Arumi pergi meninggalkan kekasihnya. Namun dia tidak akan pergi ke salon, mengingat belum ada satu minggu dia sudah rutin mencuci rambut nya ke salon.
Tidak berselang lama Dewa keluar ruangan nya dan menuju mobilnya.
Tidak bisa dipungkiri, jika disini perasaan Arumi harus kecewa lagi. Menatap sedih mobil milik kekasihnya yang keluar dari proyek pembangunan hotel.
Mau pergi kemana dia?
tanya Arumi dalam hatinya. Yang kemudian dia membuntuti mobil milik kekasihnya. Sampai dimana ternyata Dewa ke toko kue milik tante nya. Karena toko kue tersebut tidak lah jauh dari rumah sakit dimana Mega di rawat.
Dewa berbincang sebentar dengan tantenya saat tahu jika mama Regi tengah berada di area toko. Dewa kemudian membawakan aneka kue dan desert untuk Mega dan tentunya calon buah hatinya. Dan semua itu masih terpantau oleh Arumi. Sampai dimana Dewa keluar dari toko kue dan menuju rumah sakit memarkir mobilnya.
"Siapa yang sakit?" tanya Arumi penasaran mengapa harus menyuruhnya ke salon. Padahal Dewa bisa sangat mudah untuk berkata jujur.
Arumi mengikuti Dewa yang sudah selesai bertanya ke bagian pelayanan dan sepertinya akan menuju ke kamar pasien di rawat.
Dewa berjalan menyusuri bagian per bagian rumah sakit. Dan akhirnya dia sudah sampai pada sebuah ruangan dimana Mega sedang disuapi makan oleh Zahrin. Sementara Arsyad dan Arsyla tengah bermain bersama.
"Dewa." Zahrin yang bangkit dari duduk nya dan menghentikan menyuapi Mega. "Untunglah kamu cepat datang Dewa," ucap Zahrin.
"Iya kak, aku menyelesaikan pekerjaan ku dulu."
"Oh... Baiklah kalau begitu kakak pulang dulu ya Mega. Kamu sudah ada suami kamu. Kamu cepat sembuh ya," pamit Zahrin kepada Mega.
"Terimakasih kak."
"Iya sama-sama." Zahrin kemudian keluar dari ruang rawat Mega. Dimana Arumi yang sempat sembunyi sebentar saat Zahrin keluar supaya tidak ketahuan.
Suasana berubah hening, dimana yang tadinya suara Arsyla dan Arsyad mendominasi ruangan tersebut karena berebut gadget untuk mempertahankan serial kartun kesukaan mereka masing-masing.
Sepasang mata Mega dan Dewa bertatap. Dan belum ada siapa yang akan mengawali kata tanya untuk memecah kebisuan antar keduanya.
Dewa langsung memeluk istrinya. Yang sebenarnya ingin dia lakukan tadi malam saat Mega menangis, saat keduanya di dudukkan bersama.
Satu tetes bulir jernih berhasil jatuh dan diikuti tetesan-tetesan berikutnya. Selanjutnya isak samar terdengar. Dan yang lebih parahnya adalah luka yang kemarin belum sembuh seakan di taburi garam dengan sengaja oleh Dewa. Arumi benar-benar tidak kuat untuk melanjutkan pemandangan dimana ternyata wanita seperti Mega, cukup mengusik dan bisa membuat Dewa berubah sikap kepadanya.
Ingin rasanya dia berlari dan menjerit. Meluapkan tangisnya yang sudah tidak bisa dia bendung. Namun yang ada, matanya tetap ingin tertuju pada sosok Dewa dan Mega.
"Aku minta maaf." Tiga kata yang kemudian diucap oleh Dewa pada Mega. Dimana dia kemudian mengecup puncak kepala Mega. Masih belum berakhir di situ saja, Dewa masih belum memutus tatapan nya dari Mega.
"Ini kenapa? Kemeja kakak juga kotor semua." tanya Mega yang menyentuh lengan suaminya. Dan memperhatikan kemeja milik Dewa.
"Oh, tadi ada kecelakaan kecil di proyek. Tapi sudah tidak apa-apa. Jangan kamu pikirkan aku, pikirkan bayi kita." Dewa yang kemudian melirik ke arah perut Mega, dimana di dalam sana ada calon buah hatinya. "Apa aku boleh menyentuh nya? Memberitahunya kalau mama nya akan segera pulih dan sehat kembali seperti sedia kala."
Mega tersenyum dan mengangguk. Kehangatan keduanya terasa. Semenjak Dewa perlahan meruntuhkan tembok pembatas yang dari awal dia bangun sendiri.
"Anak papa sehat ya, papa tidak ingin mama dan anak papa sakit." Meskipun canggung, Dewa berupaya keras mengatakan nya dengan tenang dan tentu haru untuk sampai pada telinga Mega.
Dewa mengelus perut Mega dan mengecupnya, setelah tadinya dia letakkan telinga pada perut Mega untuk mendengarkan detak jantung bayinya tersebut.
Membuat Arumi menangis hingga terduduk dan tidak kuat menyaksikan apa yang dilakukan kekasihnya.
Dan itu masih belum berhenti. Karena Dewa masih menyuapi Mega dan tentunya sedikit memaksa supaya keadaan nya cepat sehat.
Arumi sudah tidak kuat. Dia berlari ke toilet rumah sakit dan membasuh wajahnya yang sudah basah dengan air matanya. Menatap cermin di depannya dan tidak tahu langkah apa yang harus dia ambil terkait tidak jujurnya Dewa hari ini.
Itu belum untuk urusan hati mereka berdua. Yang tentu sekarang terbagi banyak dengan adanya Mega dan calon buah hati mereka. "Hikz... Hikz... Hikz." tangis Arumi yang belum berhenti saat itu juga. Berulang kali dia berusaha menahan untuk tidak keluar air mata. Berulang kali itu juga, air matanya melaju deras tak ada hentinya.
Ingin melangkah keluar dari rumah sakit. Pergi meninggalkan mereka berdua yang secara terang-terangan menancapkan pedang bersamaan. Namun yang ada malah bertolak belakang. Hatinya tidak ingin sepenggal-sepenggal menerjemahkan. Alhasil Arumi putuskan untuk kembali melihat mereka. Dan hasilnya masih sama. Dewa begitu hangat dan perhatian kepada Mega. Dan lagi-lagi, air matanya tidak sanggup berhenti menyaksikan Dewa yang perhatiannya tidak kalah sama kepada nya.
Jarum jam terus berjalan. Dimana waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB. Petugas rumah sakit mengantarkan makan malam untuk pasien, dan perawat juga memeriksa kondisi Mega untuk mengganti cairan infus yang sudah habis.
Hal serupa dilakukan oleh Dewa, menyuapi Mega dan bahkan memaksa menggendong Mega ala bridal style untuk mengantarnya ke bathroom.
Rasa canggung antar keduanya perlahan luntur, saat debat dimana Mega kuat dan tidak mau digendong tetapi Dewa memaksa. Dan tentu, semua tidak ada yang terpangkas dari pandangan Arumi dari balik jendela. Bahkan keduanya seolah terbawa suasana dan Dewa hampir lupa segalanya.
Hingga waktu bergulir, siang berganti sore dan ternyata hari sudah malam. "Aku pulang dulu ya," pamit Dewa kepada Mega dan dijawab anggukan oleh istrinya. Dewa bahkan tidak mengerti dengan sikapnya yang berperan layaknya suami, semuanya mengalir begitu saja, seakan berpindah jalur dari kesepakatan semula. Semua hal yang dia lakukan, toh tidak mendapat penolakan dari Mega dan malah sebaliknya, dia menyambutnya hangat dan berperan layaknya istri pada umumnya.
Cup
Cukup lama Dewa meresapi kecupan pada puncak kepala Mega. Entahlah, dirinya saja bahkan bingung mengartikan segala tindakannya ke Mega.
Dewa melepas pelan kecupan nya. Mega tersenyum dan tidak bisa berkata-kata. Padahal ada kata terimakasih dan hati-hati yang ingin dia sampaikan. Namun bibirnya beku, tatkala banyak jam dihujani Dewa dengan perhatian yang lebih dan tentu semuanya berarti.
Dewa keluar dari ruang rawat. Tidak lama Arumi masuk.
"Arumi," lirih Mega terbengong.
Arumi tidak tinggal diam, saat apa yang menjadi kebahagiaannya di renggut oleh Mega. Lalu apa yang akan dia lakukan? Dia menarik pelan jarum infus Mega.
"Sakit Arumi... lepaskan Arumi... sakit..." Dua bola mata Mega yang sudah tidak bisa menahan air matanya.
"Sakit?"
Mega mengangguk dengan air mata yang sudah berjatuhan. "Sakit Arumi..." lirih nya mengiba untuk cepat dilepaskan.
"Kamu tahu? Rasa sakit kamu ini, tidak sebanding dengan sakitnya hati ku saat kamu merebut Dewa dari aku," sambung Arumi dengan air mata berderai yang tak kalah sama dengan Mega.
"Aku tidak merebut kak Dewa, aku tidak merebut dia. Lepaskan Arumi... Sakit..." rintihan Mega yang ingin sebenarnya Dewa akhiri untuk menghentikan tindakan berbahaya Arumi. Namun sengaja tidak dia lakukan, karena Dewa ingin mendengar utuh apa yang akan disampaikan Arumi kepada Mega. "Hidup ku yang malah hancur karena di nodai oleh dia. Bukan kah kamu tahu itu Arumi? Aku harus apa? Aku harus apa?"
Ya, Dewa kembali lagi ke ruang rawat Mega, karena merasa kunci mobilnya tertinggal. Namun belum sampai kamar Mega, ternyata kunci tersebut terselip dan masuk ke dalam dompet nya.
Ingin kembali ke parkiran, namun Dewa mendengar suara tidak asing yaitu suara Arumi di kamar tersebut. Dan ternyata benar, Arumi tengah menyiksa Mega dengan mempermainkan jarum infus nya. Yang awalnya Dewa ingin mengakhiri kekisruhan mereka, namun dia urungkan. Karena dia ingin mendengar semua, yang ada pada diri dua wanita yang cukup menyita perhatian nya.
"Trus apa namanya itu Mega?" sentak Arumi diikuti isak tangisnya. "Kamu sudah membuat dia berbohong kepada ku hari ini. Dia lebih memilih kamu dan anak kamu dari pada aku Mega." tangis bercampur kesal Arumi yang sungguh menyesakkan. "Setelah anak kalian lahir, aku harap kamu tidak lupa dengan janji kamu Mega. Kamu harus meminta bercerai, setelah nama Sadewa Dirgantara sudah tertuang dalam akta kelahiran anak kamu nanti."
"Aw..." ringis Mega, saat Arumi melepas jarum infus nya. Seketika darah segar mengalir dan Mega histeris.
"Kamu ingat itu Mega." Perkataan Arumi yang terakhir dan kemudian membawanya pergi.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments