"Oke, sekarang jelasin, apa yang sebenarnya kalian lakukan? Ini rumah siapa? Dan siapa anak ini?"
Aya memberondongi mereka dengan semua pertanyaan yang muncul di benaknya. Dia sudah menyiapkan hatinya untuk kemungkinan yang terburuk yang akan dia dengar. Arka yang melihat Aya nampak kesulitan mengatur nafas setelah berteriak sebelumnya, berusaha menenangkannya dengan memberinya air minum.
Daffin yang semula berdiri di samping Aya, mulai duduk dan menceritakan suatu hal yang membuat mereka berkumpul di sini. Dia membawa Aya ke tempat yang mereka sebut dengan Rumah Kampung. Mereka memang sudah saling kenal, namun baru beberapa hari yang lalu mereka menemukan tempat ini untuk dijadikan markas.
Awalnya Haira meminta bantuan pada Daffin untuk membantu Dipa agar bisa membebaskan diri dari kejaran para preman yang berusaha menjadikan Dipa sebagai Merpati. Mereka terus mengejar Dipa dengan mengancam akan menyebarkan rumor bahwa dia sudah menjadi kurir narkoba di sekolah. Untuk alasan itulah Dipa dihajar oleh mereka pada malam itu, karena dia memberanikan diri menemui mereka untuk bernegosiasi. Untungnya Daffin dan Haira menemukannya di saat yang tepat. Saat Haira dan Dipa melarikan diri, mereka menemukan rumah kosong itu dan bersembunyi.
Setelah hari itu, mereka berempat selalu berkumpul di rumah itu untuk membahas masalah Dipa atau sekedar bertemu saja. Mereka merahasiakan hal ini dari Aya karena mereka tahu dia akan sangat khawatir. Dan benar saja, Aya sudah sangat terkejut mendengar semua cerita Daffin. Apalagi kali ini mereka membawa seseorang gadis yang dari tadi belum berhenti menangis, yang mana Aya tidak tahu siapa gadis itu.
"Tunggu, Merpati dan Ketapel? Apa mereka orang yang sama dengan yang kita temui di aula kemarin?" tanya Aya.
Daffin mengangguk perlahan. Aya kembali memutar matanya dan berpikir sesuatu. Kemudian dia mulai memandang gadis di sebelah Arka yang sudah mulai berhenti menangis.
"Lo juga dikejar mereka?"
Aya menatap gadis itu dengan tatapan penuh tanda tanya. Gadis yang berambut pendek dan berkacamata itu mulai menyeka air matanya dan menjawab pertanyaan Aya dengan anggukan kepalanya.
"Mereka terus mengejarku, bahkan saat aku di rumah, mereka juga menemui ayah. Ini semua gara-gara Dinda.." suara gadis itu kembali tercekat saat air matanya kembali turun. Sementara Aya merasakan ada sesuatu dalam jawaban gadis itu.
"Ayah? Dinda?" Aya kembali bertanya memastikan.
"Pak Teguh adalah ayahku. Sedangkan Dinda adalah adik tiriku. Aku dikejar oleh mereka untuk menggantikan ayah yang bekerja pada mereka. Ayah punya hutang sama bos mereka, untuk biaya sekolah Dinda saat itu. Dan saat ayah nggak bisa membayar lagi, mereka memaksa ayah untuk menjadi kurir mereka. Ayah ingin berhenti, makanya aku yang sekarang dikejar oleh mereka"
Gadis yang ternyata anak dari Pak Teguh itu kembali menangis setelah menceritakan masalah yang dialaminya. Aya yang sedari tadi berpikir, nampaknya mulai mengerti alur cerita semua masalah Merpati dan Ketapel ini. Ia pun mendekati Daffin, meski agak menjaga jarak dan masih canggung, ia membisikkan sesuatu padanya.
Daffin yang mengangguk tanda paham, akhirnya menyuruh Haira mengantar anak Pak Teguh yang bernama Siska itu untuk pulang. Bersama Dipa yang menawarkan diri untuk menemani Haira, mereka meninggalkan Rumah Kampung menuju rumah Siska. Meski merasa belum aman, tetapi hal yang bisa mereka lakukan saat ini hanyalah pulang.
Lain halnya dengan Aya, Daffin dan Arka. Mereka tetap tinggal di Rumah Kampung untuk membahas masalah yang dibisikkan Aya pada Daffin.
"Aku tadi ngeliat Pak Teguh kayak sedang ngobrol dengan seseorang gitu di belakang pos depan sekolah. Terus, ada beberapa preman juga di depan gerbang. Apa itu mereka?" Aya membuka percakapan diantara mereka.
