"Maafkan aku, Zahira," ucap Mas Fahri yang berhasil membuatku lansung terduduk dari posisi.
"Zahira? Maksudmu apa Mas?" tanyaku bingung.
Mas Fahri ikut merubah posisinya menjadi duduk. "Ya, Zahira. Maafkan aku." Ia mengatakan itu dengan pandangan tertunduk. ada bulir bening yang kulihat mengalir di pipi.
"Bukan itu maksud pertanyaanku, Mas."
"Iya, aku tahu. Makanya aku minta maaf," sahut Mas Fahri masih tetap menunduk.
"Sejak kapan Mas Fahri sadar kalau aku Zahira? Bukan Arumi?"
"Sejak awal."
"Sejak awal? Apa maksudmu, Mas?" Aku benar-benar dibuat bingung dengan penuturannya.
Mas Fahri mengangkat wajahnya menatapku. "Aku memang kecelakaan, Zahira. Tapi aku tidak lupa ingatan."
"Apa?" Aku memekik karena terkejut.
"Aku takut kamu akan semakin menjauhiku karena sikap kasarku selama ini padamu. Maafkan aku, Zahira." Kembali, air mata Mas Fahri luruh membasahi pipi.
Ternyata, pria egois itu bisa menangis.
Tapi, aku masih belum sepenuhnya percaya dengan penuturannya.
"Lalu, bagaimana kamu bisa membodohi wanitamu yang kemarin datang ke sini, Mas? Bukankah selama ini dia yang kau impikan menjadi istri?"
"Aku sudah memutuskannya. Kami sudah tidak ada hubungan. Dia sekarang hanya masa lalu ku," terangnya. Aku masih berusaha mencerna setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya.
"Maksudmu apa Mas?"
Mas Fahri menyibakkan selimut yang dipakainya, berusaha hendak bangkit dari posisi. "Zahira, tolong percaya padaku. Aku sudah tidak berhubungan lagi dengannya."
"Ada apa denganmu, Mas? Kenapa sikapmu padaku berubah sangat drastis?"
Mas Fahri menarik napas dalam. "Mengetahui dirimu sangat dekat dengan sahabatmu itu membuat hatiku panas. Awalnya aku tidak begitu memikirkannya, tapi semakin aku menepis pikiran itu, semakin hatiku berontak."
Ada apa dengan pria bon cabe ini?
Apa mungkin dia mulai menyukai si gadis culun?
"Lalu, kenapa harus mengganti namaku dengan Arumi? Apa Mas tidak tahu kalau aku sangat membenci wanita itu? Kenapa malah memanggilku dengan namanya?" cecarku. Aku ingin mendapatkan penjelasan yang jelas, sejelas-jelasnya.
Mas Fahri kembali menunduk. "Aku pikir, kamu akan tetap mau di sisiku jika menjadi Arumi."
"Maksudmu apa Mas? Kamu adalah suamiku. Bagaimana pun kondisimu aku akan tetap berada di sisimu," jawabku yang berhasil membuat Mas Fahri kembali menatapku.
"Benarkah? Walaupun selama ini aku sudah bersikap kasar kepadamu?" Mas Fahri berjalan mendekatiku.
Ada getaran aneh yang kembali merasuk ke hatiku. Mendengar penuturan Mas Fahri membuat hatiku merasa berdebar senang.
Apa mungkin Mas Fahri mulai menaruh hati padaku?
Aku mengangguk pelan. "Iya Mas."
"Sekali lagi maafkan aku ya, Zahira?" Kali ini binar mata Mas Fahri nampak berdeda. Ada kehangatan yang kurasa.
"Maaf lagi? Untuk apa?"
Mas Fahri kembali menatapku ragu. "Karena sudah memanggilmu dengan nama wanita yang kamu benci."
"Aku akan memafkanmu, Mas. Tapi tolong katakan kepadaku tentang kebenaran hubungan kalian saat ini?" tanyaku penuh penekanan. Sebelum aku melangkah maju, aku harus memastikan keadaan.
"Aku dan Arumi benar-benar sudah berpisah, Zahira."
"Sejak kapan?"
"Beberapa hari sebelum kecelakaan terjadi," terang Mas Fahri.
"Tapi, kenapa kemarin dia ke sini? Seperti hubungan kalian sedang baik-baik saja."
