Aya terkejut melihat jawaban Daffin yang begitu terbuka.
"Whatt? Kamu pernah jadi pengedar?" tanya Aya, ia mengecilkan suaranya sambil melihat sekeliling.
Daffin yang sadar ucapannya sedikit mengejutkan Aya, ia langsung mengalihkan perhatiannya dengan tertawa.
"Menurutmu begitu? Lo gabisa diajak bercanda ya orangnya?" kata Daffin mengejek.
Melihat raut wajah Daffin yang sudah berubah santai, Aya pun memicingkan matanya.
"Ternyata lo orangnya nggak bisa lihat tempat ya kalau bercanda" balas Aya sinis.
Daffin tak menggubris perkataan Aya yang masih belum terlalu percaya dengan candaannya. Dia mengajak Aya pergi meninggalkan aula olahraga dan membawanya ke atap gedung. Disana Aya melihat banyak tumpukan kayu bekas kursi dan meja.
"Ngapain kita kesini? Bukannya kita harus bersihin aula" tanya Aya heran.
"Kita bersihin di sini dulu, nanti kalau mereka udah pergi baru kita ke aula" jawab Daffin sambil menyingkirkan dan menata kayu dan besi-besi bekas ke arah pinggir.
Aya yang juga mulai menata kursi mulai menghentikan aktifitasnya dan kembali menatap ke arah Daffin.
"Lo yakin dia akan baik-baik saja?"
"Siapa? Anak yang di aula tadi?" Daffin juga melihat ke arah Aya lalu berhenti.
"Dia sudah dipukuli, otomatis dia nggak baik-baik saja. Sekarang diam dan teruskan tugasmu" lanjut Daffin cuek.
Aya menggerutu dalam hati. Dia menatap Daffin dengan tatapan tajam, seakan laser akan keluar dari matanya. Tapi Aya tidak mau berdebat lagi, ia ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini dan pulang.
***
"Ai, gue pulang dulu ya" seru Dipa dari atas motor.
"Oke, hati-hati Dip" balas Haira sambil melambaikan tangannya ke arah Dipa.
Haira pun masuk ke dalam rumahnya yang masih nampak sepi. Berarti ibu, adik, dan kakaknya masih belum sampai di rumah semuanya. Haira pun merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang bermotif boneka beruang. Matanya menatap langit-langit kamarnya, sedangkan pikirannya melayang kemana-mana.
Hingga suara pintu terbuka membuatnya terhenyak dari tempat tidurnya. Aya melewati pintu dengan wajah yang lesu.
"Kenapa Kak? Lesu banget, nggak bisa ngerjain ujiannya?" tanya Haira.
Aya hanya menghela nafasnya berkali-kali sambil meneguk segelas air.
"Hari ujian, malah dapet hukuman" celetuk Aya.
"Makanya bangun pagi, jadi nggak telat" omel si Haira sambil terkikik.
"Hukumannya sih nggak masalah, tapi ada yang lebih menjengkelkan daripada itu" balas Aya.
Dia pun merubah posisi duduknya dan meminta Haira untuk duduk di depannya.
"Hai, kamu tahu nggak, kalau di sekolah-sekolah biasanya ada orang-orang yang menjadi pengedar?" tanya Aya bersemangat.
"Hah, pengedar? Maksudnya? Narkoboy?"
Aya mengangguk dan Haira nampak menatap udara. Berpikir mode on.
"Heh, ditanya malah bengong" protes Aya melihat adiknya yang terlalu lama berpikir.
"Sabaar..Kalau soal narkoboy bukannya di mana-mana ada ya? Tapi aku pernah denger sih, mereka memang kadang pakai jasa anak sekolah gitu" jelas Haira.
"Kenapa tiba-tiba kamu nanyain soal beginian?" tanyanya lagi.
"Kamu ngobat, Kak?" cecar Haira yang menatap kakaknya dengan curiga.
"Gila, ya enggak lah. Aku cuma penasaran aja. Ya sudah, aku mau masuk kamar dulu"
Raut wajah Haira berubah tatkala Aya masuk ke dalam kamarnya. Ia pun berganti pakaian dan keluar rumah tanpa memberitahu kakaknya. Haira berjalan menuju halte sambil menelepon seseorang.
"Halo, temui aku di tempat biasa. Sekarang!" kata Haira memerintah seseorang yang dia telepon.
Haira pun menaiki bus yang biasanya. Dia juga mengabaikan telepon dari Aya yang sudah berkali-kali mencoba menelepon adiknya itu. Sampai akhirnya bus yang ia tumpangi berhenti di sebuah halte, ia pun turun dan berlari ke arah gang sempit di sebelah toko kelontong tua.
"Ai.."
Sebuah suara muncul dari dalam kegelapan gang tersebut, membuat Haira sempat terkesiap. Dan tak lama seseorang berjalan mendekat ke arah Haira.
