Ternyata Bukan Dia

Happy reading

Akhirnya malam pun tiba, Varo sudah memutuskan apa yang harus ia ambil. Ia memutuskan untuk menemui keluarga wanita yang akan dijodohkan dengannya.

Dalam perjalanan Varo tampak berulang kali menghela nafasnya. Entah kenapa ia jadi gugup seperti ini padahal ia hanya menatap maps yang ada di ponselnya itu.

Hal yang tak biasa terjadi dalam dirinya. Varo bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah keputusannya benar.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Seharusnya Ia datang jam tujuh malam tadi, tapi karena iya harus mempertimbangkan banyak hal akhirnya Varo memutuskan untuk berangkat jam segini. Lagipula ini hanya makan malam biasa baginya, ia hanya akan melihat wanita yang nanti akan dijodohkan dengan dirinya.

****

Sedangkan di rumah utama keluarga Shena, Bunda Dena memanggil Shena yang sedang berada di kamar.

"Sayang keluarga calon suami kamu sudah datang, ayo turun. Kita sambut mereka," ajak Bunda Dena putrinya yang ada di depan cermin itu.

Sena duduk di kursi meja rias menatap pantulan dirinya di cermin itu, gadis 29 tahun itu dengan dress selutut berwarna abu abu itu. Sangat cocok di tubuhnya yang putih, ya walau apapun yang ia pakai memang selalu cocok dengan tubuhnya.

"Ma, apa ini sudah keputusan yang tepat untuk Shena?" tanya Shena pada Bundanya.

Wanita yang sudah melahirkannya itu tanpa mengulas senyum di wajahnya yang masih cantik walau usianya sudah tak lagi muda.

"Bunda yakin ini keputusan yang tepat untuk kamu. Bunda ingin melihat kamu menikah sebelum bunda tiada," ucap Bunda Dena dengan nada sedih.

Keinginan dia dan suaminya hanya ingin melihat anak-anaknya bahagia dengan pasangannya masing-masing. Shena adalah anak ketiganya yang belum menikah padahal usianya sudah 29 tahun.

Sedangkan anak bungsunya masih 20 tahun, dan sekarang masih mengenyam bangku kuliahnya. Lagipula anak bungsunya itu sudah menerima perjodohan yang Mama Dena lakukan dengan anak baik yang menolong dirinya dulu.

Dan sekarang gadis penolongnya itu dan anak bungsunya juga sedang menjalin hubungan.

"Bunda jangan ngomong begitu Shena gak mau kehilangan Bunda atau Ayah. Shena janji akan membahagiakan kalian, jika dengan menerima perjodohan ini kalian akan bahagia. Shena akan menerimanya, Bunda," ucap Shena memeluk tubuh sang bunda yang ada di sampingnya.

"Bunda jangan ngomong begitu, Shena yakin kalian akan berumur panjang hingga melihat cucu-cucu kalian lahir di dunia ini," tambah Shena dangan tulus.

Shena memang satu satunya anak perempuan di keluarga mereka. Bahkan setelah lahirnya Gazi Bunda selalu mendambakan anak laki perempuan lagi. Tapi karena ayah Andra yang tak membiarkan istrinya hamil lagi, Ayah terlalu takut untuk kehilangan istrinya karena melahirkan anak mereka.

Alhasil mereka hanya mempunyai empat ana tiga laki-laki dan satu perempuan. Shena memang princess di dalam keluarga mereka. Tak ayal kedua kakak dan adiknya sangat posesif pada dirinya.

"Bunda senang kamu menerima perjodohan ini. Bunda dan ayah ingin melihat kamu menikah dan Bunda bisa memiliki cucu dari kamu," Bunda tersenyum menatap sang anak.

Setelah perbincangan itu Bunda dan Shena keluar dari kamar bernuansa biru laut itu. Shena menggandeng tangan bundanya turun ke lantai bawah.

Ternyata di lantai bawah sudah ada tiga orang dewasa, satu anak kecil, dan satu bayi.

Shena menatap laki-laki yang sedang memangku bayi berbando pink itu. Apakah laki-laki itu yang akan dijodohkan dengan dirinya. Apakah ia harus menikah dengan seorang duda yang memiliki dua anak.

Walau Shena suka dengan anak-anak tapi rasanya ia belum siap jika harus memiliki anak yang sudah sebesar itu.

Tanpa Shena sadar ia sudah menggenggam erat lengan bundanya hingga membuat Bunda Dena menatap putrinya yang menatap lurus ke depan, ke arah para keluarga yang sedang berkumpul.

"Tenang saja sayang Bunda yakin ini yang terbaik untuk kamu ke depannya. Bunda sudah mengenal laki-laki yang akan menjadi calon suami kamu. Ayo," ajak Bunda menggenggam lembut tangan putrinya yang menggenggam lengannya tadi.

Keduanya berjalan menuju keluarga yang sedang berkumpul. Dengan sopan Shena menyalami keluarga yang terlihat sangat asing di matanya.

"Anak cantik sekarang sudah besar ya. Gak terasa kamu akan menjadi menanti mama, Mama masih ingat saat kamu masih berusia 6 tahun," ucap Mama Sindi memeluk Shena yang kebingungan.

Sena hanya tersenyum dan mengangguk kemudian dia menyalami laki-laki yang mamangku bayi perempuan itu. Laki-laki itu tersenyum kepada Shena kemudian meminta anak-anaknya untuk menyalami Shena juga.

"Ayo salim dulu sama Tante," ucap Laki laki itu pada anak anaknya yang duduk dekat dengannya itu.

Dengan patuh anak laki-laki itu langsung menyalami Shena begitupun dengan bayi yang dipangku laki-laki itu.

"Gemes banget sih," batinnya seraya mencubit pipi anak laki-laki itu dengan lembut.

Kemudian Shena berjalan ke sungai yang masih kosong. Shena sempat melihat kedua kakaknya yang hanya tersenyum saja melihat ia terdiam.

"Perkenalkan nama, nama Mama Sindi. Kalau ini Papa Nendra. Nah kalau yang sedang mangku bayi perempuan itu adalah Toni."

"Salam kenal saya Shena."

Shena hanya terdiam mendengar apa yang dikatakan para orang tua. Mereka saling ngobrol tapi tidak dengan Shena gadis berusia 29 tahun itu malah fokus dengan lantai marmer yang ada di bawah. Entahlah kenapa ia mendadak gugup saat duduk di ruangan ini.

Apa iya, ia harus menikah dengan duda. Begitulah pikiran yang muncul di dalam dirinya.

"Cucunya cantik cantik ya, Mbak."

"Iya, cucu kamu juga."

Tak lama keluarlah seorang perempuan dari arah belakang, perempuan itu langsung duduk di samping laki-laki yang sedang memangku bayi perempuan itu.

Shena bisa melihat tatapan penuh cinta dari laki-laki itu. Pikirannya kembali bercampur ketika melihat wanita itu kembali tersenyum menatapnya.

"Halo, kamu pasti Kak Shena kan?" tanya wanita itu.

"Iya saya Shena."

"Gak usah formal gitu Kak, aku Viola ini adiknya kak Varo nah yang ada di sampingku ini adalah suami aku. Ini juga anak anak aku," ucap wanita itu dengan senyum.

Rasa lega itu menyeruak dalam hati Shena. Wanita itu lega ternyata apa yang ada di pikirannya tidak benar, iya tak akan menjadi istri yang kedua. Karena tadi Ia berpikir ia akan menjadi madu wanita yang datang dari toilet itu.

"Halo."

Mereka tersenyum melihat interaksi antara Shena dan Viola. Shena yang sudah dari tadi diam sudah mulai banyak bicara walau hanya kepada Viola dan sesekali menjawab apa yang ditanyakan oleh para ketua yang ada di sana.

"Maaf ya Mbak, Mas, Shena. Varo sedang dalam perjalanan. Mungkin sebentar lagi dia datang," ucap Papa Nendra.

Mereka mengangguk karena tahu kesibukan anak mereka masing-masing. Tak lama pintu rumah itu berbunyi suara bel. Bibi yang memang ada di sana langsung membukakan pintu dan terlihatlah laki-laki yang masih menggunakan jas kantor itu.

Sena yang mendengar suara bel tadi langsung diam dan menunduk. Iya tak tahu harus berbuat apa untuk saat ini.

"Nah itu dia Varo sudah datang."

"Maaf semuanya saya terlambat, di jalan macet tadi."

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!