"Sepertinya dia belum mau melepaskanku," jawab Mas Fahri lemah.
"Lalu, apa keputusanmu, Mas? Bukankah dulu Mas Pernah bilang kalau dia cinta sejatimu?"
Mas Fahri terdiam. "Iya, Aku sadar aku salah. Maka dari itu, maafkan aku. Aku akan memperbaiki semuanya dari awal. Termasuk pernikahan kita."
"Benarkah? Mas janji?" Aku sangat ingin mempercayai ucapannya.
Mas Fahri mengangguk penuh keyakinan. "Iya, Zahira. Aku berjanji."
"Tapi, Mas. Aku takut jika Arumi kembali ke kehidupanmu."
Benar, aku sangat bahagia dengan perubahan Mas Fahri yang ingin memperbaiki hubungan kami, tapi aku juga takut jika Arumi kembali dan merusak segalanya.
"Waktu dia datang kesini kemarin aku sudah mengusirnya. Baik dari rumah ini juga dari hatiku. Percayalah. Atau, jika perlu kita pindah rumah? Agar Arumi tidak bisa menemukanku lagi?" Mas Fahri ingin meyakinkanku.
Aku tertegun dan berpikir. "Tidak perlu, Mas. Asalkan kau tidak membuka kembali pintu hatimu untuknya, maka dia akan berhenti dengan sendirinya. Yang kuperlukan saat ini adalah pembuktian darimu. Buktikan jika kamu sudah melupakannya dan benar-benar ingin memperbaiki rumah tangga kita," sahutku.
Karena, percuma saja pindah rumah kemana pun jika hati Mas Fahri masih terbuka untuknya, pasti suatu saat akan kembali lagi.
Namun, jika Mas Fahri benar-benar sudah menutup, bahkan mengunci hati untuknya, pasti dia akan mundur dengan sendirinya.
"Baiklah, aku berjanji, Ra. Aku akan berusaha memperbaiki rumah tangga kita." Mas Fahri nampak sangat serius dengan ucapannya.
Aku menanggapi ucapannya dengan anggukan. "Iya Mas."
"Terimakasih, Zahira. Akhirnya aku bisa berterus terang padamu," tuturnya lagi.
"Iya Mas, tidak apa-apa."
Walaupun sebenarnya aku belum yakin sepenuhnya. Namun aku harus memberi kesempatan untuk Mas Fahri.
Suasana yang tadinya biasa kini berubah menjadi sangat istimewa. Terlebih bagiku. Bagaimana tidak? Mas Fahri yang akhir-akhir ini memperlakukanku sangat lembut kukira karena nama Arumi, namun ternyata hanya karangan belaka. Mas Fahri sengaja berpura-pura amnesia hanya karena ingin aku di sisinya. walaupun sakit, namun setelah tahu kenyataan ini membuat hatiku bahagia.
Entah ada apa juga dengan udara malam ini? Kenapa seketika berubah menjadi sangat dingin hingga mampu menembus hatiku?
Aku dan Mas Fahri sama-sama terdiam membisu menyelami pikiran masing-masing.
"Zahira," panggil Mas Fahri dengan lembut menatapku.
Aku membalas pandangan itu. "Ada apa Mas?"
Sorot mata tajam Mas Fahri nampak sangat berbeda dari biasanya. Jika biasanya kurasakan dia selalu sinis memandangku, namun malam ini sorot mata tajam itu begitu menghangatkan. Ada ketenangan di dalamnya.
Mas Fahri mendekatiku yang sedang duduk di ujung ranjang. Perlahan posisi Mas Fahri sudah sama denganku.
Mengetahui Mas Fahri semakin mendekat, membuatku grogi dan malah berdiri karena gugup. Entah kenapa aku menjadi sangat kikuk dengan suasana ini. "Maaf, Mas, aku mau ke dapur. Aku haus, mau minum."
Mas Fahri hanya tersenyum.
Mungkin sangat nampak jika saat ini aku sedang gugup dan berusaha menghindarinya.
Aku melangkahkan kaki hendak membuka pintu. Namun, tiba-tiba Mas Fahri melakukan hal yang di luar dugaanku.
Tanpa kusadari, Mas Fahri berjalan ke arahku dan langsung memelukku dari belakang. Pelukannya sangat erat sehingga aku kesusahan untuk menolak.
"Zahira, I love you."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments