Adiba menatap Fahrul dengan rasa kecewa yang amat dalam, hatinya benar-benar sakit ketika Fahrul memang memandangnya sebelah mata.
"Apa aku serendah itu dimata kamu, Mas? Aku ini istrimu! Apa kamu melupakan itu? Tega kamu menjual istrimu sendiri hanya demi kepentingan bisnis. Aku gak nyangka kamu sejahat ini, Mas." Adiba menahan rasa sesak yang mendera, dia ingin menangis sekencang-kencangnya.
"Apa masalahnya, Adiba? Bukankah kamu sudah terbiasa melayani banyak pria? Kamu itu hanya wanita malam dan ini adalah tugas yang pantas untuk perempuan sepertimu?" Fahrul menunjuk wajah Adiba.
"Lebih baik kita bercerai daripada aku harus menuruti keinginan gilamu ini!" bentak Diba sudah dipenuhi emosi.
"Oh, jadi kamu ingin bercerai? Baik, tapi kamu harus melayani Tuan Mark terlebih dahulu sebelum aku menjatuhkan talak! Jika kamu tidak mau, maka aku tidak akan pernah menceraikanmu." ucap Fahrul dengan keseriusan.
"Enggak, aku gak mau!" Adiba segera pergi menuju pintu keluar, dia berlari dan hal itu membuat Fahrul juga Mark keteteran.
"Bagaimana ini, Tuan Fahrul?" Tuan Mark menjadi bingung dan tidak terima.
"Tuan, Anda tenang saja. Saya pastikan wanita itu akan kembali menemui Anda," Fahrul menghubungi dua anggotanya, dia meminta kepada dua anak buah itu untuk mengikuti jejak Adiba.
Fahrul sengaja membayar seseorang untuk berjaga di dekat mobilnya, dia yakin jika hal seperti ini pasti akan terjadi maka dari itu dirinya harus waspada terlebih dahulu.
Kedua pria itu melihat Adiba yang baru saja keluar dari cafe, terlihat Diba menyandarkan tubuhnya di badan mobil. Dadanya naik turun menandakan dirinya sangat lelah berlari.
"Hei, mau kemana kamu!" teriak salah satu pria itu ketika hampir mendekati Adiba.
Adiba melotot, dia sama sekali tidak mengenal kedua pria tersebut tetapi dia yakin jika pria itu adalah suruhan suaminya.
"Hei, jangan kabur!" teriak pria tersebut kala Adiba berlari pergi.
Mereka mengejar Adiba.
"Sial! Heels ini menyusahkan aku untuk berlari," Adiba membuka heelsnya dan melempar asal.
"Woi, berhenti!"
Adiba menoleh kebelakang, dia berdoa agar bisa selamat dari kejaran pria tersebut. Setelah cukup jauh berlari dari cafe, Adiba tidak sengaja tersandung akar pohon. Tangannya mengeluarkan darah karena tekena ranting tajam, dahinya sedikit terluka akibat benturan kayu besar di depannya. Keadaan malam membuat dia sulit memahami jalan.
"Ya Tuhan, aku sudah lelah." gumamnya sambil berusaha bangkit.
Terlihat kedua pria itu masih berlari mengejarnya dan berteriak meminta Adiba agar berhenti.
Sekuat tenaga Adiba berdiri, dia berlari meskipun tangan dan kakinya sakit. Sebuah mobil melaju sedikit kencang dan hampir menabrak Adiba.
"By!" pekik Vania terkejut kala ada seorang wanita yang ingin menyeberang jalan.
Alex menginjak pedal rem sangat dalam, dia bersyukur karena wanita tadi tidak tertabrak oleh mobilnya.
"By, apa perempuan tadi manusia?" tanya Vani takut karena jalanan cukup sepi.
"Sepertinya iya, tapi kenapa dia berlari di tengah jalan?" Alex melihat ke kaca spion.
Hal itu diikuti oleh Vania dan sesaat kemudian mata Vani melotot karena dia tanpa sengaja melihat wajah wanita itu ketika menoleh kebelakang.
"Adiba?" gumamnya lirih.
Vani bergegas turun dari mobil, dia mengejar wanita yang diyakini itu adalah sahabatnya. Sementara kedua pria tadi, mereka berhenti ketika dari kejauhan melihat mobil yang tidak melaju.
"Kita pergi saja, itu mobil pasti berhenti karena melihat ja*la*ng tadi berlari."
Keduanya pergi dari tempat itu.
"ADIBA!" teriak Vania dengan kencang.
Adiba spontan menghentikan langkahnya, dia mematung karena sangat mengenal suara itu. Perlahan dirinya membalikkan badan, dia dapat melihat wajah seseorang yang memanggilnya, dia menatap wajah itu lewat sorotan lampu jalan.
"V—vania?" Adiba berkata lirih sambil berlari ke arah Vania begitupun dengan Vani.
Setelah jarak dekat, keduanya saling menatap dan lelehan air mata tergambar di wajah mereka. Sepasang sahabat itu saling berpelukan.
"Diba, kamu kemana saja selama ini? Aku benar-benar sangat menghawatirkan dan merindukanmu," ujar Vani tulus dari hati.
Adiba terisak, dia masih memeluk tubuh Vani dengan erat.
"Aku juga sangat merindukanmu, sahabatku."
Pelukan terurai.
Vania menangkup wajah Adiba, dia menatapnya dan terdapat luka lebam dan luka goresan disana.
"Diba, apa yang terjadi denganmu?" Vani sangat khawatir.
"Vani, aku —" ucapan Diba terhenti karena dia melihat sosok Alex yang tak jauh dari mereka berdiri .
Vania sadar dengan apa yang Adiba pikirkan.
"Diba, dia suamiku. Alex," ucap Vani menjawab pertanyaan Adiba yang ada di dalam hati.
"Vani, untung saja ada kamu. Jika tidak, maka aku tidak tahu bagaimana nasibku saat ini," ujar Diba dengan rasa terima kasih.
"Sudahlah, kamu tenang dulu. Aku penasaran dengan keadaanmu tetapi sebaiknya kita berbicara nanti saja. Bagaimana, jika kamu ikut dengan kami?" tawar Vania karena dia tidak tega melihat sahabatnya seperti ini.
Adiba melirik Alex sejenak, dia merasa tidak enak jika harus menjadi beban untuk sahabatnya.
"Aku, aku—"
"Tidak perlu berpikir panjang ataupun sungkan," Vania langsung menarik tangan Adiba menuju mobilnya.
Sesampainya di mobil, mereka langsung masuk dan pergi dari sana.
Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, akhirnya sampailah mereka di kediaman Vania.
"Ayo masuk," Vani tersenyum dan menggandeng tangan Adiba.
Mereka masuk ke rumah lalu langsung duduk di sofa.
"Diba, apa sekarang kamu sudah tenang?" Vani menggenggam jemari Adiba.
"Terima kasih atas bantuan kamu, Vania. Aku bersyukur karena setelah sekian lama akhirnya takdir mempertemukan kita kembali," Adiba membalas genggaman tangan Vania.
"Kita ini sahabat, kamu tidak perlu mengucapkan terima kasih. Sudah sepatutnya aku menolong sahabatku jika dia sedang dalam masalah," Vania mengelus pundak Adiba, dia heran karena gaya berpakaian Adiba sangat berbeda dengan dulu.
"Diba, kenapa kamu berpakaian seperti ini?" tanya Vani.
Adiba menghela napas. "Ini semua sudah lama terjadi, Vania."
"Apa maksud kamu? Ceritakan padaku dan mengapa tadi kamu malam-malam berlari seperti itu di tengah jalan?"
"Aku akan menceritakan tentang kisah hidupku, tetapi setelah itu aku mohon jangan menjauhiku."
Vania menganggukkan kepalanya, dia menajamkan indera pendengaran untuk tahu kisah Adiba setelah mereka berpisah.
Di tempat lain.
Fahrul terlihat sangat marah dan murka, dia melemparkan semua barang yang ada di atas meja ruang kerjanya.
"Sial! Sialan! Dasar perempuan murahan, aku pasti akan mencarimu hingga ketemu. Lihat saja jika aku sudah bertemu denganmu, aku pasti akan memberikan pelajaran yang tidak pernah bisa kamu lupakan! Argh!" Fahrul berteriak seperti orang gila.
Entah apa yang dia pikirkan saat ini, dirinya hanya bisa menganggap Adiba sebagai wanita murahan padahal sejatinya Adiba sudah bertobat. Diba bahkan nekad pergi ke kota untuk mencari pekerjaan halal dan meninggalkan dunia malamnya.
•
•
•
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Junida Susilo
Gak jelas Fahrul...mumet 😵 klw suami kayak gini,masak istri disuruh melayani laki laki lain...jangan menghakimi masalalu orang lain,bisa jadi saat dia bertobat pertaubatan nya pertaubatan nasuha,doa doa nya melangit mengetuk pintu surga... seharusnya suami menjadi pembimbing dan pelindung istri, bukan menjerumuskan istri kedalam jurang kenistaan dan kemaksiatan,bila kau tak menginginkan nya,cerai kan jatuh kan talak pada nya...saat dia menjadi wanita malam pun dia tidak pernah melahirkan diri😔
2023-02-06
2