Malam itu entah bagaimana, waktu terasa lebih lambat dari biasanya. Daffin yang semula merasa tubuhnya sangat lemas dan mengantuk karena sibuk mencari Aya, kini malah terjaga sepanjang malam.
Pesan masuk di ponsel Arka malam itu membuatnya tidak bisa tidur,.sekeras apapun dia mencoba. Daffin sendiri merasa aneh kenapa dia sangat penasaran dengan pesan itu. Ketika dia memberikan ponsel itu pada Arka, dia tidak berani membahasnya apalagi bertanya tentang maksud pesan itu.
Sebenarnya tidak ada yang tertulis jelas dalam pesan itu. Tapi Daffin bisa melihat ada yang terselubung di dalamnya. Ia terus mengulang pesan itu dalam otaknya. Di pesan itu jelas tertulis bahwa ada seseorang yang tertidur di sebuah rumah, setelah dibawa oleh seseorang. Daffin mencoba menelaah dengan logikanya. Ia harus mencari siapa yang tidur, siapa yang membawa, dan dimana rumah yang dimaksud. Satu hal yang pasti adalah orang yang mengirim pesan itu adalah orang yang membawa orang itu ke rumah. Semakin Daffin mencoba menerka, semakin berantakan rambutnya karena diacak olehnya.
"Kenapa juga aku mikir, bukan urusanku" ucap Daffin yang akhirnya menyerah.
Dia menyerah untuk terus berpikir karena jarum jam sudah bergerak ke angka tiga. Ia telah berpikir tanpa alasan selama tiga jam. Dan matanya terlelap saat adzan subuh mulai berkumandang.
***
Pagi ini Aya terlambat bangun untuk kesekian kalinya. Haira yang biasa bertugas menjadi alarm kakaknya, mulai menyerah setelah berusaha membangunkannya selama tiga puluh menit.
Aya pun kembali harus mengeluarkan uang sakunya untuk ongkos ojek online. Tapi ternyata Arka sudah menunggu di depan rumahnya. Ia mengajak Aya untuk berangkat bersamanya, dengan alasan Daffin memintanya jaga-jaga kalau Nona kembali mengganggunya.
"Apa kamu sakit? Kenapa pucat banget?" tanya Arka.
"Ah enggak, aku telat tidur semalam, jadi masih ngantuk" jawabnya.
Arka hanya tersenyum dan mempercepat langkahnya menuju sekolah. Sebenarnya ia ingin berjalan pelan-pelan, bahkan jika mungkin selambat mungkin. Ia ingin menikmati waktu berduanya bersama Aya.
Sekolah mereka memang dekat dengan area perumahan. Jadi banyak dari mereka yang berangkat atau pulang dengan berjalan kaki.
Sementara itu Daffin sedang mengurus urusan pengantarannya di kafe Benny. Ia harus menyelesaikan pekerjaan itu sekarang. Sudah cukup lama dia menjadi budak penghasil uang untuk Benny. Selama hampir sebulan Arka dan Daffin menjadi Merpati alias pengantar, tapi mereka sama sekali tidak dibayar. Benny hanya akan membayar budaknya dengan obat, bukan uang. Dengan begitu mereka tidak akan bisa berhenti atau kabur. Sekalipun dibayar uang, Daffin pun tidak akan mengambilnya.
"Hah? Lu sama Arka pengen brenti?" tanya Boni sambil tertawa.
Daffin tidak menjawab, ia hanya meletakkan tas berisi uang dan beberapa bungkus obat yang masih tersisa.
"Gue sama Arka udah selesai!" jelasnya.
Namun Boni tidak mengijinkannya keluar. Ia malah memanggil Benny untuk melaporkan Daffin. Saat Daffin mencoba melewatinya, para bodyguard Boni menghadangnya.
"Apa? Anak-anak itu mau brenti?" teriak Benny.
"Iya, Bang" jawab Boni.
Seperti dugaan Daffin, mereka tak akan semudah itu melepaskan dirinya dan Arka. Sekalipun mereka menjual semua barang-barang itu, mereka tidak akan melepaskannya. Daffin malah disuruh untuk menjadi budak mereka seumur hidup, karena gara-gara dia, Benny kehilangan Dipa dan Siska waktu itu.
"Dasar gila! Bukannya aku disini untuk gantiin mereka?" teriak Daffin.
