Vivian terkejut saat mendengar perkataan sang kakak yang meminta pria itu mengantarnya ke sekolah.
"Ngga mau, kak. aku ngga mau di antar sama dia!" ucap Vivia dengan menunjuk pria itu yang tidak lain adalah Revin.
"Hey Bocil, Kamu fikir aku mau antar kamu gitu, tentu saja tidak mau!" ucap Revin dengan menatap Vivian kesal.
"Vivi, Jika kamu tidak di antar oleh Revin, terus siapa lagi, kamu 'kan tidak boleh terlambat hari ini!" ucap Carlos membuat Vivian mengembulkan pipinya kesal.
Carlos menghembuskan nafasnya kemudian menatap Revin di hadapannya yang masih setia di atas motornya.
"Vin, kali ini aku minta tolong ya, antar Vivian ke sekolahnya," ucap Carlos meminta bantuan sahabatnya itu.
Revin menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan nafasnya kasar.
"Naik!" ucap Revin dengan malas, jika bukan karna Carlos meminta bantuannya dengan raut wajah yang begitu memelas, mana mau Revin mengantar Vivian.
Vivian menghentakkan kakinya kemudian berjalan mendekati motor Revin dan naik dengan mencengkram bahu Revin kuat.
Revin tersentak saat Vivian naik ke motor dan mencengram bahunya dengan sekuat tenaga.
Setelah naik, Vivian menyilang tangannya di depan dada tidak berniat untuk berpengang pada Revin.
"Pengangan, entar kamu jatuh, bocil," ucap Revin yang semakin membuat Vivian kesal dan bersikap seolah-olah tidak mendengar ucapan Revin.
Revin menghembuskan nafasnya kasar tidak ambil pusing dengan Vivian yang tidak mau berpengang padanya.
Revin memakai helmnya dan menyalakan mesin motornya lalu berpamitan dengan Carlos.
"Aku duluan," ucap Revin dan Carlos pun mengangguk sementara Vivian masih dengan posisinya menyilangkan tangannya di depan dada.
Revin melajukan motornya dengan kecepatan sedang hingga menjauh dari Carlos yang mulai menelfon seseorang untuk mengambil motornya.
Di tengah perjalan yang awalnya normal-normal saja dengan kecepatan yang masih sedang yaitu 30 km perjam.
Vivian masih dengan posisinya menyilangkan tangan di depan dada sama sekali tidak berniat untuk berpengangan pada Revin hingga tiba-tiba Revin melajukan motornya dengan cepat membuat Vivian tersentak dan refleks memeluk pinggang Revin.
Revin berjalan santay hingga tiba-tiba sebuah motor menyalip motornya membuat Revin kesal dan seketika menancap gas melupakan jika Vivian ada di boncengannya.
Revin tersadar saat tiba-tiba sebuah tangan mungil melingkar di pinggangnya membuatnya mengerem motornya tepat di tepi jalan.
'Astaga! aku lupa ada bocil di belakang,' ucap Revin dalam hati saat sudah menghentikan motornya di tepi jalan.
Vivian segera melepaskan tangannya dari pinggang pria gila di depannya dan kemudian memukul keras punggung Revin.
"Dasar gila! kamu mau bunuh aku ya, dasar cowok gila!" ucap Vivian memukul punggung Revin lebih tepatnya ransel Revin.
"Maaf, aku lupa. makanya kalau di suruh pengangan itu jangan ngenyel, 'kan hampir aja kamu jatuh," ucap Revin membuat Vivian menghentikan tangannya kemudian mengerang kesal.
Revin kembali menyalakan mesin motornya dan Vivian melingkarkan tangannya di pinggang pria gila yang hampir membuatnya celaka.
Revin segera melajukan motornya menuju ke sekolah Vivian.
* * *
Sepuluh menit kemudian.
Revin menghentikan motornya tepat di depan gerbang sekolah Vivian. Vivian segera turun dari motor Revin dan segera berjalan memasuki gerbang sekolahnya tanpa mengucapkan terima kasih membuat Revin berteriak.
"HEY BOCIL! UCAP TERIMA KASIH KEK, MAIN PERGI AJA," teriak Revin membuat Vivian menghentikan langkahnya dan mengepalkan tangannya karna kesal.
Semua orang menatap ke arah Revin yang berada di atas motor masih memakai helmnya dan Vivian yang sudah berada di depan gerbang dan selangkah lagi masuk ke dalam sekolah.
Vivian mengertakkan giginya kesal kemudian menoleh lalu berteriak.
"DASAR COWOK SINTI*G!" ucap Vivin dan segera masuk meninggalkan Revin yang terkejut.
Revin terdiam mendengar ucapan Vivian dan memilih untuk mengatur nafasnya karna kesal yang sudah sampai di ubun-ubun.
"Bocil sia**n," ucap Revin kemudian menyalakan mesin motornya lalu segera meninggalkan sekolah Vivian menuju sekolahnya.
* * *
Sementara itu, Revan tiba di parkiran sekolahnya setelah tadi mengantar Reana ke sekolahnya.
Revan turun dari motornya setelah membuka helmnya lalu berjalan ke arah kelas untuk segera menyandarkan punggungnya di kursinya.
Revan tiba di lapangan basket dan tiba-tiba sebuah bola basket melayang ke arahnya dan dengan sigap Revan mengangkap bola itu dengan satu tangan tanpa menoleh ke arah bola itu.
Para siswa yang bermain basket yang berjumlah 5 orang, terdiam saat melihat bola yang tidak sengaja terpental hingga hampir mengenai siswa terpintar di sekolah.
Dengan santay Revan membuang bola basket itu ke arah ring dan masuk membuat ke lima siswa itu terkejut dengan mulut yang terbuka.
Dengan jarah yang bisa di bilang sangat jauh, Revan mampu memasukkan bola ke ring dan membuat para siswi histeris seketika.
Revan mengabaikan teriakan para siswi dan memilih untuk masuk ke dalam kelasnya.
Revan duduk di kursinya dengan Reon yang sudah sedari tadi masuk ke kelas.
"Ada apa?" tanya Reon saat Revan duduk di kursi di sampingnya.
"Tidak ada," ucap Revan singkat membuat Reon hanya mampu menghembuskan nafasnya karna tau jika sahabatnya itu tidak akan menceritakan apa pun padannya jika berada di sekolah.
Bel masuk kelas berbunyi dan para siswa dan siswi segera masuk ke kelas masing-masing.
Saat ini seorang guru matematika sedang menerangkan di kelas membuat Revan menghembuskan nafasnya malas.
Revan sudah mengetahui semua rumus matematika yang di terangkan di kelasnya dan itu membuatnya bosan jika harus mendengarnya lagi.
Revan berharap agar kelas segera berakhir agar ia bisa segera keluar dan menyengarkan fikirannya karna pusing untuk persiapan nanti malam dimana sang ibunda tercinta akan merayakan ulang tahunnya.
Waktu yang di tunggu Revan pun tiba, Revan dan Reon segera keluar dari kelas berjalan ke arah kantin hingga tiba-tiba Revan menghentikan langkahnya di ruang latihan musik dan melihat sebuah gitar.
Revan masuk membuat Reon terdiam kemudian mengikuti sahabatnya itu masuk ke dalam ruangan itu.
Revan mengambil gitar itu dan kemudian duduk lalu memainkan gitar itu dengan memejamkan matanya.
Di tengah ke asyikan Revan bermain gitar dan Reon yang duduk dengan merekam aksi sahabatnya itu yang jarang-jarang bisa ia lihat dan dengar.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memuji permainan gitar Revan membuat Revan seketika menghentikan tangannya yang sedang memetik senar gitar.
"Permainan yang bagus," ucap siswi itu dengan bertepuk tangan untuk Revan.
Revan menatap siswi itu yang tersenyum manis padanny, Revan menyimpan gitar itu kembali ke tempatnya dan kemudian meninggalkan ruangang itu.
Revan keluar melewati siswi itu yang terdiam tidak mampu berbicara.
Setelah kepergian Revan dan Reon siswi itu sedikit memiringkan kepalanya bingung.
"Apa aku melakukan kesalahan, aku 'kan hanya memuji permainan gitarnya," ucap siswi itu pada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
💕Řëńà&Ŕèšțî💕
itu jodoh revan bukan ya
2020-09-12
1
R Ni
astaga bocil😂😂😂
2020-07-07
3
Rizna Aftha
kyx itu calonnya revan dech🤔🤔🤔
2020-07-03
4