Keesokan harinya, Adiba bangun seperti biasa dan dia juga melakukan rutinitas paginya yaitu menyiapkan sarapan untuk Fahrul, mengurus rumah dan menyusun tempat tidur. Fahrul terlihat sedikit berbeda semenjak kejadian malam perayaan anniversary itu. Namun, Adiba mencoba bersikap biasa saja seakan tidak terjadi hal serius.
"Mas, kamu mau sarapan sekarang?'' Diba bertanya dengan lembut.
"Tidak! Aku akan makan di kantor, dekat denganmu aku menjadi takut terkena virus." ucap Fahrul pesan sambil memasang dasinya.
Adiba sangat sakit hati mendengar ucapan Fahrul, dia merasa dirinya sangat rendahan. Tetapi, meski begitu Adiba harus tetap sabar.
"Maafkan aku yang dari awal tidak menceritakan tentang masa laluku, Mas."
"Jangan membahas itu lagi, pergilah dari hadapanku dan jangan membantah perintahku!" Fahrul segera berlalu.
Adiba terduduk lemas di pinggir ranjang, air mata pun menetes di pipinya. Dia benar-benar kecewa dengan perilaku Fahrul saat ini.
"Jika benar Mas Fahrul mencintaiku, pasti dia akan menerima semua masa laluku meskipun itu sangat buruk." gumam Adiba disela tangisannya.
Fahrul masuk ke dalam mobil, dia bergegas melajukan mobilnya ke kantor.
🌺🌺🌺🌺🌺
Dua bulan kemudian.
Adiba tengah mencuci piring di dapur, hari sudah sore dan dia akan segera menyiapkan makan malam. Selesai memasak dirinya langsung mencuci piring kotor yang ada. Saat ini dirinya tersiksa batin dan fisik karena ketika melakukan hubungan dengan Fahrul dia selalu mendapatkan perlakuan kasar. Adiba ingin meminta cerai tetapi penikahannya baru seumur jagung, apa kata orang jika dia baru menikah dengan Fahrul dan sudah bercerai dalam jangan hitungan bulan.
Fahrul baru pulang dari kantor, dia menghampiri Adiba yang masih berada di dapur.
"Diba, segera bersiap dan kita akan pergi makan malam diluar."
Adiba menghentikan aktivitasnya, dia mencuci tangan hingga bersih dan membalikkan badan menghadap Fahrul.
"Tumben, Mas. Memangnya ada acara apa?"
"Tidak perlu banyak tanya, lakukan saja perintahku dan kamu juga akan tahu nanti." Fahrul berjalan pergi dari dapur.
Adiba menatap nanar kepergian Fahrul, tidak ada hal romantis selama dua bulan terakhir ini dan sekarang Fahrul mengajaknya makan malam diluar. Adiba tidak ingin memiliki firasat buruk kepada sang suami.
Fahrul meletakkan baju gaun yang sangat seksi berwarna merah di atas ranjang, dia sengaja membelinya untuk wanita seperti Adiba.
"Mas, baju siapa ini?" Adiba bertanya saat dia baru saja selesai mandi.
"Pakai saja, aku sengaja membelinya untukmu."
"Tapi, Mas—" ucapan Diba terpotong dengan cepat.
"Pakai saja! Kenapa harus banyak bertanya? Bukankah kamu sudah terbiasa memakai pakaian seperti itu?" Fahrul membentak Adiba.
Adiba terlonjak kaget, bahkan tubuhnya hampir limbung kebelakang.
Fahrul keluar dari kamar, tetapi baru beberapa langkah dirinya berhenti dan mengingat sesuatu.
"Berdandan lah secantik mungkin dan jangan mempermalukan aku." perintahnya lalu menutup pintu dengan kencang.
Adiba mengelus dadanya, dia sangat sedih dan jika boleh jujur dirinya tidak ingin hidup berumah tangga seperti ini.
"Semoga aku kuat menjalani semua ini hingga batas kemampuanku." gumam Adiba pelan.
Mereka berdua telah sampai di sebuah cafe dan menempuh perjalanan selama dua puluh lima menit untuk sampai ke cafe itu. Fahrul sudah memesan ruang VVIP, dia bergegas menuju ruangan tersebut sambil menarik tangan Adiba.
"Mas, kenapa kita kesini? Aku pikir kamu akan mengajakku ke restauran," ujar Diba sambil mengikuti langkah Fahrul.
"Diamlah! Kenapa kamu cerewet sekali?" Fahrul menggenggam erat jemari Adiba.
Adiba hanya meringis menahan sakit.
Setelah sampai di ruang VVIP, ternyata disana sudah ada seorang pria yang duduk di sofa ditemani oleh wine di botol dan gelas.
"Selamat malam, Tuan Fahrul. Aku sudah menunggu Anda dan akhirnya Anda datang juga," ujar pria berusia empat puluh tahun itu sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Maafkan saya karena terlambat datang, Tuan Mark." Fahrul menjabat tangan pria berdarah campuran tersebut.
Mereka pun duduk di sofa, Fahrul segera mengenalkan Adiba.
"Oh ya, perkenalkan ini istri saya namanya Adiba."
Adiba dan Mark berjabat tangan, cukup lama Mark tidak mengurai jabatan itu hingga suara Adiba menyadarkannya.
"Tuan, bisa tolong lepaskan tangan saya?" ujar Diba risih.
Adiba melirik Fahrul yang hanya diam saja dan santai.
"Bagaimana dengan kerjasama kita, Tuan?" Fahrul mulai membuka topik pembicaraan.
"Aku akan memikirkannya terlebih dahulu," ucap Mark.
"Tapi, bagaimana dengan penawaran saya, Tuan Mark? Jika Anda setuju bekerjasama maka Anda akan mendapatkan sesuatu yang kita sepakati tempo hari." Fahrul menyandarkan tubuhnya di sofa, dia melirik Adiba sekilas yang belum memahami situasi.
Mark terdiam, dia menatap Adiba dari atas sampai bawah.
"Apa sudah pasti dia mau?"
Adiba mengerutkan dahi, dia dari tadi hanya bingung menyimak obrolan suami dan pria bule di depannya.
" Ya, tentu saja dia harus mau. Saya suaminya dan dia harus mematuhi ucapan saya. Benarkan, Sayang?" Fahrul melirik tajam ke arah Adiba.
"Benar apanya, Mas? Aku dari tadi tidak memahami apa yang kalian perbincangkan."
"Kamu harus melayani Tuan Mark malam ini!" perintah Fahrul penuh tekanan.
"APA!'' Adiba melotot hingga dia spontan berdiri dari tempat duduknya.
Fahrul dan Tuan Mark ikut berdiri seperti Adiba.
•
•
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sri Puryani
ah ha....istri nya dijual ...fahrul setan lo....adiba jgn diam aja kamu, jgn mau kenapa sih kamu tdk cerita yg sbnrnya
2025-03-12
0