NovelToon NovelToon

Our High School

First Meet

"Ayaaa..aya..aya..ayaa"

Suara teriakan Haira memenuhi ruang kamar bernuansa putih dengan lampu-lampu hias yang masih menyala. Sementara gadis yang dipanggil Aya itu masih bergumul dengan selimutnya sambil menggeliat saja.

"Heh, banguuunn..ini udah jam berapa?" seru Haira sambil mengeluarkan baju seragam sekolah berwarna putih dengan bawahan rok bercorak kotak-kotak.

"Nih anak ya, bisa santai banget padahal ini hari penting" gerutu Haira kesal sebab kakaknya susah sekali dibangunkan dari tidurnya.

Arundaya, gadis yang sedari tadi bergumul dengan selimutnya, kini sudah bangun dan duduk di atas kasurnya yang empuk. Matanya masih mengerjap dan rambutnya acak-acakan. Haira yang melihat pemandangan itu, hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas.

"Sudah bangun, Nyonya?"

Aya hanya tersenyum meringis seraya menyingkap selimutnya. Dia bergegas menuju kamar mandi dan memulai aktifitas. Sedangkan Haira sudah selesai membantu menyiapkan seragam kakaknya dan untuk dia sendiri.

"Kak, aku berangkat duluan ya, Dipa udah jemput" teriak Haira sambil berlalu keluar rumah.

Aya yang mendengarnya buru-buru keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah.

"Yaaahh.." teriak Aya kesal melihat seragamnya berlubang di bagian yang fatal.

Tanpa pikir panjang dia langsung mengambil kain karakter yang ia beli dari toko kemarin dan mulai menjahitnya. Agak aneh dan tidak cocok namun tetap ia paksakan.

"Huh, kenapa harus berlubang hari ini sih, kenapa nggak besok aja gitu" gerutunya konyol.

"Jangan-jangan ini pertanda buruk, hiihh"

Tersadar jam dinding sudah menunjukkan pukul 7.05 pagi, Aya memburu langkahnya menuju halte bis. Ia terus saja menggerutu sepanjang jalan karena kesal dengan adiknya yang meninggalkan dia sehingga dia semakin terlambat.

Beruntungnya ada ojek online yang mangkal di dekat rumahnya. Area rumah Aya memang dekat dengan pertokoan, sehingga banyak ojek online yang mangkal di sekitar pertokoan itu. Tanpa pikir panjang Aya langsung menghampiri salah satunya dan memintany mengantar ke sekolah.

"Telat ya, Neng?" kata abang ojeknya terkekeh.

"Iya, Bang. Agak cepat ya" balas Aya singkat.

Berkat kesigapan abang ojeknya, akhirnya Aya tiba di sekolah tepat waktu, tepatnya sebelum gerbang ditutup. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Aya berlari menuju gerbang yang hampir tertutup seluhnya. Namun ia justru dicegat oleh penjaga gerbang sekolah.

"Pak, pakk, pakk, jangan ditutup dulu, saya mau masuk" seru Aya dengan nafasnya yang tersengal karena berlari.

"Ini sudah jam berapa, Nduuk Aya" kata Pak Teguh penjaga sekolah.

"Saya kesiangan, Pak Teguh. Tolong bukain dong, hari ini ada ujian"

"Nahh..nahh..udah tahu hari ini hari penting, kok malah telat to, Nduk?" Pak Teguh terkekeh melihat tingkah Aya yang terus melihat jam di tangannya.

"Yowis, yowis, cepet masuk" akhirnya Pak Teguh membukakan pintu gerbangnya untuk Aya.

Setelah berterimakasih Aya berlari secepat yang dia bisa menuju ruang kelasnya. Ia bernafas lega saat melihat gurunya tak ada di ruang kelas. Jam ujian memang dimulai pukul 09.00 pagi, tapi semua siswa diminta datang tepat pukul 07.00.

"Fiuuh..untung aja belum ada gurunya" kata Aya lega.

"Ay, kamu dipanggil Pak Hanif tuh di kantor" seru seseorang yang berteriak dari sudut kelas.

"Hah? Duh mati gue" batin Aya.