"Sepertinya iya, Ay. Tapi masalahnya, menghentikan mereka untuk mengejar Dipa dan Siska itu sulit. Kita butuh rencana" jawab Arka.
Daffin hanya diam mendengarkan Aya dan kakaknya berbicara.
"Fin, ngomong dong. Kasih solusi kek" Arka menegur Daffin yang hanya diam.
"Ini gue lagi mikir"
***
Haira mengantar Siska pulang ke rumahnya. Meski awalnya Siska menolak karena masih takut didatangi preman-preman itu lagi, tapi akhirnya dia bersedia untuk pulang setelah dibujuk oleh Haira.
"Ai, aku minta maaf ya. Gara-gara aku kamu jadi ribet kayak gini"
Dipa merasa bersalah karena awalnya dia memang sempat tergiur untuk menjadi Merpati. Iming-iming bayaran awal yang lumayan besar pada akhirnya menjadi alasan Dipa saat itu. Tetapi dia tidak menyangka ketika hanya sekali dia melakukan hal itu dan ingin berhenti, mereka tidak mau melepaskan Dipa.
"Dip, mendingan kita mikirin solusinya aja deh. Udah terlanjur juga.." jawab Haira dengan nada kesal.
Meski Haira awalnya menolong Dipa, tetapi tidak dipungkiri dia sedikit merasa frustasi dan kesal dengan keputusan yang pernah diambil oleh teman dekatnya itu. Ia tidak kaya tetapi tidak pernah sekalipun terbersit pikiran untuk melakukan hal bodoh demi menghasilkan uang.
Dipa yang melihat kekesalan dalam diri Haira, hanya bisa menunduk dan terdiam. Sementara Haira masih terus memikirkan ucapan Siska yang dikatakan kepadanya saat perjalanan pulang.
Dinda yang pertama kali meminta ayah untuk bekerja. Dinda juga yang mengenalkan ayah pada om Benny
Haira masih mencerna ucapan Siska yang belum sempat diutarakan di depan Aya. Apakah Dinda adalah kunci dari semuanya, piKir Haira.
***
Rumah Kampung yang dijadikan markas oleh anak-anak itu sebenarnya adalah rumah lama Daffin. Sebelum ia memutuskan pindah dan tinggal bersama kakaknya, Arka, ia hidup di rumah ini bersama neneknya yang sudah meninggal. Namun Haira dan Dipa belum mengetahui kalau rumah itu adalah rumah lama Daffin. Mereka berdua hanya menemukannya secara tidak sengaja dan masuk melalui jendela yang ternyata tidak terkunci.
Daffin awalnya terkejut dan enggan saat Haira memintanya bertemu di rumah itu. Tetapi Daffin tetap menemuinya, karena ia berpikir rumah itu akan aman untuk tempat bersembunyi.
"Kamu kenapa, Fin? Kamu Baik-baik aja?" tanya Aya yang melihat Daffin yang nampak gusar dan terus mengelap keringatnya.
"Nggak apa-apa" jawabnya pendek.
"Kalau kita pengen ngeluarin Dipa, Siska dan Pak Teguh dari organisasi narkoboy itu, kita harus tahu alasan dari pengejaran mereka" kata Aya.
"Betul, mereka nggak akan mungkin buang-buang waktu hanya untuk mengejar orang tanpa alasan" timpal Arka.
"Tapi bagaimana kita bisa mencari alasan itu, kita nggak tahu darimana memulainya" lanjut Aya sambil melihat Daffin, seolah meminta dukungan.
"Fin.. lo nggak ada ide apa gitu?" tanya Arka.
Daffin yang hanya diam sejak kepergian Haira, Dipa dan Siska, mulai angkat bicara.
"Ada..tapi ini agak berbahaya"
Arka dan Aya menggeret kursinya mendekati Daffin, mencoba mendengarkan rencana apa yang akan diungkap Daffin. Dan begitu dia selesai membeberkan rencananya, Aya dan Arka menolaknya mentah-mentah.
"Lu gila, Fin!!! Fix lu gila!" seru Arka
Aya ingin mengatakan bahwa rencana Daffin mungkin satu-satunya cara yang bisa dilakukan, tetapi ia juga mengkhawatirkan efek dari rencana itu.
"Ay, ada yang kamu belum ketahui.."
"..Haira juga termasuk salah satu korban mereka"
Mendengar hal yang baru saja diucapkan Daffin, Aya membeku. Mendadak kakinya lemas. Bagaimana bisa adiknya terlibat organisasi narkoba. Bagaimana bisa? Pikirnya. Dan Daffin pun terpaksa menceritakan rahasia yang selama ini dia dan Haira jaga mengenai penculikan Haira.
"Pikirkan lagi, Ay. Kalau ada cara lain, katakan!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
monocaaa
.
2023-02-10
0