepetan mandi! Gantian!"
Mega mengembangkan cuping dua hidungnya. Terdengar nafas tidak terima nya. Bangkit dan lalu pergi ke bathroom mewah dan serba lengkap.
Hampir tiga puluh menit, Mega benar-benar menikmati tubuhnya diguyur air shower. Memanjakan kulitnya dengan aroma parfum yang tersaji di bathroom tersebut.
"Gila ya, mandi apa coba sampai tiga puluh menit?" keluh Dewa karena merasakan ingin buang air kecil.
Brak brak brak
Suara ketukan tidak sopan Dewa dari luar.
"Sebentar," teriak Mega.
"Mega, cepetan! Aku ingin buang air kecil."
"Iya sebentar."
Karena sudah merasa diujung. Dewa mencoba membuka pintu dan ternyata tidak di kunci oleh Mega. "Tidak dikunci?" Dewa ternganga antara suka dan tidak.
"Aaaaa..." jerit Mega dan Dewa yang sama-sama terkejut oleh keadaan.
Mega kemudian menyilangkan kedua tangan nya menutupi tubuhnya yang tentu polos. Dengan cepat menyambar handuk dan menutupi tubuhnya.
Sementara Dewa, yang membalik punggungnya bersamaan dengan celana tidur nya yang sudah merembes.
Sialan!
tentu dalam hati Dewa yang tidak dia suarakan. "Cepat pergi Mega!" usirnya dengan keras karena kepalang malu jika Mega mengendus aroma air mani nya.
Mega akhirnya keluar dan berdandan. Bertepatan dengan Zahrin yang memanggil namanya dan mengetuk pintu.
"Kak Zahrin, masuk kak."
Zahrin masih terbengong, karena melihat rambut Mega yang basah dan belum dikeringkan. Tetesan-tetesan air dari rambutnya mencuri perhatian Zahrin. Hafal betul, jika keramas pagi-pagi sering dia lakukan saat malam atau pagi nya suami ngebet mengobrak-abrik area kewanitaaan.
"Kenapa bengong kak? Ayo masuk."
Zahrin tersadar, dia kemudian masuk dengan membawa paper bag yang isinya adalah satu setel pakaian lengkap Mega dan Dewa. "Ini pakaian kamu dan Dewa."
"Terimakasih ya kak."
"Mega," panggil Dewa yang langsung main buka pintu kamar mandi. Dia tidak tahu jika ada Zahrin di kamar nya.
"Upz, kakak keluar dulu ya Mega. Jangan lupa, cepat turun kalian ditunggu sarapan oleh semua." Zahrin yang membuang wajah, lalu pergi. Sempat melihat Dewa yang hanya pakai handuk putih menutupi adik kecil nya.
Untung, tadi aku tidak teriak-teriak panggil Mega nya.
batin Dewa yang setelahnya menghembuskan nafas lega.
Keduanya kemudian sudah berganti pakaian. Yang dimana sudut mata Dewa melirik ke arah Mega yang tengah memulas bibir nya dengan lipstik yang biasa dipakai Arumi. Merah maroon keunguan. "Masih lama?"
"Sudah."
Dewa yang kemudian meletakkan tangan kanan nya di pinggang. Kode untuk Mega supaya tangan nya melingkar dan otomatis jarak bahu keduanya terkikis.
"Maksudnya?" Karena Mega takut melanggar larangan Arumi.
Dewa menghela nafas. Mega berbeda dengan Arumi. Yang langsung paham apa maksud jika tangan nya berada di pinggang kanan. "Otak kamu pentium berapa?"
Dewa akhirnya menarik tangan Mega, yang tentunya dia sendiri yang melanggar janji ke ke Arumi.
Sesaat dia menghempaskan tangan Mega dengan kasar. "Maaf! Ralat! Jika dibutuhkan saja bergandengan nya."
Mega diam. Jalan di belakang Dewa malahan. Namun setelah keduanya keluar dari lift dan menuju restoran hotel. Tentu saja, akting mereka mainkan. Bahu keduanya terkikis jarak. Dewa merangkul Mega hingga membuat nya susah berjalan.
"Pagi semua," sapa Dewa pada meja tentunya para orang tua. Meja dimana terisi mama papa nya berikut adik-adik papa nya berikut para suami nya.
"Sini sayang, mama sudah sisakan kalian tempat duduk."
"Kita di meja lain saja ma," ujar Dewa yang tentu itu alasan semata. Jujur, kalau bersama mereka semua, tentu dirinya tidak leluasa.
"No, come here."
Dewa sudah tentu kalah. Permintaan mama nya tidak bisa dibantah.
"Kamu cantik sekali Mega."
"Terimakasih tante." tentu dengan sama-sama melepas senyum teduh dan lega.
"Dewa, yang romantis dong sama Mega. Kayak mama papa dulu. Awal-awal menikah, apa ma?" sahut pak Hendarto dengan ramah yang tidak membedakan strata.
"Apa sih pa?" jawab ibu Rahma dengan malu-malu.
Yang kemudian bersahutan kata sweet-sweet dan riak tawa di meja mereka.
"Mandi bareng, pangku-pangkuan, suap-suapan. Apa lagi pa?" sahut ibu Erlina yang tawanya cekikan.
"Satu piring berdua, satu gelas berdua apa-apa berdua. Makan donat aja berdua," sahut ibu Asih yang menambah tawa dan tentunya semua mulas saat mendengar celoteh mereka.
"Astaga... Astaga..." ucap ibu Olivia yang geleng-geleng kepala tentu dengan diikuti tawa.
Membuat Dewa dan Mega juga menahan tawa. Yang jujur terbesit jika keluarga mereka tidak seperti yang Mega pikirkan. Awalnya, Mega berpikir akan benar-benar asing dan tidak diterima seperti Dewa menolak nya. Namun ternyata keluarga mereka memiliki selera humoris juga.
"Suapi itu Dewa, Mega. Jangan di anggurin! Buat apa dikawinin? Sayang kan. Cantik gitu di diemin," sahut ibu Erlina yang jika bicara tanpa basa-basi.
Sontak membuat Dewa menggaruk kepala yang tentu tidak gatal.
"Panik dia... panik dia," sahut ibu Asih lagi yang benar-benar pagi itu menggodok Dewa dan Mega.
Canggung, Dewa kemudian menuruti perintah keluarga nya. Mau tidak mau, satu suapan mendarat di rongga mulut Mega. Meskipun jujur, Dewa setengah hati melakukan nya.
.
.
Makan pagi usai. Setelah Akhyar berpamitan kepada seluruh keluarga Dewa dan mengucap kata titip atas adik perempuan nya, yang akan tinggal bersama mereka.
"Ingat! Kamu sudah jadi istri. Jaga sikap kamu di rumah mereka. Kamu bukan abg lagi. Kamu sudah punya suami. Dan sebentar lagi kamu punya bayi," pesan Akhyar yang jujur menyentuh saat Mega mendengar nya.
Bagaimana tidak? Semenjak keputusasaan nya tidak diterima kembali oleh mantan istrinya. Kakak nomor satunya itu berubah emosian. Bahkan kata kalem dan adem pembawaan nya sudah benar-benar hilang.
"Iya kak."
"Dan apapun yang terjadi di rumah tangga mu. Kamu harus bisa menghadapi. Tapi jujur, kakak juga tidak rela, jika hati kamu tersakiti dengan perkawinan ini."
Mega tersenyum tipis. Lalu memeluk kakak nya.
Begitu juga dengan Akhyar, membelai puncak kepala adik perempuan nya. Cukup sulit melepas Mega, karena biasa nya mereka hidup berdua setelah kepergian Yanuar kerja di perusahaan asing. Tepatnya di Singapura. Hingga membuat Akhyar menitikkan air mata, yang tentu jatuh di rambut kepala adik nya.
Keduanya perlahan melepas pelukan nya. Akhyar pergi meninggalkan Mega. Mega melambaikan tangan kepada kakak nya.
"Kenapa kamu nangis? Dasar cengeng! Kamu tidak bicara masalah rumah tangga kita kan? Sama kakak tukang tinju mu itu," ketus Dewa.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments