Masih POV Fahri
Hari hari berlalu, Zahira terlihat lebih pendiam dari sebelumnya. Ada kekecewaan yang terpancar jelas dari raut wajahnya.
pagi ini, sesuai permintaannya untuk kembali bekerja, pagi-pagi sekali dia sudah rapi dengan setelan blus dan celana gober yang dia kenakan. Juga yang tak pernah tertinggal darinya, jilbab segi empat berwarna abu-abu yang menempel di kepalanya yang membuatnya nampak sedikit cantik.
Hanya sedikit ya, karena masih sangat lebih cantik Arumi dibandingkannya.
Aku berjalan menghampirinya yang sedang menyantap sarapan dengan sangat lahap.
"Kamu makan apa? sepertinya enak?" tanyaku mencoba sedikit lembut padanya. Aku merasa bersalah atas kejadian tempo hari. Jadi, untuk mengurangi rasa bersalahku, aku berusaha bersikap baik padanya.
Zahira menjawabku ketus. "Nasi goreng, tapi aku masaknya cuma satu porsi ini saja. Kan Mas juga biasanya tidak mau makan di rumah," jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
Mendengar ucapannya membuat egoku kembali panas. Aku berusaha bersikap baik padanya, tapi dia malah menanggapi kebaikanku dengan sikap acuh, tak perduli. Jangankan menjawab lembut, menoleh ke arahku pun tidak.
Aku kembali pada mode awalku. Seketika, melihat wanita yang sedang berdiri di depanku ini hatiku memanas.
"Aku pamit mau berangkat Mas," ucap Zahira sambil mengulurkan tangannya untuk menyalamiku.
Aku yang masih kesal dengan jawabannya tadi memilih kembali cuek. "Tidak perlu! pergilah."
"Ya sudah, aku berangkat Mas. Assalamu'alaikum," ucapnya lagi.
"Wa'alaikum salam," jawabku malas.
Hanya dalam hitungan detik, Zahira sudah berlalu dari hadapanku.
********
Siang hari di kantor.
Hatiku kembali dilanda kekesalan. Arumi, kekasih hatiku sangat susah untuk kububungi.
Apa dia marah kepadaku?
Pasalnya, sejak kejadian ciuman kami yang dipergoki Zahira tempo hari, Arumi sempat mengajakku bermalam di salah satu hotel. Entah kenapa sepertinya Arumi sangat menginginkan itu. Namun, karena perasaan tidak enakku pada Zahira, juga aku masih ingat batas, aku menolak ajakan Arumi dengan sangat lembut.
Hingga saat ini, Arumi masih sangat susah kuhubungi. Berkali-kali aku menghubunginya, namun panggilan selalu saja diluar jangkauan, yang artinya dia sengaja mematikan handphonenya. Sepertinya dia benar-benar marah padaku.
Tepat jam enam sore aku pulang dari kantor. Terlihat Zahira sudah berada di rumah. Dia sedang menyiapkan sesuatu di dapur.
Tanpa memperdulikannya aku langsung masuk ke dalam kamar. Aku ingin mandi, mendinginkan kepala dan hatiku yang sedang panas dan kesal karena Arumi, wanita yang ada dalam hatiku sedang menjauhiku.
Selesai mandi aku merebahkan tubuhku di kasur. Tak terasa kantuk menyapa dan aku mulai tertidur.
'tok tok tok!'
Suara ketukan pintu dari luar berhasil membuatku membuka mata.
Jam berapa ini?
Kenapa suasana luar sudah nampak sangat gelap.
"Mas," lirih Zahira memanggilku.
Ck! ada apa sih si culun itu mengganggu tidurku. Aku tidak memperdulikannya dan malah kembali mengatur posisi bantalku.
"Mas, Ayah dan Bunda ada di sini," ucapnya lagi yang langsung membuatku terkejut dan bangun.
Dengan cepat aku sudah berhasil membuka pintu. "Ayah dan Bunda di sini?" tanyaku pada wanita yang masih berdiri di depan pintu kamarku. Aku ingin lebih memastikan.
