Aya menyibak kerumunan di ruang tamu rumahnya. Kakinya yang mendadak lemas membuatnya sedikit terhuyung saat melangkah. Dengan tangisnya yang mulai pecah, dia mendekati jenazah ayahnya yang tertutup kain jarik.
Baru tadi sore beliau pulang dengan melambaikan tangannya. Senyumnya yang tak pernah ketinggalan selalu merekah penuh kehangatan. Aya tidak pernah membayangkan itu lambaian tangan dan senyum terakhir ayahnya. Andai ia bisa mengetahui itu adalah saat-saat terakhirnya, ia akan terus berada di samping ayahnya.
Aya memeluk tubuh ayahnya dengan erat. Tangisnya yang semula biasa saja kini semakin pecah. Mata ibu dan kedua adiknya juga sudah membengkak. Seluruh keluarga jauh Aya juga telah tiba di rumah mereka. Daffin yang mengantar Aya tak bisa melakukan banyak hal untuk menghibur temannya itu. Dia hanya terus mendampinginya sembari memberikan dukungan dan semangat agar Aya tetap kuat.
Setelah ayahnya dimakamkan, Aya bertanya pada Haira tentang apa yang telah terjadi. Haira mengatakan bahwa ayahnya pulang seperti biasa. Beliau datang setengah jam setelah Haira tiba di rumah. Tetapi saat maghrib tiba, ayahnya mendadak keluar rumah dengan ekspresi yang panik dan terburu-buru.
Haira yang penasaran mengikuti ayahnya keluar. Dia melihat ayahnya keluar bersama tiga orang pria dan menaiki mobil mereka. Beberapa jam setelahnya sang ayah pulang kembali ke rumah. Namun beliau terlihat berbeda. Langkahnya lemah, wajahnya penuh dengan keringat dan ayahnya langsung pergi kamar dan tidak keluar lagi.
Melihat keanehan ayahnya yang tidak kunjung keluar dari kamarnya, Haira mencoba mengetuk pintu untuk membangunkan beliau. Haira masih berpikir bahwa ayahnya terlalu lelah sehingga tertidur cukup lama. Namun tidak ada suara dari dalam kamar. Haira pun membukanya dan mendapati ayahnya telah menghembuskan napas terakhirnya.
"Apa kalian memanggil dokter? Apa penyebab ayah meninggal?" tanya Aya terisak.
Haira mengatakan dia dan ibunya segera memanggil dokter yang terdekat. Setelah diperiksa dokter mendiagnosa ayahnya meninggal karena serangan jantung.
Semua mendadak hening. Jika benar penyebabnya adalah serangan jantung, maka hal itu tidak bisa dihindari. Tetapi yang membuat Aya merasa janggal adalah cerita bahwa ayahnya pergi bersama tiga orang asing yang tak dikenali keluarganya. Lebih aneh lagi beliau meninggal setelah bertemu dengan mereka, padahal awalnya ayahnya baik-baik saja.
Tak berbeda dengan Daffin yang juga merasakan kejanggalan itu. Namun ia hanya menahannya di dalam pikirannya sampai Aya sendiri yang membahasnya lebih dulu.
"Fin, lo ngerasa ada yang aneh nggak?" tanyanya.
"Apa, Ay?" Daffin masih belum berani mengutarakan pendapatnya.
"Apa mungkin.. tiga orang itu.." suara Aya tercekat, kalimatnya terhenti karena air matanya kembali turun.
"Kita belum bisa memastikannya, Ay" jawab Daffin.
Aya memahami bahwa dugaan saja tidak cukup untuk menjadi bukti bahwa kecurigaannya benar. Aya dan Daffin mencurigai bahwa tiga orang yang menemui ayahnya adalah orang yang sama dengan orang yang mendatangi mereka di sekolah dan mengejar mereka sore tadi.
Aya merasa jika kecurigaannya benar, berarti dirinya lah yang menyebabkan ayahnya meninggal. Jika itu benar, mereka yang mengejar Aya dan obat yang mereka bawa, telah menjadikan ayahnya sebagai pembayaran atas pembangkangan yang dilakukan Aya.
***
Bayangan dirinya menjadi penyebab ayahnya meninggal membuat Aya frustasi selama beberapa hari. Ia menjadi lebih sering murung dan gampang emosi. Bahkan Haira yang masih belum tahu apa yang terjadi, sering diabaikan dan menjadi sasaran kemarahannya yang tidak jelas.
Ia juga absen dari sekolah. Meskipun sekolah mulai longgar setelah masa ujian, tetapi mereka tetap mewajibkan siswanya untuk masuk. Anehnya lagi, setiap hari Aya melihat ada satu orang yang selalu mengintai rumahnya dari balik pohon di depan rumah. Aya melihatnya namun berpura-pura tidak tahu kalau dirinya sedang diintai.
