Hari eksekusi rencana Daffin cs sudah tiba. Festival sekolah telah resmi dibuka hari ini hingga tiga hari ke depan. Aya menyiapkan mental dan fisiknya untuk menghadapi dunia baru yang menakutkan. Ia bahkan tidak pernah bermimpi akan berurusan dengan gembong narkotika. Haira yang berniat datang ke festivalnya pun dilarang untuk datang ke sekolah dengan alasan yang sangat konyol.
"Kenapa sih aku nggak boleh dateng?" protesnya.
"Acaranya nggak seru, Hai. Lagian kalau kamu ngajak Dipa kesana, yang ada cewek-cewek disana bakalan kepincut sama dia. Tau rasa kamu ntar" oceh Aya.
Entah keberuntungan Aya atau bukan, akhirnya Haira memutuskan untuk tidak datang ke acara festival tersebut. Meskipun dalam keadaan masih setengah dingin dan cuek terhadap Dipa, dia masih ingin dan terus melindungi crushnya itu. Aya merasa lega berhasil membujuk adiknya.
Dengan persiapan matang dan arahan dari Daffin, Aya memantapkan langkahnya ke sekolah. Dia berharap bisa segera mendapatkan hasil dan solusi dari masalah rumit ini. Kepalanya sudah terasa mau pecah karena penuh dengan pikiran yang tidak-tidak.
Sementara itu Daffin dan Arka sudah menunggu Aya di depan gerbang sekolah. Namun Aya melihat ada yang aneh dari sikap Daffin. Dia kelihatan lebih banyak diam, wajahnya juga pucat seperti orang sakit. Dia juga banyak bergerak seperti orang yang tengah gelisah akan sesuatu.
"Fin, lo nggak apa-apa? Apa lo sakit?" tanya Aya.
Arka melihat adiknya dengan tatapan penuh kekhawatiran. Berulang kali ia menawarkan diri untuk menggantikan Daffin, tetapi Daffin menolaknya dengan tegas.
"Nggak usah mikirin gue. Fokus aja sama rencananya" kata Daffin.
Akhirnya sesuai rencana, Daffin dan Aya berangkat menuju alamat yang mereka dapat dari Dinda. Sedangkan Arka tetap berada di sekolah untuk mengawasi pergerakan mereka yang menyusup ke sekolah untuk menjual obat terlarang.
Tempat yang disebutkan Dinda ternyata adalah sebuah kafe yang tidak terlalu besar. Tampak luar memang terlihat seperti kafe biasa, tetapi mereka yakin ada suatu tempat tersembunyi seperti gudang atau ruangan khusus untuk bisnis haram mereka. Hal-hal seperti itu sudah biasa dalam dunia narkotika.
Daffin dan Aya mencoba masuk dan melihat sekeliling. Tidak ada perbedaan mencolok di bagian dalam kafe. Hanya ada dua barista dan satu pelayan yang melayani mereka. Namun perhatian Aya tertuju pada satu ruangan dengan pintu yang dijaga oleh seorang pria berbadan tinggi besar layaknya bodyguard. Insting Aya pun mengatakan bahwa disitulah startnya.
Aya membisikkan apa yang dia pikirkan pada Daffin. Ia pun ikut mengarahkan pandangan ke arah ruangan itu. Tiba-tiba suara centil luar biasa muncul dan mengagetkan mereka berdua.
"Hai kakak ganteng, sudah siap hari ini?"
Dinda sudah berdiri di depan meja mereka dengan dandanan yang cukup untuk menarik semua pasang mata yang ada di ruangan itu. Ditambah lagi suara centilnya memecahkan alunan lagu yang tengah diputar di kafe tersebut.
Aya yang mulai dongkol langsung menggeret Dinda menjauh dari Daffin. Ia sangat risih melihat Dinda selalu menempel Daffin tiap mereka bertemu.
"Let's go! Ayo kita temui Om Ben" teriak Dinda.
***
Sementara itu di sekolah, Arka memantau semua orang dengan ciri-ciri yang disebutkan Daffin. Ia melihat beberapa dari mereka yang sudah memasuki area sekolah. Tugas Arka adalah berpura-pura membeli obat dan mencari informasi tentang semua hal yang berkaitan dengan Merpati.
Berkat postur Arka yang tinggi dan tegap, ia dengan gampang diterima oleh salah satu tim yang ia datangi. Dan benar saja, sesuai yang disebutkan Daffin, mereka memang bergerak berpasangan dan salah satunya membawa tas kecil dengan gambar merpati.
Tapi orang yang menerima Arka nampak seperti anak muda dengan usia yang tak jauh darinya. Mungkin dari kalangan mahasiswa, pikirnya. Ia pun secara alami mencoba mengajak mereka mengobrol. Saking mendalami tugasnya, Arka tidak terlihat mencurigakan sama sekali. Bahkan ia dengan cepat bisa mendapatkan informasi yang dicarinya.
Ia berhasil mengetahui apa yang biasanya dijadikan jaminan oleh
para gembong narkotika untuk menahan para sasarannya. Hal itu tak lain adalah uang senilai lima puluh juta atau mencari pemeran pengganti.
Mereka yang sudah terjebak dalam jerat narkotika biasanya akan sulit melepaskan diri. Baik dari segi kecanduan obatnya atau berhenti menjadi salah satu anggota mereka. Namun biasanya ada saja yang tetap ingin keluar walau jumlahnya tak banyak.
Dan untuk mengakali itu, biasanya para gembong menyuruh mereka menyetorkan uang lima puluh juta sebagai tanda "melepaskan diri". Biasanya orang akan menyerah dan memilih untuk tetap menjadi kurir dengan bayaran obat, agar mereka tidak mengeluarkan uang. Tetapi jika ada yang ngeyel atau berani, mereka dituntut untuk mencari pemeran pengganti untuk menggantikan mereka menjadi kurir tawanan. Memang terdengar lebih mudah daripada menyetorkan uang lima puluh juta sekaligus, tetapi ini justru lebih sulit daripada yang dibayangkan.
***
Aya pikir ruangan itu dijaga karena suatu hal, tetapi saat mereka berusaha memasukinya bersama Dinda, penjaga itu memberinya free pass alias langsung masuk tanpa babibu lagi.
Ruangan itu ternyata hanyalah sebuah pintu masuk menuju lorong gelap dan panjang dengan ujung yang tak terlihat. Bisa dipastikan mereka menuju ruang bawah tanah. Dan benar saja, tidak lama mereka sampai pada suatu ruangan yang lebih besar. Ruangan itu penuh dengan anak-anak remaja usia belasan tahun. Ada yang mungkin sepantar dengan mereka, ada juga yang lebih muda seperti di bawah umur.
"Kalian tunggu di sini ! Aku panggilkan Om Benny" perintah Dinda.
Dia pun menghilang di antara banyaknya anak yang tengah berdiri di ruangan itu. Aya yang sedari tadi memperhatikan, mulai melempar pandang ke arah Daffin dan anak-anak itu secara berulang. Anehnya ada kesamaan di antara mereka, yakni raut wajah yang nampak sedih tapi juga gelisah.
Tiba-tiba seseorang berpakaian hitam mendatangi dan mengajak mereka menuju satu ruangan lain yang lebih sepi. Di situ mereka dihadapkan pada seorang pria berbadan besar penuh tato dan tindik. Di belakangnya ada dua sosok pria lain yang berdiri dengan tatapan menakutkan.
"Jadi kalian yang mau jadi Merpatiku?" tanya pria yang tak lain adalah Om Benny.
Daffin dan Aya mengangguk. Pria besar itu pun tertawa keras sampai mendongakkan kepalanya. Lantas ia berteriak memanggil seseorang yang langsung masuk dengan cepat dan menyuruhnya mengajari Daffin dan Aya.
"Daffin??" tanya orang yang baru datang itu saat melihat wajah Daffin.
Karena terlalu banyak menunduk dan memeriksa sekeliling, Daffin tidak terlalu memperhatikan orang yang menyebut namanya. Namun begitu ia melihat dan mengenalinya, mendadak raut wajahnya berubah panik.
"Bener kan, lo Daffin kan?" tambahnya lagi, kali ini diiringi dengan tawa yang cukup keras.
"Siapa, Fin? Lo kenal?" gumam Aya lirih.
Tapi orang itu mendengar gumaman Aya. Ia pun berhenti berjalan dan memandang Aya dengan tatapan sinis dan mengejek.
"Daffin pasti kenal gue. Soalnya dia pelanggan terbaik gue. Ya kan, Fin?"
Mendengar hal itu Aya terkesiap. Seperti ingin memastikan lagi, berulang kali Aya menanyakan maksud kata "pelanggan" pada orang itu. Sementara Daffin hanya terdiam dengan wajahnya yang semakin pucat dan gelisah.
"Daffin itu make obat dari gue sejak dua tahun lalu" lanjut orang itu.
Aya bagai disiram air dingin dengan kapasitas puluhan liter. Mulutnya mendadak kelu, kakinya lemah seperti kehilangan tulangnya.
"Lo pecandu, Fin?" tanyanya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
monocaaa
gimana.. gimana...
2023-02-11
0
monocaaa
woy.. daffin.. 😱🧐😤
2023-02-11
0