Tetapi mau seperti apapun dia berteriak, dia tak diijinkan keluar, dari ruangan dan dari organisasi mereka. Dan satu hal yang tidak Daffin duga hari itu. Usahanya untuk lepas dari jeratan mereka justru berbuah kesialan.
Benny cs tidak membiarkannya keluar dari kafe itu. Saat Daffin mencoba berontak dan melawan mereka, Boni malah menyuntikkan sesuatu padanya. Daffin yang melihat aksi mereka otomatis berusaha menolak dan memberontak. Ia tahu pasti apa yang mereka suntikkan, dan ia tidak mau obat itu kembali masuk dalam tubuhnya.
Namun semua sudah terlambat. Obat itu sudah masuk ke dalam aliran darahnya. Dan dalam sekejap tubuh Daffin langsung roboh ke lantai. Pandangannya menjadi buram, telinganya berdengung keras, tubuhnya lemas, dan ia mulai tak sadarkan diri.
***
Aya berpisah dengan Arka di depan pintu gerbang. Seperti biasa, ia tak mau anak-anak lain melihatnya terlalu dekat dengan Arka. Ia cukup trauma dan malas jika harus mengulang situasi seperti saat rumornya dengan Daffin merebak. Ia juga sudah cukup pening memikirkan banyak hal akhir-akhir ini.
Ia berjalan perlahan menyusuri halaman depan sekolah, berharap Daffin akan muncul di belakangnya seperti biasa. Tapi sampai dia masuk ke kelas, ia tak menemukan Daffin. Saat jam istirahat pun Aya tak melihat batang hidungnya sama sekali. Bahkan sampai bel pulang berbunyi, Aya masih belum menemukannya.
Aya mulai khawatir dengan pacarnya itu. Nomor ponselnya juga tidak bisa dihubungi sejak pagi.
"Dimana anak ini sebenarnya? Kenapa nomornya nggak bisa dihubungi?" gerutu Aya seorang diri.
Ia juga mencoba menghubungi Arka untuk menanyakan soal Daffin, tetapi Arka juga belum melihatnya seharian ini.
"Apa dia bolos?" tanya Aya via telepon.
Arka berkata bahwa hari ini tidak ada pengiriman seperti biasa. Tetapi Daffin pernah mengatakan padanya kalau dia ingin segera mengakhiri permainannya dengan para bandar itu.
Aya langsung berpikir mungkin Daffin berada di sana. Ia pernah ke tempat itu sekali, ia akan mencoba mencarinya di sana. Tetapi saat Aya mengutarakan niatnya pada Arka, dia langsung melarangnya.
"Apa kamu gila? Mereka akan memakanmu hidup-hidup kalau kamu ke sana sendirian" kata Arka.
Akhirnya Aya mengalah, dan meminta Arka untuk mencari Daffin di kafe Benny. Aya berkata ia mempunyai firasat bahwa terjadi sesuatu padanya. Dia akan selalu mengejutkannya dengan muncul secara tiba-tiba, atau setidaknya dia akan mengabari lewat pesan telepon.
Arka pun langsung bergegas menuju ke kafe Benny.
***
Di ruangan kecil berukuran tiga meter itu, Daffin akhirnya membuka matanya. Kepalanya masih pusing dan pandangannya juga sedikit kabur. Namun samar-samar ia melihat seseorang tengah duduk di sampingnya.
"Apa kau sudah bangun?" tanyanya.
Daffin berusaha untuk duduk. Setelah mengerjap beberapa kali, ia bisa melihat orang yang duduk di sampingnya. Orang itu tak lain adalah Nona. Ia tersenyum sambil mengatakan sesuatu padanya.
"Makanya, kenapa kamu mau pergi..?"
"..kamu harus reuni lagi, Fin" lanjutnya dengan tawa yang keras.
Melihat Nona di depannya, Daffin mengeluh dengan napasnya. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi, tetapi yang ia rasakan justru rasa sakit luar biasa yang muncul tiba-tiba.
Daffin berteriak keras sambil memegang kepalanya yang terasa akan pecah. Ia juga bertingkah seperti mencari sesuatu dan menggila karenanya. Ia bahkan mendorong Nona hingga terjatuh demi mencari barang yang ia cari.
Daffin sakaw
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
monocaaa
sia sia sudah...
2023-02-13
0