Aya pun langsung bergerak menuju kantor guru sambil membatin apa yang akan gurunya katakan nanti. Mungkin dia akan dapat hukuman karena telat.

"Ah masa iya, telat dikit doang" ucap Aya lirih.

Brukk

"Eh sorry.."

Aya menabrak seseorang di depan pintu masuk ruang guru dan segera meminta maaf padanya. Tapi orang itu hanya menatapnya sebentar dan melengos masuk ruangan tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Hish, kurang ajar banget tuh orang" gerutu Aya.

Ia melangkah menuju meja wali kelasnya. Disitu Pak Hanif sudah menunggunya dengan tangan yang dilipat di dada.

"Bapak memanggil saya?" tanya Aya sopan.

"Iya, kamu bisa bantu saya?"

Aya mengernyit, bukannya dia disini untuk dihukum karena telat di hari ujian, tapi pak Hanif malah meminta bantuannya.

"Kamu bantu dia" kata pak Hanif sambil menunjuk ke arah anak laki-laki yang berdiri di dekat lemari buku.

Aya menengok ke arah yang ditunjuk Pak Hanif, dan ternyata anak itu adalah anak yang ia tabrak di depan pintu tadi.

"Hah, dia? Si kurang ajar tadi?" batin Aya dongkol

"Bantu dia bersihin aula olahraga" lanjut Pak Hanif.

"Tapi kenapa harus saya, Pak?" tanya Aya protes.

"Kamu telat lagi kan hari ini? Udah, jangan protes dan tanya terus, segera kerjakan setelah jam ujian selesai" pungkas wali kelasnya itu.

Aya kehilangan semangatnya. Ternyata dia tetap dipanggil untuk dihukum. Dan jengkelnya dia harus menjalani hukumannya bersama seseorang yang bahkan tidak dia kenal.

Cowok itu kemudian menghampiri Aya dan mengulurkan tangannya.

"Gue Daffin.." ucap cowok yang bernama Daffin Madaharsa itu mengenalkan dirinya.

Aya tidak menjawab dan hanya melihat uluran tangan Daffin dengan tatapan sinis. Dia masih kesal dengan sikap Daffin saat bertabrakan dengannya tadi.

"Bukannya lo harus minta maaf duluan ya daripada kenalan?" jawab Aya ketus.

Daffin yang memang sudah menduga jawaban apa yang akan keluar dari mulut Aya, langsung menarik tangannya lagi dan memasukkannya di saku celana.

"Gue tunggu di aula, jangan telat" perintahnya sambil meninggalkan ruang guru.

Aya ingin sekali memukul si Daffin, bahkan tangannya sudah terangkat ke udara. Tapi begitu mendengar bunyi bel, dia bergegas berlari kembali ke kelasnya karena ujian sebentar lagi akan dimulai.

Hari ini memang hari pertama ujian tengah semester. Dan meskipun Aya tidak tergolong murid yang pandai tapi dia sangat memperhatikan ujian. Dia terlambat karena dia berusaha belajar meskipun ujung-ujungnya tetap tertidur.

Akhirnya ujian hari pertama pun selesai. Banyak anak yang mengeluh betapa sulitnya soal yang ada di kertas ujian tadi, termasuk juga Aya. Dia lemas begitu tahu jawabannya banyak yang salah saat mencocokkan lembar jawaban bersama anak-anak tim oncer alias otak encer. Dia memprediksi kali ini nilainya akan turun.

"Alamat diomelin Bapak nih" gumam Aya.

"Ay, dicari tuh" seru Devina, ketua kelas Aya sambil menunjuk ke arah luar kelas.

"Huh, gue lupa.."

Dia sebenarnya malas bertemu dengan si cowok brengsek yang tadi, tetapi apa boleh buat karena ini adalah hukuman. Dia menghampiri Daffin yang sudah berdiri di dinding depan kelasnya dan menjadi tontonan murid lain.

"Tahu darimana kelas gue disini?" tanya Aya sinis.

Ia juga heran kenapa banyak yang lalu lalang di depan kelasnya saat itu. Begitu dia melihat Daffin dari atas sampai bawah, dia mengerti dan hanya menggelengkan kepala.

"Buruan, banyak yang harus dikerjakan" kata Daffin sambik melangkah membuyarkan pose menunggu ala foto model yang ia pasang sembari menunggu Aya keluar dari kelas.

Aya tersenyum mengejek dan hanya mengikutinya tanpa banyak bicara. Sesampainya di aula olahraga, Aya terkejut karena banyak sekali bola dan alat olahraga lainnya yang berserakan di lantai. Mulutnya ingin berteriak komplen tapi Daffin langsung membungkam mulutnya dan menarik Aya ke balik tembok.

"Sshh.." ucap Daffin lirih sambil memberi kode pada Aya untuk diam.

Sementara Aya masih meronta minta dilepaskan dari 'pelukan' Daffin. Tapi pada saat yang bersamaan dia mendengar sebuah suara dari dalam aula.

"Gimana, dilakuin sekarang aja? Keburu ada orang" satu suara terdengar samar dari kejauhan dibarengi suara rintihan kesakitan dari suara seseorang yang lain.

Akhirnya Daffin melepas tangannya dari mulut Aya yang sudah gelagapan. Daffin mengintip dari balik tembok tempat mereka bersembunyi dan melihat ke arah bagian dalam aula.

Disana mereka melihat seseorang dengan luka di sekujur tubuhnya sedang terduduk sambil menangis. Sedangkan ada tiga anak lainnya yang berdiri di depan anak yang terluka.

"Bukankah kita harus menolong dia?" ucap Aya lirih di belakang Daffin.

"Tidak, kita harus pergi dari sini" Daffin menarik tangan Aya dan membawanya keluar dari aula olahraga.

"Kita harus menolong anak itu, Fin" teriak Aya.

Daffin menghentikan langkahnya setelah yakin bahwa mereka telah jauh dari area aula.

"Mereka pengedar" jawab Daffin.

"What? Apa maksudnya pengedar? Mereka bukan murid di sini?" tanya Aya sambil memelankan suaranya. Ia berusaha mengontrol rasa kagetnya.

"Mereka biasa menyelinap di saat seperti ini. Mereka akan membuat anak-anak sekolah menjual obat dan menjadi kurir. Begitulah cara mereka menjerat anak-anak yang butuh bantuan mereka" jelas Daffin.

"Tapi, kenapa tidak ada yang lapor sama guru?"

"Percuma, karena mereka punya koneksi dengan salah satu oknum guru biasanya" Daffin menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.

"Wait, tapi kamu..bagaimana lo bisa tahu semua ini?" tanya Aya curiga.

Daffin tidak langsung menjawab pertanyaan Aya. Berkali-kali dia menunduk dan memejamkan matanya, sampai akhirnya dia menjawab..

"Karena aku pernah menjadi salah satu dari mereka"

Merpati dan Ketapel

Aya terkejut melihat jawaban Daffin yang begitu terbuka.

"Whatt? Kamu pernah jadi pengedar?" tanya Aya, ia mengecilkan suaranya sambil melihat sekeliling.

Daffin yang sadar ucapannya sedikit mengejutkan Aya, ia langsung mengalihkan perhatiannya dengan tertawa.

"Menurutmu begitu? Lo gabisa diajak bercanda ya orangnya?" kata Daffin mengejek.

Melihat raut wajah Daffin yang sudah berubah santai, Aya pun memicingkan matanya.

"Ternyata lo orangnya nggak bisa lihat tempat ya kalau bercanda" balas Aya sinis.

Daffin tak menggubris perkataan Aya yang masih belum terlalu percaya dengan candaannya. Dia mengajak Aya pergi meninggalkan aula olahraga dan membawanya ke atap gedung. Disana Aya melihat banyak tumpukan kayu bekas kursi dan meja.

"Ngapain kita kesini? Bukannya kita harus bersihin aula" tanya Aya heran.

"Kita bersihin di sini dulu, nanti kalau mereka udah pergi baru kita ke aula" jawab Daffin sambil menyingkirkan dan menata kayu dan besi-besi bekas ke arah pinggir.

Aya yang juga mulai menata kursi mulai menghentikan aktifitasnya dan kembali menatap ke arah Daffin.

"Lo yakin dia akan baik-baik saja?"

"Siapa? Anak yang di aula tadi?" Daffin juga melihat ke arah Aya lalu berhenti.

"Dia sudah dipukuli, otomatis dia nggak baik-baik saja. Sekarang diam dan teruskan tugasmu" lanjut Daffin cuek.

Aya menggerutu dalam hati. Dia menatap Daffin dengan tatapan tajam, seakan laser akan keluar dari matanya. Tapi Aya tidak mau berdebat lagi, ia ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini dan pulang.

***

"Ai, gue pulang dulu ya" seru Dipa dari atas motor.

"Oke, hati-hati Dip" balas Haira sambil melambaikan tangannya ke arah Dipa.

Haira pun masuk ke dalam rumahnya yang masih nampak sepi. Berarti ibu, adik, dan kakaknya masih belum sampai di rumah semuanya. Haira pun merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang bermotif boneka beruang. Matanya menatap langit-langit kamarnya, sedangkan pikirannya melayang kemana-mana.

Hingga suara pintu terbuka membuatnya terhenyak dari tempat tidurnya. Aya melewati pintu dengan wajah yang lesu.

"Kenapa Kak? Lesu banget, nggak bisa ngerjain ujiannya?" tanya Haira.

Aya hanya menghela nafasnya berkali-kali sambil meneguk segelas air.

"Hari ujian, malah dapet hukuman" celetuk Aya.

"Makanya bangun pagi, jadi nggak telat" omel si Haira sambil terkikik.

"Hukumannya sih nggak masalah, tapi ada yang lebih menjengkelkan daripada itu" balas Aya.

Dia pun merubah posisi duduknya dan meminta Haira untuk duduk di depannya.

"Hai, kamu tahu nggak, kalau di sekolah-sekolah biasanya ada orang-orang yang menjadi pengedar?" tanya Aya bersemangat.

"Hah, pengedar? Maksudnya? Narkoboy?"

Aya mengangguk dan Haira nampak menatap udara. Berpikir mode on.

"Heh, ditanya malah bengong" protes Aya melihat adiknya yang terlalu lama berpikir.

"Sabaar..Kalau soal narkoboy bukannya di mana-mana ada ya? Tapi aku pernah denger sih, mereka memang kadang pakai jasa anak sekolah gitu" jelas Haira.

"Kenapa tiba-tiba kamu nanyain soal beginian?" tanyanya lagi.

"Kamu ngobat, Kak?" cecar Haira yang menatap kakaknya dengan curiga.

"Gila, ya enggak lah. Aku cuma penasaran aja. Ya sudah, aku mau masuk kamar dulu"

Raut wajah Haira berubah tatkala Aya masuk ke dalam kamarnya. Ia pun berganti pakaian dan keluar rumah tanpa memberitahu kakaknya. Haira berjalan menuju halte sambil menelepon seseorang.

"Halo, temui aku di tempat biasa. Sekarang!" kata Haira memerintah seseorang yang dia telepon.

Haira pun menaiki bus yang biasanya. Dia juga mengabaikan telepon dari Aya yang sudah berkali-kali mencoba menelepon adiknya itu. Sampai akhirnya bus yang ia tumpangi berhenti di sebuah halte, ia pun turun dan berlari ke arah gang sempit di sebelah toko kelontong tua.

"Ai.."

Sebuah suara muncul dari dalam kegelapan gang tersebut, membuat Haira sempat terkesiap. Dan tak lama seseorang berjalan mendekat ke arah Haira.

"Kak Daffin.." sapa Haira.

"Kamu ngapain ngajak ketemuan malam-malam begini?" tanya laki-laki yang ternyata adalah Daffin.

"Apa kakak tadi sudah bertemu Kak Aya di sekolah?" tanya Haira mulai cemas.

"Iya, sudah. Kamu cuma mau nanyain itu?" jawab Daffin.

"Apa Kak Daffin tadi bahas soal 'merpati' dan 'ketapel' di depan Kak Aya?" tanyanya lagi.

Daffin hanya mengangguk pelan, tapi ia juga nampak bingung.

"Kenapa kamu nanya gitu? Apa Aya membahas soal itu di rumah?"

"Iya, Kak. Dia nanya soal itu, dan aku jawab sebisa aku, seperti biasa. Tapi kayaknya dia nggak percaya begitu saja" kata Haira.

Haira mulai paham apa yang terjadi setelah Daffin menceritakan kejadian tadi siang di sekolah. Daffin dan Haira memang saling kenal, walaupun mereka beda sekolah. Aya dan adiknya hanya terpaut satu tahun, tapi Haira lebih memilih sekolah di tempat lain. Namun Haira justru lebih dulu mengenal Daffin daripada kakaknya.

Haira mengenal Daffin saat ia masih duduk di bangku SMP, ia hampir menjadi korban penjualan anak berkedok agensi pencari bakat. Ia diselamatkan oleh Daffin tepat saat Haira akan dijadikan merpati oleh gembong narkoba yang menculiknya saat itu.

Merpati adalah sebutan bagi anak-anak dibawah umur yang dijadikan sebagai pengantar obat-obatan terlarang. Dan tentunya mereka dibayar dengan obat, dan bukan uang. Hal ini sengaja agar para merpati itu kecanduan dan terjerat dengan mereka.

Sedangkan Ketapel adalah sebutan untuk para penjual obat terlarang yang ditugaskan untuk 'memburu' para Merpati. Mereka bertugas untuk memantau pergerakan para Merpati, menghajar apabila mereka berniat kabur, dan hal-hal buruk lainnya.

Haira dan Daffin pun sepakat untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun kala itu. Beruntungnya upaya penculikan itu hanya berlangsung tak sampai dua hari, jadi Haira menutupinya dengan berkelit bahwa dia menginap di rumah salah seorang temannya kala itu.

Dan benar saja, anak yang dipukuli di aula olahraga siang tadi adalah salah satu Merpati yang sedang 'diburu' oleh Ketapel. Daffin sudah mengenalinya saat melihat tato yang ada di pergelangan salah satu Ketapel yang menghajar Merpati-nya tadi.

"Ai, kamu pulang sekarang. Aya tidak akan tahu soal ini, aku akan menjaganya dan juga kamu. Tenang dan pulanglah" tegas Daffin.

"Tapi, Kak.."

"Sudah, ini udah malam. Kakak dan orang tuamu akan khawatir kalau kamu tidak segera pulang sekarang" pungkas Daffin.

Haira pun menurut tanpa banyak protes lagi. Tanpa ia sadari pun, jam di tangannya sudah menunjuk ke angka sebelas. Daffin pun dengan gentle mengantar Haira pulang.

***

Sementara Haira berada di jalan pulang, di rumah Aya sibuk menelepon ponsel Haira yang sedari tadi hanya menghasilkan 23 panggilan tak terjawab. Aya frustasi karena sebentar lagi ayah dan ibunya akan pulang. Aya tidak ingin orang tuanya kembali khawatir karena salah satu anaknya 'menghilang' malam itu.

"Nih anak kemana sih, malam-malam begini belum pulang juga" gerutu Aya sambil terus mengecek ponselnya.

Dan ketika Aya berusaha menelepon untuk ke 26 kalinya, dia mendengar suara pintu pagarnya dibuka. Aya gugup, ia takut itu adalah ayah dan ibunya yang pulang dari toko kue mereka. Ia pun hanya berani mengintip dari balik gorden jendela kamarnya yang kebetulan mengarah ke halaman depan. Dan ekspresinya berubah lega sekaligus emosi saat melihat siapa yang datang.

"Akhirnya dia pulang, huh..awas aja! Aku kunci di luar baru tahu rasa" gumam Aya kesal.

Aya berniat mengunci pintu dari dalam sebelum Haira membukanya, namun ia urung melakukannya saat Aya melihat seseorang yang menunggu di depan pagar rumah mereka sambil melihat Haira yang berjalan melewati halaman depan.

"Daffin?" ucap Aya lirih.

Kejutan Baru

Bunyi alarm dari jam weker yang dipasang Aya membuatnya terbangun dari tidurnya. Ia sengaja memasang alarm di jam 4 subuh agar dia bisa berangkat lebih awal. Sembari mengumpulkan nyawanya, Aya kembali memikirkan Daffin yang semalam berada di depan rumahnya.

"Dari mana Daffin tahu rumahku?"

"Bagaimana Daffin bisa mengenal Haira?"

Berkali-kali pertanyaan itu muncul di benak Aya. Namun ia memilih untuk tidak menanyakan hal itu ke Haira. Setidaknya untuk sekarang.

Aya pun segera mandi dan berangkat ke sekolah tanpa mengganggu adiknya yang belum keluar dari kamar.

Begitu Aya sampai di depan pintu gerbang, Pak Teguh menyapanya dengan suara khasnya yang berat sambil tersenyum lebar.

"Neng Aya, tumben hari ini ndak telat?" goda Pak Teguh sambil terkekeh.

"Iya, Pak. Biar Pak Teguh ndak dimarahi lagi karena bukain pintu gerbang buat saya" balas Aya sambil meringis.

"Walah, kalau Neng Aya begini terus tiap hari, saya jadi seneng Neng" kata Pak Teguh yang hanya dibalas tawa kecil oleh Aya.

"Ya sudah Pak, saya masuk dulu nggih" pamit Aya sopan dan berlalu.

Pak Teguh adalah salah satu orang favorit Aya di sekolah. Beliau memang hanya penjaga sekolah, tapi setiap Aya membutuhkan bantuannya, beliau selalu ada dan membantu. Meskipun Aya bisa dibilang selalu menimbulkan masalah, Pak Teguh tetap bersikap baik padanya.

Pernah suatu waktu, Aya hampir tertangkap basah merusak properti sekolah karena berkelahi dengan siswa lain, tapi Pak Teguh justru menutupinya dengan berkata pada guru bahwa beliau lah yang merusaknya. Karena itulah Aya merasa sangat dekat dengan Pak Teguh. Ia merasa banyak berhutang budi meskipun hanya masalah yang ia berikan kepada Pak Teguh.

Aya menghela nafasnya panjang. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan oksigen pagi hari yang masih murni dan segar. Selama ini ia lebih banyak telat karena kesiangan daripada merasakan hawa pagi yang istimewa ini.

Saking terpesonanya dengan keindahan pagi hari, terlebih pagi itu sedikit berkabut, Aya merentangkan tangannya sambil berputar-putar. Persis seperti di film India. Bedanya hanya ia tidak main hujan. Aya pun tertawa geli sendiri melihat tingkah konyolnya.

"Lagi syuting film India?"

Aya terkejut melihat Daffin tiba-tiba muncul di depannya. Terlebih saat ia sedang melakukan hal konyol itu. Kakinya sedikit tergelincir karena gerakan berputarnya yang berlebihan. Ia pun mendarat cantik di 'pelukan' Daffin. Aya yang memang menyukai laki-laki tampan dan menawan, tidak menyia-nyiakan pemandangan ekstra pagi itu.

Aya memandang wajah Daffin, lebih tepatnya ia mencoba menerawang matanya yang kecoklatan. Matanya memang beda, karena Daffin produk campuran luar negeri. Aya pun merasakan dada Daffin yang cukup bidang dan berotot. Tubuhnya proporsional dan cukup atletis. Ah, begini saja Aya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Karena posisinya sekarang sudah berganti genre, bukan lagi film India melainkan drama Korea.

"Dasar mesum" ucap Daffin.

"Hah? Apa maksudnya?" Aya tersadar dari morning halunya dan cepat-cepat berdiri.

"Kamu sengaja kan, putar-putar begitu biar jatuh, trus biar ditangkep gitu?" goda Daffin sambil menatap Aya dengan tatapan mengejek.

"Dih, enggak ya. Lagian mana aku tahu kamu bakalan muncul tiba-tiba begitu. Sengaja dari Hongkong?" protes Aya.

"Udah ngaku aja, tadi kamu lama-lamain di pelukanku biar bisa memandang wajahku yang ganteng ini kan?" ujar Daffin.

Aya hanya menggeleng heran dan memberi Daffin 'hadiah sentuhan' kecil di kepalanya.

Dia merasa Daffin bukanlah tipenya sekalipun wajah dan tubuhnya sangat pacarable banget. Ia mengakui itu. Bahkan saking terpesonanya, Aya melupakan rasa penasarannya semalam.

Ia kembali mengingatnya saat melewati area aula olahraga. Aya memutuskan masuk dan menuju tempat dimana kemarin ia melihat orang-orang itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" batin Aya.

Namun rasa penasarannya ia tahan dan ia bergegas menuju kelasnya. Ia cukup bersemangat dengan ujian hari kedua ini. Karena mata pelajaran hari ini adalah bahasa inggris, Aya menambah kecepatan otaknya untuk bekerja lebih keras dari biasanya.

Aya memang tidak cukup pandai dalam pelajaran. Ia sama normalnya dengan anak-anak lain yang merasa 'trauma' dengan Matematika. Tapi Aya cukup bagus dalam pelajaran Bahasa Inggris. Ia selalu berupaya lebih giat saat belajar karena mimpinya adalah menjadi wanita karir yang mahir bahasa asing.

Setibanya di kelas, sudah banyak anak yang berkutat dengan buku pelajaran mereka. Sedangkan Aya yang merasa percaya diri dengan kemampuannya kali ini, lebih memilih menghabiskan waktu yang tersisa untuk tidur di bangkunya. Baginya, tidur sebelum ujian adalah ritual wajib untuk mengecas pikirannya. Dan pastinya hanya Aya yang berpikir demikian.

Lalu seseorang menabrak mejanya dan tasnya pun jatuh. Isi tasnya terserak ke lantai. Aya spontan terbangun dan mulai emosi.

"Heh!!!" teriak Aya.

"Ups, sorry.." kata seseorang yang sama sekali tak Aya kenal.

"Siapa lo? Main tabrak main lari aja.." protes Aya sebal karena tidurnya yang berharga terganggu.

"Gue? Nanti lo juga tahu" jawab orang itu sambil tersenyum dan melengos pergi.

Aya hanya diam dengan mulut terngaga melihat adegan yang membuatnya tak habis pikir. Mood-nya sudah turun sejak bertemu dengan Daffin pagi tadi, dan sekarang semakin menipis setelah dibuat jengkel oleh si anak tabrak lari itu.

***

Beruntungnya, meski sejak pagi Aya 'digoda' oleh banyak hal yang membuat emosinya diuji, akhirnya sesuai harapan dia bisa mengerjakan ujian Bahasa Inggrisnya dengan baik. Ia merasa sangat percaya diri bahwa kali ini nilainya akan naik.

Hatinya yang mulai senang dan mood-nya yang mulai naik lagi, mendadak terurai saat ia menyadari sudah waktunya jam hukumannya kembali dilaksanakan.

"Huh, ketemu Daffin lagi" gerutu Aya sepanjang jalan menuju aula olahraga.

Sesampainya di aula, ia masih saja menggerutu. Kali ini ia kembali melihat banyaknya bola basket yang tercecer.

"Sebenarnya siapa sih yang main basket tanpa mau beresin ini?" teriak Aya jengkel.

Satu bola ia lemparkan ke arah yang sembarangan saking jengkelnya. Dan bola itu secara tak sengaja mengenai seseorang yang berada di balik kursi yang ditumpuk.

"Aw.."

Aya terkejut dan bergidik, ia tak menyangka bahwa ada orang lain di ruangan itu.

"Daf..Daffin?" teriak Aya memastikan bahwa suara mengaduh itu adalah Daffin.

"Bukaan..gue bukan Daffin" jawab seseorang itu sambil berjalan keluar dari balik tumpukan kursi.

"Elo?!" celetuk Aya menunjuk orang itu.

"Lo dendam sama gue karena nabrak meja lo tadi?" kata orang itu lagi.

"Lo siapa sebenarnya? Ngapain lo tiduran disitu?" tanya Aya berani.

"Kenalin, gue Arka. Kelas 12 olahraga" kata orang yang menyebut dirinya Arka itu seraya menyodorkan tangannya meminta salaman.

"Ngapain lo disini?"

Kali ini suara yang dikenal Aya muncul tiba-tiba lagi. Aya heran kenapa orang-orang di sekitarnya suka sekali muncul tanpa peringatan.

"Daffin, my bro.." Arka menyambut Daffin yang menatapnya dengan tatapan tak suka.

"Kalian saling kenal?" Aya semakin bingung dengan mereka berdua.

"Dia adikku" sahut Arka singkat dengan senyum yang lebar dan tangan yang dikalungkan ke leher Daffin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!