Memang nya ada apa mas?

Malam itu Dewa tidak bisa tidur. Duduk termenung cukup lama dan memikirkan apa yang baru saja terjadi. Hingga kedua matanya terpejam saat malam sudah larut dan dia bermimpi.

Apa yang dia mimpikan?

Sosok Mega yang membawa bayinya pergi. Mega tidak membiarkan dirinya bertemu dengan bayi nya. "Mega... Mega..." panggil Dewa kepada Mega yang tentunya hanya dalam mimpi.

Dewa kemudian terbangun dengan nafas berhamburan. Mengingat apa yang dimimpikan. Seketika tersadar, jika dirinya kini sudah menjadi pria dewasa dan sebentar lagi akan memiliki anak. Sedikit ada rasa menyesal, tatkala pernah menyuruh Mega menggugurkan kandungan nya, yang ternyata mama papa nya bahkan menantikan kehadiran buah hatinya.

Kalimat mama nya terngiang jelas ditelinga. Mengusiknya kembali. Kalimat dimana dia harus melepas Arumi jika rumah tangga nya dengan Mega akan berlanjut. Dan otomatis, Mega dan anak dalam kandungan nya adalah masa depan nya. Sementara Arumi, nama Arumi akan dia kubur dalam-dalam ke dasar hatinya. Dan dia tidak siap untuk itu. Begitu juga dengan Arumi. Sepertinya dia juga tidak siap akan hal itu.

Dewa jujur tersiksa malam itu. Hatinya gelisah tidak menentu. Memikirkan sosok wanita yang terang betul dia tidak mencintai nya. Namun wajah Mega, begitu nyata dan jelas di pikiran nya.

.

.

Keesokan pagi.

Suasana meja makan sunyi. Sepertinya tidak ada yang sarapan pagi. Dewa sadar, jika mama dan papa nya pasti sangat marah atas perilaku nya kepada Mega.

Dewa langsung berangkat ke proyek pembangunan hotel. Tidak menyentuh sarapan paginya dan melamun banyak tentang nasib rumah tangganya dengan Mega di sela-sela perjalanan nya.

Berbeda dengan Mega yang sibuk menyiapkan makan pagi untuk kakak nya. Akhyar bisa mengerti bagaimana perasaan adiknya. Mega bahkan tidak bersemangat dan hanya membolak-balik makanan nya.

"Kamu harus makan yang banyak. Demi anak kamu. Anak kamu menyerap apa yang kamu makan. Kakak harap, kamu tidak lama-lama bersedihnya." Akhyar menghabiskan nasi goreng dan telur dadar yang dibuat Mega. Setelahnya dia bangkit dan pamit kerja. Tidak lupa dia juga berpesan kepada adiknya, jika ada apa-apa agar segera menghubungi nya.

Mega cukup gusar berada di dalam kamarnya. Membaca novel online kesukaan nya. Dan masih belum bisa mengusir rasa sedihnya.

.

.

Satu bulan kemudian.

Waktu berlalu dengan begitu cepat. Tidak ada perubahan dalam hidup Dewa. Semua seakan jalan ditempat, termasuk jalinan asmara nya dengan Arumi.

Hubungan nya dengan Arumi masih berjalan seperti biasa, meskipun saat berkencan dengan wanitanya, isi kepalanya Dewa selalu tertuju pada sosok Mega. Sosok wanita yang jujur selama satu bulan ini menyiksa batinnya.

"Kamu kenapa sih sayang?" tanya Arumi kepada Dewa, dimana akhir-akhir ini Dewa sering melamun dan tidak ada tanda-tanda bahagia saat tengah menikmati waktu bersama nya.

"Aku nggak apa-apa. Aku hanya lelah kerja," jawab Dewa tidak bersemangat saat harus mengantar jadwal padat kekasihnya. Ke salon, belanja dan apapun itu yang menjadi kesenangan Arumi semata.

"Aku merasa ada yang berubah dari kamu sayang," sambung Arumi lagi, dimana dia dapat merasakan jika kekasihnya itu benar-benar tidak seperti biasanya.

"Hanya perasaan kamu saja sayang."

"Apa kamu memikirkan wanita itu?" Arumi mencoba bertanya terhadap apa yang menjadi kerisauan hatinya.

Dewa menoleh, menatap Arumi sembari menyetir mobilnya. "Wanita? Siapa maksud kamu?" terang bohong jika Dewa tidak menyadarinya. Padahal jelas-jelas, memang sosok Mega lah yang benar-benar telah membuat hatinya berantakan. Satu bulan kepergian Mega. Dia berusaha menampik perasaan yang dia sendiri tidak bisa menyebutnya apa.

"Apa kamu melupakan nya? Atau malah kamu sering mengingat nya? Hingga membuat cinta kamu pudar terhadap ku." Arumi masih mengulik perasaan Dewa. Tahunan bersama, Arumi sangat mengenal kekasihnya itu seperti apa.

Dewa menepikan mobil nya. Memeluk kekasihnya. "Bukankah aku sekarang bersama mu. Jadi buat apa? Buat apa kamu membahas dia? Aku mencintai mu. Aku tidak mencintai dia," jawab Dewa dengan air mata berkaca. Antara menampik rasa yang sesungguhnya. Rasa dimana, jika perlahan dia ada setitik rasa terhadap perempuan yang tengah mengandung buah hatinya.

Jujur, Arumi lega dengan apa yang dikatakan oleh Dewa. Sekarang, dia tidak harus risau berlebihan dan membahas perihal Mega. Baginya cukup. Mega sudah pergi dari kehidupan Dewa dengan tidak tinggalnya mereka bersama. Karena dengan begitu, cinta mereka tidak akan tumbuh. Berharap waktu cepat berlalu, Mega melahirkan dan Dewa segera menceraikan wanita itu.

.

.

"Tanggal 4..." Dewa yang kemudian teringat sesuatu. Mengecek laci nakas nya dan ternyata benar. Buku hasil periksa kandungan Mega tiap bulan ketinggalan. "Waktunya Mega periksa kandungan," ucap Dewa yang kemudian turun dan menuju garasi mobilnya.

Jujur, selama satu bulan ini dia tidak menemukan alasan yang tepat untuk menemui Mega. Kakak nya yang bernama Akhyar, pasti akan mengusirnya atau memberi tanda di pipinya jika dia berupaya menemui adiknya.

Meskipun ragu saat perjalanan ke rumah Mega yang dia bahkan tidak hafal di mana rumah istrinya. Berkali-kali salah arah dan dan salah rumah yang membuat roda empat pada kendaraannya harus bermuara pada toko kue sepupunya. Mencari sosok istri dari sepupunya, meminta alamat rumah Mega pada nya.

Dan apa yang malah terjadi?

"Hah? Kamu sama Mega sudah tidak satu rumah?" Zahrin terang terkejut mendengarnya. Telinga nya bagai tersambar petir terlebih nama Akhyar ikut campur di dalam nya.

"Iya kak."

"Sejak kapan?"

"Satu bulan lalu. Ya, persis satu bulan, Mega tinggal bersama kakak nya."

"Satu bulan?" Zahrin hampir tidak percaya, karena mengapa bisa? Dewa membiarkan begitu saja. Dan baru sekarang baru akan mencarinya.

Dewa mengangguk.

Terdengar nafas Zahrin berhamburan. Zahrin kemudian menuliskan alamat rumah Mega kepada Dewa. "Tunggu-tunggu. Apa nomer ponsel mu di blokir sama Mega?"

Dewa menggeleng. Lalu pergi dan tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Zahrin.

Zahrin langsung menghubungi Akhyar. Dengan wajah kesal, tidak sabar mendengar suara dari seberang lewat benda pipih persegi panjang yang dia dekatkan ditelinga. "Hallo mas..."

Zahrin berhasil membuat janji dengan mantan suami nya. Dia akan membantu Mega yang tidak perlu patuh dengan kakak nya yang suka adu jotos itu.

Awalnya, Regi suaminya tidak menyetujui jika Zahrin turut andil dalam masalah mereka. Namun Zahrin tahu, Mega tidak berani cerita sepertinya, jadi membuatnya bungkam selama satu bulan ini, Zahrin yakin jika Mega butuh teman dan sedikit tertekan.

