Violin sampai dirumah satu jam kemudian. Jalanan kota yang macet memang hanya bisa dilalui dengan sabar. Bahkan saat kita terburu-buru pun harus tetap sabar. Padahal jarak kantor dengan rumahnya tidak begitu jauh. Tidak sampai setengah jam jika jalanan lancar.
Spontan ia keluar dari mobilnya dan melesat masuk kedalam rumah.
Pertama kali yang menyambut indra penciumannya adalah bau smokey khas daging bakar.
Violin terlena dengan baunya. Wangi sekali, sampai air liurnya hampir menetes.
"Merry... " Pekikan suara Pamela yang khas sengau-sengau manja terdengar dari arah pantry.
"Gila lo lempar tuh makanan, aw... awas jatuh!"
Kehebohan dari Pam yang ngeri-ngeri sedap melihat teknik memasaknya Merry ala-ala chef handal. Pan tossing (melempar-lempar) masakan diatas wajan agar tercampur merata.
"Ini memanjang atau serong, Mer?!" Sofia mengangkat pisau ditangan kanannya dan buncis di tangan kirinya.
"Suka-suka sampean aja mbak." Jawab Merry sambil asyik memplating hasil masakannya di piring saji berbentuk oval. Memastikan rapi dan me-lap pinggiran piring porselen itu dengan tisyu.
Wow... Violin terpana.
Setelah sekian lama dapurnya mati gaya, Vio merasakan hawa kehidupan disudut rumahnya ini.
Dapurnya berantakan dan ia suka ini.
Diatas meja makan hampir lengkap masakan menggoda selera yang ditata dengan konsep candle light dinner secara profesional khas restoran-restoran mahal bintang lima.
Tak lupa Merry meletakkan lilin-lilin di meja agar suasana romantinya dapet.
Piring-piring mahal milik Vio yang hanya menjadi penunggu lemari kabinet pun malam ini berderet dengan anggun menunggu untuk disentuh sang empunya.
Vio mengedarkan pandangannya, ujung jari telunjuknya menyentuh sudut meja ruang tamu. Bersih. Debu pun seperti di halau pergi menjauh oleh Merry.
Astaga. Violin menutup mulutnya dengan tangan.
Rumahnya dibuat sedemikian hidup, ia malah berburuk sangka dengan asisten barunya itu.
"Vi, bengong aja, sih!? Nih bawa ke meja makan!" Pamela menyodorkan sup asparagus semangkok sedang.
Sebelum tangan Violin menerima mangkok itu, Merry dengan gesit menerimanya dan meletakkannya di meja makan.
"Voilaaa... wel dan, mbak." Pekik Merry, sok-sokan pakai bahasa Inggris yang terdengar lucu karena beraksen Jawa yang medok.
"Matur nuwun lho mbak Pam, mbak Sofia. Pekerjaanku jadi cepet selesai." Ucap Merry tulus.
Pam mengibaskan tangannya, "it's oke, Mer..."
"Elo ngebantu apa malah ngerecokin sebenernya?" Tanya Violin menyelidik.
"Eeehh, tanya Merry dooong. Nih buktinya, gue bisa bantuin nge-grill tuh daging jadi Mateng gini, nih." Tunjuk Pamela pada steak diatas piring didepannya.
"Mbak Pam hebat lho. Mateng semua." Merry mengacungkan jempolnya.
"Iyaaa, hebat. Disuruh masak steak medium malah kebablasan jadi well done." Cibir Sofia.
"Kering dan keras dong?" Violin menusuk-nusuk garpunya ke daging yang di grill Pam. Pasalnya daging tenderloin tidak bisa dimasak sampai well done, atau dia akan kering dan keras.
"Sudah-sudah, nanti biar saya yang makan. Ayo silahkan dimakan mbak, keburu dingin." Merry mengalihkan perdebatan unfaedah itu. Ia mengambil korek dari saku appronnya, lalu menyalakan lilin-lilin di meja. Sofia mengatur cahaya lampu agar lebih redup.
"Ck, dibuang aja, Merr. Tuh masih banyak yang juicy kok dagingnya." Ujar Pam sambil memasukkan potongan daging kedalam mulutnya dengan cuek.
"Sayang mbak, belinya mahal." Celetuk Merry sambil ngeloyor kembali ke dapur.
"Tuh dengerin si Merry! Elo sih bikin mubazir nih makanan." Omel Sofia.
Pam dan Vio sudah tidak lagi mendengar Omelan Sofia. Mereka benar-benar menikmati makan malam berkualitas mereka malam ini dimulai saat suapan pertama.
"Ini steak terenak yang pernah gue makan." Gumam Vio dengan mulut penuh daging.
Pam dan Sofi mengangguk setuju.
"Nggak nyangka lho, kalian bisa langsung cocok sama Merry." Bisik Violin. Ia menyeruput sup asparagusnya yang masih hangat.
Ia tahu Pam pemilih dalam hal pertemanan, Sofia apalagi.
"Salah lo ya tadi kalau gue sempet ngapa-ngapain Merry." Pam mengelap mulutnya dengan serbet.
"Udah gue undang tuh pak RT lengkap sama warga. Hampir gue cekik si Merry. Gue kira maling dooongg..." Pam bercerita dengan heboh.
"Eh, nggak tahunya kamu kan yang dihajar si Merry?" Sofia memotong cerita Pam.
"Serius?" Violin melotot kaget.
"Si Merry jago taekwondo." Jelas Sofia.
"Wah, pantesan lo langsung keder. Hahaha..." Violin ngakak sampai-sampai gelas ditangannya hampir tumpah.
Pamela berdecak kesal, "pulang gue!"
"Ciee kesel..." Goda Sofia.
Pamela beranjak dari duduknya. Dagunya terangkat angkuh, ia sedikit membetulkan letak bra-nya, rasanya sedikit melenceng.
"Oke girls, cabut dulu gue. Laki gue udah ribet nih."
"Di hotel mana, Pam?" Selidik Sofia.
"Nggak jauh sih, mau nyoba yang baru, yang view-nya ke arah pantai itu."
Violin mencibir, "mana mungkin view pantai belum pernah lo coba."
"Ini gaya baru shaayy..." Bisik Pam sambil menggigit bibir bawahnya, extra mengedipkan mata sebelah, genit.
"Dasar maniak!"
Violin melempar Pam dengan serbet. Pam cekikikan.
"MEERRRYYY... PULANG GUE. THANKS MAKANANNYA..." Teriak Pam.
"YU AR WELKOM MBAK, TEK KER!" Balas Merry dari arah dapur tak kalah cempreng.
"Bisa ya, si Merry langsung luwes gitu." Sofia terheran-heran.
"Pengalamannya banyak dia." Tunjuk Vio dengan dagunya. Tangannya sibuk mencabik-cabik daging steak kesekian kalinya.
"Tetep aja kita harus hati-hati."
Kalimat Sofia menyadarkan Violin maksud kepulangannya sampai ngebut dijalan, kan memang untuk mengkonfirmasi keabsahannya Merry. Kenapa malah ia yang terlena dihipnotis Merry pake steak?
Vio mengaduk-aduk tasnya mencari ponsel. Walaupun ia yakin Merry orang baik-baik, tapi ia rasa perlu melakukan ini. Bukankah jaman sekarang banyak berkeliaran iblis berwujud malaikat?
Lalu sekian menit Vio berbicara dengan agen penyalur. Sofia hanya diam memperhatikan, ia tidak beranjak dari duduknya.
Sejurus kemudian, bertepatan dengan matinya ponsel Vio, Merry mendekati majikan barunya dengan membawa map hijau.
Merry sudah terlihat rapi dan wangi. Mungkin tadi selesai beberes ia sekalian membersihkan diri. Stelan dress kuning motif bunga-bunga kecil yang di pakai Merry menambah manis tampilannya. Violin sampai terheran, yang begini kok bisa jadi asisten rumah tangga, sih? Dia cantik loh!
"Mbak Vio lihat opo to?" tegur Merry. Ia terlihat kikuk dengan tatapan Vio yang menelisik dari atas sampai bawah.
"Ehem..." Sofia berdehem. Kakinya dibawah meja menyenggol lutut Vio.
"Kamu cantik lho, Merr..." Puji Vio spontan.
Merry tersipu, matanya yang besar mengerjap jenaka.
"Banyak yang bilang aku cantik mbak, sayang aja nasipku buruk." Ucapan Merry terlihat ringan tanpa beban. Kata yang harusnya di ucapkan dengan sedih malah terdengar lucu jika keluar dari mulut Merry.
"Eh, malah ngelantur." Merry menepuk pahanya, seolah mengingatkan maksud dan tujuannya menemui Violin.
"Ini lho mbak berkas-berkasku. Sudah lengkap di dalam map ini." ia menyodorkan map hijau kedepan Violin dengan sopan, sedikit membungkuk dengan tangan kiri menyangga tangan kanannya, khas sopan santun budaya timur.
Violin membaca sekilas kertas dihadapannya. Ia manggut-manggut.
"Merlina Safitri." Gumam Violin lirih. Ia seperti familiar dengan nama ini. Seperti pernah mengucapkannya tapi lupa kapan dan dimana.
Sampai Vio selesai dengan cream malamnya dan beranjak ketempat tidur, ia masih penasaran dengan nama asisten rumah tangganya itu.
Lalu perlahan memejamkan mata dan berlalu memeluk mimpi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Ersa
beneran ini mah, bodyguard casing ART suruhan Pak Atmanegara
2023-10-22
0
Rengganis
Jangan2 yg dicari Juno
2023-10-03
2