"Kak Daffin.." sapa Haira.
"Kamu ngapain ngajak ketemuan malam-malam begini?" tanya laki-laki yang ternyata adalah Daffin.
"Apa kakak tadi sudah bertemu Kak Aya di sekolah?" tanya Haira mulai cemas.
"Iya, sudah. Kamu cuma mau nanyain itu?" jawab Daffin.
"Apa Kak Daffin tadi bahas soal 'merpati' dan 'ketapel' di depan Kak Aya?" tanyanya lagi.
Daffin hanya mengangguk pelan, tapi ia juga nampak bingung.
"Kenapa kamu nanya gitu? Apa Aya membahas soal itu di rumah?"
"Iya, Kak. Dia nanya soal itu, dan aku jawab sebisa aku, seperti biasa. Tapi kayaknya dia nggak percaya begitu saja" kata Haira.
Haira mulai paham apa yang terjadi setelah Daffin menceritakan kejadian tadi siang di sekolah. Daffin dan Haira memang saling kenal, walaupun mereka beda sekolah. Aya dan adiknya hanya terpaut satu tahun, tapi Haira lebih memilih sekolah di tempat lain. Namun Haira justru lebih dulu mengenal Daffin daripada kakaknya.
Haira mengenal Daffin saat ia masih duduk di bangku SMP, ia hampir menjadi korban penjualan anak berkedok agensi pencari bakat. Ia diselamatkan oleh Daffin tepat saat Haira akan dijadikan merpati oleh gembong narkoba yang menculiknya saat itu.
Merpati adalah sebutan bagi anak-anak dibawah umur yang dijadikan sebagai pengantar obat-obatan terlarang. Dan tentunya mereka dibayar dengan obat, dan bukan uang. Hal ini sengaja agar para merpati itu kecanduan dan terjerat dengan mereka.
Sedangkan Ketapel adalah sebutan untuk para penjual obat terlarang yang ditugaskan untuk 'memburu' para Merpati. Mereka bertugas untuk memantau pergerakan para Merpati, menghajar apabila mereka berniat kabur, dan hal-hal buruk lainnya.
Haira dan Daffin pun sepakat untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun kala itu. Beruntungnya upaya penculikan itu hanya berlangsung tak sampai dua hari, jadi Haira menutupinya dengan berkelit bahwa dia menginap di rumah salah seorang temannya kala itu.
Dan benar saja, anak yang dipukuli di aula olahraga siang tadi adalah salah satu Merpati yang sedang 'diburu' oleh Ketapel. Daffin sudah mengenalinya saat melihat tato yang ada di pergelangan salah satu Ketapel yang menghajar Merpati-nya tadi.
"Ai, kamu pulang sekarang. Aya tidak akan tahu soal ini, aku akan menjaganya dan juga kamu. Tenang dan pulanglah" tegas Daffin.
"Tapi, Kak.."
"Sudah, ini udah malam. Kakak dan orang tuamu akan khawatir kalau kamu tidak segera pulang sekarang" pungkas Daffin.
Haira pun menurut tanpa banyak protes lagi. Tanpa ia sadari pun, jam di tangannya sudah menunjuk ke angka sebelas. Daffin pun dengan gentle mengantar Haira pulang.
***
Sementara Haira berada di jalan pulang, di rumah Aya sibuk menelepon ponsel Haira yang sedari tadi hanya menghasilkan 23 panggilan tak terjawab. Aya frustasi karena sebentar lagi ayah dan ibunya akan pulang. Aya tidak ingin orang tuanya kembali khawatir karena salah satu anaknya 'menghilang' malam itu.
"Nih anak kemana sih, malam-malam begini belum pulang juga" gerutu Aya sambil terus mengecek ponselnya.
Dan ketika Aya berusaha menelepon untuk ke 26 kalinya, dia mendengar suara pintu pagarnya dibuka. Aya gugup, ia takut itu adalah ayah dan ibunya yang pulang dari toko kue mereka. Ia pun hanya berani mengintip dari balik gorden jendela kamarnya yang kebetulan mengarah ke halaman depan. Dan ekspresinya berubah lega sekaligus emosi saat melihat siapa yang datang.
"Akhirnya dia pulang, huh..awas aja! Aku kunci di luar baru tahu rasa" gumam Aya kesal.
Aya berniat mengunci pintu dari dalam sebelum Haira membukanya, namun ia urung melakukannya saat Aya melihat seseorang yang menunggu di depan pagar rumah mereka sambil melihat Haira yang berjalan melewati halaman depan.
"Daffin?" ucap Aya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
monocaaa
hufff.. untung daffin bukan bagian dari mereka
2023-02-09
1
☘💚Efa Vania💚☘
ciyee.., lama2 daffin sm aya fallinlove nih.😂
2023-02-07
2