"Aku titip Arsyad dan Arsyla yang sayang." pamit Zahrin setelah debat kusir meminta izin bertemu Akhyar untuk membahas perihal Mega.

Regi menarik nafas panjang dan menghamburkan nya. "Harusnya itu tidak menjadi prioritas kamu. Jaga anak-anak lebih penting, dari pada ikut serta urusan Mega yang kamu bahkan tidak terlibat di dalam nya."

"Hanya sebentar. Dan sepertinya ini masalah genting. Aku harus bicara pada Mega. Kasihan dia, tidak ada yang dia ajak bicara."

"Lho? Katanya mau ketemu Akhyar?"

"Iya, setelah itu lanjut bertemu Mega."

"Mommy itut," rengek Arsyla yang menarik gamis yang dikenakan Zahrin.

"Sayang, mommy cuma pergi sebentar. Arsyla sama Daddy ya," bujuknya ke bayi yang mulai tinggi itu.

"No no no, Acila itut mommy," ngambek nya dengan melipat-lipat jari-jemarinya.

"Tuh, lihat sendiri kan! Anak-anak kamu udah pinter. Untung Arsyad main mobil-mobilan dan lebih tertarik bermain dari pada ikut kamu. Kamu bawa Arsyla, ketimbang nangis tantrum dan aku tidak bisa menenangkan nya."

Zahrin kemudian mengikuti apa yang dikatakan Regi. Membawa Arsyla ikut serta, yang sedikit banyak akan susah lepas dari sosok Akhyar yang terbilang lengket dengan putri kecilnya.

Tidak berselang lama. Zahrin akhirnya sampai dimana Akhyar memutuskan mereka akan bertemu.

"Hallo papa A..." sapa Arsyla yang sepertinya punya panggilan khusus untuk Akhyar.

Membuat Zahrin tercengang. Susah payah menelan saliva nya. "Papa A?" tanya Zahrin kepada Akhyar yang sudah menggendong depan putri kecilnya. Dan Arsyla nyaman sepertinya.

Begitu juga dengan Akhyar. Tampak tersenyum bahagia saat berjumpa dengan Arsyla. Bahkan Akhyar sudah mempersiapkan boneka Barbie untuk Arsyla dan mobil-mobilan untuk Arsyad.

"Iya mommy, cekalang Acila punya Daddy dan papa A."

Glek

Zahrin benar-benar tertegun mendengarnya. Tersenyum datar dan tidak bisa mencerna apa yang dikatakan putri nya.

"Sekarang Arsyla main di sana ya," tunjuk Akhyar jika dimana tempat janjian mereka ada sebuah wahana bermain anak-anak.

"Oke papa A."

Akhyar tersenyum melihat Arsyla yang semakin hari semakin pintar dan tentunya menggemaskan.

"Ada apa Rin?"

"Masalah Mega."

"Apa Mega cerita padamu?"

Zahrin menggeleng. "Dewa, tadi pagi meminta alamat rumah."

"Hehm," sinis Akhyar dengan gelengan pada kepalanya. "Pria keparat itu. Alamat rumah istrinya saja tidak tahu." Telinga Akhyar sakit tatkala Zahrin menyebut nama Dewa.

"Mas, kamu harusnya tidak egois dengan memisahkan Dewa dan Mega. Kasihan dia, di rumah juga sendirian kan? Kamu tinggal kerja. Dia sedang hamil dan pikirannya tidak boleh stres. Apa tidak sebaiknya dia dirumah nya Bu Rahma?"

"Kamu tidak tahu apa yang dilakukan Dewa Zahrin?" Akhyar dengan wajah dan nada marahnya. "Dia, sudah melukai banyak hati Mega. Dan aku tidak terima. Apa Dewa tidak cerita? Apa musabab aku mengajak Mega pulang ke rumah?"

Zahrin menggeleng sembari berpikir. "Memangnya ada apa mas?"

BERSAMBUNG

Episodes
Episodes

Updated 53 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!