Sementara Daffin dan Arka juga mulai tidak masuk sekolah. Mereka mulai menjadi Merpati demi melangsungkan rencana balas dendam mereka. Daffin juga telah memberitahu Aya untuk tidak keluar rumah untuk sementara, dan berjanji akan mencari tahu soal kematian ayahnya.
***
Daffin dan Arka kembali mendatangi kafe tempat dimana ia pernah menemui Om Benny. Kafe dengan ruangan-ruangan tersembunyi itu kini telah sedikit berbeda. Pertama kali Daffin ke kafe itu, hanya ada beberapa pelanggan. Tetapi kini banyak sekali pelanggan yang datang, terutama anak-anak sekolah.
Mereka memasuki ruangan yang dijaga ketat. Daffin juga bertemu lagi dengan Boni si Ketapel. Daffin seperti merasakan kembali masa-masa kelamnya dulu. Ia seperti kembali dibenamkan ke dalam lumpur yang pernah menenggelamkannya. Bayangan saat ia menahan rasa sakitnya di panti rehabilitasi dijadikan kekuatan oleh Daffin agar tidak kembali tergoda untuk mengonsumsi obat-obatan itu lagi.
"Woaah..Daffiin, akhirnya lo balik lagi kesini. Selamat Datang" seru Boni.
"Apa dia anak yang melarikan diri membawa obat itu?" teriak seorang dari arah belakang.
Daffin menoleh dan ia melihat Om Benny lah yang berteriak padanya.
"Iya bos, dia orangnya. Sama ini yang kemarin jadi pengganti" kata Boni.
Dia menarik kerah Arka dan menyeretnya ke depan. Benny memandangnya dengan tatapan licik. Ia menjenggut kepala Arka dan berbisik padanya.
"Kalau kau melakukan hal bodoh seperti adikmu, kau akan selesai"
Nyali Arka sedikit menciut mendengarnya. Namun ia tetap berusaha tenang, bahkan ia hanya membalasnya dengan sunggingan senyumnya.
Sementara itu Daffin terus mengawasi tempat itu. Ia berusaha mencari orang yang mengejarnya kemarin, tetapi ia belum menemukannya. Tiba-tiba terlintas di benaknya bayangan wajah Aya yang menangisi kepergian ayahnya. Ada sedikit perasaan bersalah bersarang di hati Daffin. Jika benar ayahnya meninggal di tangan mereka, maka itu akan menjadi pukulan yang menyakitkan.
***
Orang yang mengawasi rumah Aya telah menghilang. Aya tidak melihat mereka lagi setelah menelepon Daffin. Dia juga secara tiba-tiba memikirkannya. Selama ini dia belum pernah membantu Daffin, bahkan saat dia tahu masa lalu Daffin, ia malah membebaninya dengan masalahnya. Ia mencoba memikirkan cara untuk membantu Daffin.
Lalu ia teringat saat Haira mengatakan bahwa ayahnya bertemu dengan tiga pria asing itu. Ia bertanya pada Haira apa dia melihat wajah ketiga pria itu, namun Haira tidak melihatnya karena malam itu sangat gelap dan dia hanya melihatnya dari kejauhan.
"Tapi ada satu cara untuk mengetahui wajah mereka, Kak" ucap Haira.
"Gimana?"
"Dipa.." kata Haira.
Haira memberitahu bahwa saat itu Dipa sedang berada di sekitar rumahnya setelah mengantar makanan untuk Haira. Ia berasumsi bahwa Dipa masih ada di sekitar situ saat ayahnya pergi bersama tiga orang itu.
"Terus apa hubungannya Dipa dengan ini?" tanya Aya bingung.
Haira menjelaskan lagi bahwa Dipa selalu memakai helm dengan kamera Go Pro diatasnya. Dan jika perhitungannya benar, mungkin ketiga orang itu akan terekam kameranya saat Dipa dalam perjalanan pulang.
Tanpa menunda waktu Aya meminta Haira segera menelepon Dipa dan meminta rekaman kamera helmnya di hari itu. Dan benar saja ketika rekaman itu dikirimkan, prediksinya terbukti. Ketiga orang itu terekam bersama ayahnya. Wajah mereka pun juga terlihat jelas karena mereka melewati sebuah toko dengan cahaya lampu yang terang.
Sementara itu di kafe, Boni cs menyuruh Daffin dan Arka keluar dan mengantar pesanan pelanggan mereka. Tentu saja dengan diikuti beberapa Ketapel yang siap memburu apabila mereka melarikan diri lagi.
Dan betapa terkejutnya Daffin saat melihat Ketapel yang mengintai mereka dari jarak jauh. Ia melihat orang yang mengejarnya kemarin. Dan pada saat yang bersamaan ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk bersama sebuah foto.
Ini wajah orang yang pergi bersama ayah. Apa kau mengenalinya?
Setelah membaca pesan dari Aya, dan melihat foto yang ia kirimkan, wajah Daffin mendadak pucat.
Ia melihat wajah orang yang mengejarnya, mengintainya saat ini, dengan yang dikirim Aya, semua sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments