BAB 03 - Pindah Ke Rumah Baru

"Okey, Sayang. Aku akan tiba di sana sekitar lima belas menit lagi ya,"

Mas Fahri begitu lembut saat berbicara dengan seseorang yang sedang ditelponnya itu. Berbeda sekali saat bicara denganku.

Tapi, aku tidak salah dengar kan?

Sependengaranku Mas Fahri mulai tadi berkali-kali menyebut kata sayang.

Apa mungkin, yang sedang diteleponnya saat ini adalah Arumi?

Tapi, kata bunda tadi pagi, Arumi sedang di luan negeri kan?

Atau mungkin ada wanita lain lagi yang telah menjadi kekasih hati Mas Fahri?

Aaaaarrrghh!

Sabar Zahira, sabaar.

Jangan tersulut emosi hanya karena mas Fahri memanggil seseorang dengan sebutan Sayang.

Untuk apa juga membawa perasaanmu dalam pernikahan terpaksa ini.

Jangan sampai!

Kamu harus mengingat sikap pria itu kepadamu. Kamu menikah dengannya hanya karena ingin membahagiakan kedua orang tuamu. Tidak lebih!

Hatiku bermonolog untuk memberi kekuatan pada diriku sendiri.

'Bleb!'

Mas Fahri menutup pintu mobil. Pria dingin itu sudah duduk di kursi kemudi tepat di sampingku. Dia langsung menyalakan mesin mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang.

Tak ada percakapan. Tak ada kata-kata. Masing-masing kami saling terdiam dan membisu. Hingga mobil yang kami naiki perlahan berhenti di depan rumah minimalis yang sangat indah.

"Sudah sampai, turun," titahnya.

Tanpa menjawab, aku langsung membuka pintu mobil lalu turun. Dengan susah payah, aku mengangkat koper yang berisi pakaianku keluar dari bagasi mobil.

"Kamu ini lelet banget sih!" sentak Mas Fahri menarik kasar koper yang kubawa. Setengah kaget aku hanya menurut dan pasrah.

"Aku ini ada janji penting, kalau kamu kayak siput gitu bisa memperlambat waktuku," omelnya sambil berjalan menuju pintu rumah baru kami.

Aku masih terdiam, karena aku memang tidak ingin mencampuri urusannya.

Mas Fahri memutar kunci pintu dan membukanya dengan perlahan. "Masuklah," titahnya padaku yang langsung kuturuti.

Suasana rumah yang cukup indah dan bersih. Walaupun dalam kategori minimalis, tapi rumah ini terasa sangat mewah. Dibandingkan dengan rumah orang tuaku, pastinya.

Mas Fahri terus berjalan menuju dia pintu kamar yang saling berhadapan. "Zahira, kamu tidur di kamar sini, dan aku akan tidur di kamar sana," ucap Mas Fahri memberikan aba-aba.

"Maksdunya Mas? Bukankah kita suami istri? Apakah harus tidur di kamar yang terpisah?" protesku. Walaupun dia tidak mau menyentuhku, setidaknya tidur dalam satu kamar adalah hal yang wajar, walaupun masih tetap tidur secara terpisah seperti yang kami lakukan tadi malam.

"Tidak! Ini rumahku, dan kamu harus menuruti aturanku!" bantahnya.

Hhhhh, kasar sekali. Untung saja aku sudah menguatkan hatiku tadi. Jika tidak, aku pasti sudah nangis bombay karena ucapannya ini.

"Iya, baiklah," patuhku. Aku langsung membuka pintu kamar yang sudah ditunjukkan Mas Fahri untukku. Aku lalu menarik koper dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"Lakukan apapun yang kamu mau. Tapi ingat, jangan pernah masuk ke dalam kamarku," perintah Mas Fahri lagi dengan nada penuh penekanan.

Memangnya kenapa?

Apa dia memelihara sesuatu yang aneh atau semacamnya?

Atau mungkin, dia sedang memelihara tuyul pesugihan?

Ahhhh, terserahlah!

Aku tidak menggubris ucapan pria itu lagi, dan malah menutup pintu kamar. Terdengar Mas Fahri melangkahkan kaki keluar rumah. Mungkin, dia akan pergi ke tempat pertemuannya dengan sayangnya yang diteleponnya tadi.

Terserahlah Mas, yang penting aku akan melaksanakan tugasku sebagai istri demi membahagiakan kedua orang tuaku.

***********

Malam hari tiba. Mas Fahri masih belum juga menampakkan batang hidungnya.

Aku berjalan menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutku. entah kenapa perutku terasa begitu lapar padahal tadi sore sebelum berangkat ke sini aku sudah makan di rumah mertua.

Langkahku terhenti di lemari pendingin pintu dua yang berada tak jauh dari meja makan. segera kubuka lemari pendingin itu, namun, tak kudapati apapun di dalamnya.

Hhhhh, Kulkas cuma bagus luarnya saja, tapi dalamnya, zonk!

Apa aku harus keluar cari bahan makanan?

Tapi aku harus naik apa?

Jika berjalan kaki rasanya pasti akan lama, mengingat jarak rumah ini cukup jauh dari pusat kota. sedangkan toko-toko kecil yang ada di sekitar sini pasti sudah tutup semua, karena saat ini sudah sangat malam.

Apa aku harus meminta bantuan kepada Iqbal saja ya? Aku yakin Iqbal mau menolongku.

Iqbal adalah sahabatku sejak kecil. Rumahnya tak jauh dari rumahku sehingga mulai kecil kami selalu melakukan sesuatu bersama-sama. Mulai dari main sampai menempuh pendidikan pun bersama-sama.

Dia adalah sahabat terbaikku, karena selalu ada di setiap waktu untukku. mulai dulu, tanpa pamrih dia selalu menolongku dalam setiap masalah yang ku hadapi.

Aku merogoh handphoneku dari saku celana lalu menghubungi kontak yang bertuliskan nama Iqbal Si Terbaik.

Panggilan pun tersambung. "Assalamu'alaikum Zahira," sapa Iqbal dari seberang telepon.

"Wa'alaikum salam Bal,"

"Ada apa Ra? Malam-malam koq nelpon?" tanyanya penasaran.

"Maaf mengganggu Bal. kamu lagi ngapain? bisa antar aku nggak?" sahutku langsung meminta bantuan kepada Iqbal.

"Nganterin ke mana? Kan kamu sudah punya suami sekarang. Kenapa masih ganggu aku sih?"

Ish! Iqbal ini kenapa? Tak biasanya dia menginterogasiku dulu jika aku meminta bantuan.

"Suamiku sibuk Bal, nggak bisa diganggu," Sibuk sama wanita lain, mungkin.

"Memangnya kamu di mana?" tanyanya lagi. Sepertinya dia bersedia mengantarku.

"Aku di rumah baru, agak jauh sih dari rumahmu,"

"Alamatnya di mana?" tanyanya lagi.

"Di jalan Melati blok Duren 100 Z,"

"Oohh, iya. Aku tahu alamat itu. Tunggu sebentar, aku akan ke sana," sahut Iqbal menyanggupi permintaanku.

selang beberapa menit, terdengar suara motor gede Iqbal menghampiri rumah yang kutinggali ini. mendengar suara itu aku langsung beranjak berdiri menuju pintu lalu keluar.

"Ra, ini rumah siapa?" tanya Iqbal saat aku sudah berdiri di samping motor yang dinaikinya

"Rumah suamiku Bal, aku sekarang tinggal di sini," terangku.

"Oooohh," Iqbal hanya mengangguk paham.

"Ini kamu mau diantar kemana?" tanyanya lagi.

"Ke supermarket yang masih buka, aku mau cari bahan dapur," jawabku.

"Bahan dapur?"

"Iya Iqbaaal, sudah, nggak usah banyak nanya ya," pungkasku.

"Iya, iya, naiklah," titahnya.

"Iya," Anggukku menuruti ucapan Iqbal dan langsung naik di jok belakangnya.

Di sepanjang perjalanan Iqbal banyak berbagi cerita. Dia menceritakan kegiatannya selama tugas di luar kota dan pengangkatan jabatannya di kantor tempatnya bekerja.

Sedang aku? Tak ada yang kuceritakan. Aku lebih memilih menjadi pendengar baik saja.

Sesekali Iqbal memancingku untuk membahas pernikahanku, namun aku tak begitu menanggapinya.

Beberapa menit berlalu akhirnya kami menemukan satu supermarket buka 24 jam yang terletak di tengah-tengah kota.

"Ayo Bal temani aku," Aku turun dari motor Iqbal dan langsung berjalan menuju pintu masuk. Iqbal terlihat berjalan mengekoriku dari belakang. Aku pun langsung saja memulai memilih barang dan bahan yang benar-benar kuperlukan.

kurang lebih satu jam, akhirnya aku mengakhiri petualanganku dari tiap sudut rak belanja yang ada di supermarket ini.

"Ra, masih lama kah? Aku dah ngantuk banget nih," Iqbal mendekatiku dengan wajah cemberut. Terlihat jelas dari matanya, dia sudah sangat kelelahan.

"Iya, ini sudah koq," Aku langsung berjalan ke kasir dengan troli yang penuh terisi.

Setelah pembayaran selesai, aku kembali diantar Iqbal pulang ke rumah Mas Fahri.

Tiba di depan rumah, Iqbal langsung berpamitan pulang.

Terlihat, mobil Mas Fahri sudah terparkir di tempatnya.

Sejak kapan Mas Fahri pulang?

Ada perasaan takut yang mengganjal di hatiku. Aku takut jika Mas Fahri akan marah kepadaku karena pulang terlalu larut.

Dengan sangat hati-hati, aku langsung melangkah masuk ke dalam rumah sambil menenteng beberapa kantong besar yang berisi barang belanjaan. Kuharap Mas Fahri sudah tertidur di kamarnya.

Melewati ruang tamu aku langsung menuju ke dapur untuk meletakkan barang belanjaan.

Dengan sangat pelan, aku membuka lemari pendingin dan memasukkan beberapa bahan dapur ke dalamnya.

"Dari mana kamu!?"

Terpopuler

Comments

linda sagita

linda sagita

selagi bisa sabar, sih sabar

2023-03-20

0

Nirwana

Nirwana

tetap semangat Zahira😘

2023-03-02

0

Ahmad Riyadhi

Ahmad Riyadhi

penasaran sama si Iqbal.. 🤭

2023-02-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!