Our High School
"Ayaaa..aya..aya..ayaa"
Suara teriakan Haira memenuhi ruang kamar bernuansa putih dengan lampu-lampu hias yang masih menyala. Sementara gadis yang dipanggil Aya itu masih bergumul dengan selimutnya sambil menggeliat saja.
"Heh, banguuunn..ini udah jam berapa?" seru Haira sambil mengeluarkan baju seragam sekolah berwarna putih dengan bawahan rok bercorak kotak-kotak.
"Nih anak ya, bisa santai banget padahal ini hari penting" gerutu Haira kesal sebab kakaknya susah sekali dibangunkan dari tidurnya.
Arundaya, gadis yang sedari tadi bergumul dengan selimutnya, kini sudah bangun dan duduk di atas kasurnya yang empuk. Matanya masih mengerjap dan rambutnya acak-acakan. Haira yang melihat pemandangan itu, hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas.
"Sudah bangun, Nyonya?"
Aya hanya tersenyum meringis seraya menyingkap selimutnya. Dia bergegas menuju kamar mandi dan memulai aktifitas. Sedangkan Haira sudah selesai membantu menyiapkan seragam kakaknya dan untuk dia sendiri.
"Kak, aku berangkat duluan ya, Dipa udah jemput" teriak Haira sambil berlalu keluar rumah.
Aya yang mendengarnya buru-buru keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah.
"Yaaahh.." teriak Aya kesal melihat seragamnya berlubang di bagian yang fatal.
Tanpa pikir panjang dia langsung mengambil kain karakter yang ia beli dari toko kemarin dan mulai menjahitnya. Agak aneh dan tidak cocok namun tetap ia paksakan.
"Huh, kenapa harus berlubang hari ini sih, kenapa nggak besok aja gitu" gerutunya konyol.
"Jangan-jangan ini pertanda buruk, hiihh"
Tersadar jam dinding sudah menunjukkan pukul 7.05 pagi, Aya memburu langkahnya menuju halte bis. Ia terus saja menggerutu sepanjang jalan karena kesal dengan adiknya yang meninggalkan dia sehingga dia semakin terlambat.
Beruntungnya ada ojek online yang mangkal di dekat rumahnya. Area rumah Aya memang dekat dengan pertokoan, sehingga banyak ojek online yang mangkal di sekitar pertokoan itu. Tanpa pikir panjang Aya langsung menghampiri salah satunya dan memintany mengantar ke sekolah.
"Telat ya, Neng?" kata abang ojeknya terkekeh.
"Iya, Bang. Agak cepat ya" balas Aya singkat.
Berkat kesigapan abang ojeknya, akhirnya Aya tiba di sekolah tepat waktu, tepatnya sebelum gerbang ditutup. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Aya berlari menuju gerbang yang hampir tertutup seluhnya. Namun ia justru dicegat oleh penjaga gerbang sekolah.
"Pak, pakk, pakk, jangan ditutup dulu, saya mau masuk" seru Aya dengan nafasnya yang tersengal karena berlari.
"Ini sudah jam berapa, Nduuk Aya" kata Pak Teguh penjaga sekolah.
"Saya kesiangan, Pak Teguh. Tolong bukain dong, hari ini ada ujian"
"Nahh..nahh..udah tahu hari ini hari penting, kok malah telat to, Nduk?" Pak Teguh terkekeh melihat tingkah Aya yang terus melihat jam di tangannya.
"Yowis, yowis, cepet masuk" akhirnya Pak Teguh membukakan pintu gerbangnya untuk Aya.
Setelah berterimakasih Aya berlari secepat yang dia bisa menuju ruang kelasnya. Ia bernafas lega saat melihat gurunya tak ada di ruang kelas. Jam ujian memang dimulai pukul 09.00 pagi, tapi semua siswa diminta datang tepat pukul 07.00.
"Fiuuh..untung aja belum ada gurunya" kata Aya lega.
"Ay, kamu dipanggil Pak Hanif tuh di kantor" seru seseorang yang berteriak dari sudut kelas.
"Hah? Duh mati gue" batin Aya.
Aya pun langsung bergerak menuju kantor guru sambil membatin apa yang akan gurunya katakan nanti. Mungkin dia akan dapat hukuman karena telat.
"Ah masa iya, telat dikit doang" ucap Aya lirih.
Brukk
"Eh sorry.."
Aya menabrak seseorang di depan pintu masuk ruang guru dan segera meminta maaf padanya. Tapi orang itu hanya menatapnya sebentar dan melengos masuk ruangan tanpa mengatakan sepatah kata pun.
"Hish, kurang ajar banget tuh orang" gerutu Aya.
Ia melangkah menuju meja wali kelasnya. Disitu Pak Hanif sudah menunggunya dengan tangan yang dilipat di dada.
"Bapak memanggil saya?" tanya Aya sopan.
"Iya, kamu bisa bantu saya?"
Aya mengernyit, bukannya dia disini untuk dihukum karena telat di hari ujian, tapi pak Hanif malah meminta bantuannya.
"Kamu bantu dia" kata pak Hanif sambil menunjuk ke arah anak laki-laki yang berdiri di dekat lemari buku.
Aya menengok ke arah yang ditunjuk Pak Hanif, dan ternyata anak itu adalah anak yang ia tabrak di depan pintu tadi.
"Hah, dia? Si kurang ajar tadi?" batin Aya dongkol
"Bantu dia bersihin aula olahraga" lanjut Pak Hanif.
"Tapi kenapa harus saya, Pak?" tanya Aya protes.
"Kamu telat lagi kan hari ini? Udah, jangan protes dan tanya terus, segera kerjakan setelah jam ujian selesai" pungkas wali kelasnya itu.
Aya kehilangan semangatnya. Ternyata dia tetap dipanggil untuk dihukum. Dan jengkelnya dia harus menjalani hukumannya bersama seseorang yang bahkan tidak dia kenal.
Cowok itu kemudian menghampiri Aya dan mengulurkan tangannya.
"Gue Daffin.." ucap cowok yang bernama Daffin Madaharsa itu mengenalkan dirinya.
Aya tidak menjawab dan hanya melihat uluran tangan Daffin dengan tatapan sinis. Dia masih kesal dengan sikap Daffin saat bertabrakan dengannya tadi.
"Bukannya lo harus minta maaf duluan ya daripada kenalan?" jawab Aya ketus.
Daffin yang memang sudah menduga jawaban apa yang akan keluar dari mulut Aya, langsung menarik tangannya lagi dan memasukkannya di saku celana.
"Gue tunggu di aula, jangan telat" perintahnya sambil meninggalkan ruang guru.
Aya ingin sekali memukul si Daffin, bahkan tangannya sudah terangkat ke udara. Tapi begitu mendengar bunyi bel, dia bergegas berlari kembali ke kelasnya karena ujian sebentar lagi akan dimulai.
Hari ini memang hari pertama ujian tengah semester. Dan meskipun Aya tidak tergolong murid yang pandai tapi dia sangat memperhatikan ujian. Dia terlambat karena dia berusaha belajar meskipun ujung-ujungnya tetap tertidur.
Akhirnya ujian hari pertama pun selesai. Banyak anak yang mengeluh betapa sulitnya soal yang ada di kertas ujian tadi, termasuk juga Aya. Dia lemas begitu tahu jawabannya banyak yang salah saat mencocokkan lembar jawaban bersama anak-anak tim oncer alias otak encer. Dia memprediksi kali ini nilainya akan turun.
"Alamat diomelin Bapak nih" gumam Aya.
"Ay, dicari tuh" seru Devina, ketua kelas Aya sambil menunjuk ke arah luar kelas.
"Huh, gue lupa.."
Dia sebenarnya malas bertemu dengan si cowok brengsek yang tadi, tetapi apa boleh buat karena ini adalah hukuman. Dia menghampiri Daffin yang sudah berdiri di dinding depan kelasnya dan menjadi tontonan murid lain.
"Tahu darimana kelas gue disini?" tanya Aya sinis.
Ia juga heran kenapa banyak yang lalu lalang di depan kelasnya saat itu. Begitu dia melihat Daffin dari atas sampai bawah, dia mengerti dan hanya menggelengkan kepala.
"Buruan, banyak yang harus dikerjakan" kata Daffin sambik melangkah membuyarkan pose menunggu ala foto model yang ia pasang sembari menunggu Aya keluar dari kelas.
Aya tersenyum mengejek dan hanya mengikutinya tanpa banyak bicara. Sesampainya di aula olahraga, Aya terkejut karena banyak sekali bola dan alat olahraga lainnya yang berserakan di lantai. Mulutnya ingin berteriak komplen tapi Daffin langsung membungkam mulutnya dan menarik Aya ke balik tembok.
"Sshh.." ucap Daffin lirih sambil memberi kode pada Aya untuk diam.
Sementara Aya masih meronta minta dilepaskan dari 'pelukan' Daffin. Tapi pada saat yang bersamaan dia mendengar sebuah suara dari dalam aula.
"Gimana, dilakuin sekarang aja? Keburu ada orang" satu suara terdengar samar dari kejauhan dibarengi suara rintihan kesakitan dari suara seseorang yang lain.
Akhirnya Daffin melepas tangannya dari mulut Aya yang sudah gelagapan. Daffin mengintip dari balik tembok tempat mereka bersembunyi dan melihat ke arah bagian dalam aula.
Disana mereka melihat seseorang dengan luka di sekujur tubuhnya sedang terduduk sambil menangis. Sedangkan ada tiga anak lainnya yang berdiri di depan anak yang terluka.
"Bukankah kita harus menolong dia?" ucap Aya lirih di belakang Daffin.
"Tidak, kita harus pergi dari sini" Daffin menarik tangan Aya dan membawanya keluar dari aula olahraga.
"Kita harus menolong anak itu, Fin" teriak Aya.
Daffin menghentikan langkahnya setelah yakin bahwa mereka telah jauh dari area aula.
"Mereka pengedar" jawab Daffin.
"What? Apa maksudnya pengedar? Mereka bukan murid di sini?" tanya Aya sambil memelankan suaranya. Ia berusaha mengontrol rasa kagetnya.
"Mereka biasa menyelinap di saat seperti ini. Mereka akan membuat anak-anak sekolah menjual obat dan menjadi kurir. Begitulah cara mereka menjerat anak-anak yang butuh bantuan mereka" jelas Daffin.
"Tapi, kenapa tidak ada yang lapor sama guru?"
"Percuma, karena mereka punya koneksi dengan salah satu oknum guru biasanya" Daffin menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.
"Wait, tapi kamu..bagaimana lo bisa tahu semua ini?" tanya Aya curiga.
Daffin tidak langsung menjawab pertanyaan Aya. Berkali-kali dia menunduk dan memejamkan matanya, sampai akhirnya dia menjawab..
"Karena aku pernah menjadi salah satu dari mereka"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
monocaaa
kenapa kamu jadi salah satu dari mereka Fin.. 😱
2023-02-09
1
monocaaa
Hem.. apakah yg terjadi selanjutnya
2023-02-09
0
☘💚Efa Vania💚☘
semangat thoor. up trs!🤩
2023-02-07
2