"Iya," angguknya.
Aku pun langsung keluar dari kamar dan menemui kedua orang tuaku.
"Ada apa bun, malam-malam koq ke sini?" celetukku langsung, karena kupikir pasti ada satu alasan yang membuat mereka datang tiba-tiba di malam hari.
"Maksudmu apa Nak? Ayah dan Bunda rindu pada kalian berdua," jawab Bunda sambil tersenyum.
"Oooh,"
Kami berempat duduk bersama dan mulai bercengkrama.
"Ayah dan Bunda akan menginap di sini," ucap Bunda lagi yang spontan membuatku terbelalak.
Duh!
Bagaimana ini?
Jika Ayah dan Bunda tahu bahwa kami tidur di kamar terpisah, mereka berdua pasti akan mengutukku.
Kutatap wajah Zahira yang tengah tersenyum menanggapi ucapan Ibu. Dia menangkap tatapan mataku, namun sepertinya dia belum mengerti maksudku. Hingga dengan alasan membuatkan minuman di dapur, aku bisa berbicara langsung dengannya.
Aku sangat gusar, gugup, cemas, khawatir, semuanya. Aku takut jika sampai ketahuan Ayah dan Bunda tentang pemakaian kamar terpisah kami.
Setelah membantu Zahira mengemasi barangnya ke dalam koper. Dengan sedikit drama celana segitiga merah mudanya yang tak sengaja kutemukan, aku kembali menuju ke ruang tamu.
Aku meninggalkan Zahira yang tengah tertunduk karena malu.
Lucu juga. Padahal kami ini suami istri, tapi terasa sangat aneh hanya karena selembar kain segita.
Setelah malam benar-benar tiba, bunda dan ayah sudah masuk di kamar tamu.
Aku yang kembali merasakan penat ikut beranjak masuk ke kamarku sendiri. Tidak dengan Zahira, dia masih mematung di tempatnya berdiri.
"Kamu mau tidur di luar? Masuk," titahku padanya.
Istri culunku itu menoleh dan memandangku. "Bolehkah?"
Sepertinya dia ketakutan. Mungkin saja, karena aku kembali menatap tajam ke arahnya saat menyuruh bunda berlama-lama menginap di sini.
Memang wanita culun yang aneh. Melakukan sesuatu sekehendak hati, namun, hanya dengan satu tatapan sinis saja nyalinya sudah menciut.
Setelah kami berdua masuk di dalam kamar, aku menyuruhnya memindah dan menyusun pakaiannya di lemari yang sama dengan tempat pakaianku.
Padahal sebelumnya aku tidak memikirkan hal ini terjadi. Karena kedatangan ayah dan bunda aku jadi tidur sekamar dengan wanita itu.
Ah, sial! Melihat wanita yang sedang menyusun pakaian itu aku jadi teringat ada Arumi, kekasihku.
Kuraih gawai pipihku yang tergeletak di atas nakas. Aku ingin mencoba menghubunginya lagi. Namun, berkali-kali aku menekan tombol hijau yang berarti panggilan itu tidak ada jawaban. Pemberitahuan yang sama seperti tadi bahwa panggilan masih di luar jangkauan.
Ck! Sial!
Kubanting kasar gawai pipih itu ke kasur.
Mengetahui aksiku, wanita yang masih berdiri di depan lemari pakaian itu langsung menoleh.
"Apa lihat-lihat! Nggak usah kepo!" bentakku langsung yang membuat wajah wanita itu berubah.
Aih, kenapa aku menyesal telah membentaknya?
Hhh, salah sendiri juga kepo!
Oh, iya. Wanita culun itu jangan sampai tidur di sebelahku di ranjag sini. Dia harus tidur di lantai. dari pada kulitku biduran karena alergiku kumat, mending dia saja yang tidur di sana.
'Bruk! bruk!'
Ku lempar kasar bantal dan selimut untuknya tidur.
"Apa ini?" tanyanya.
"Kamu bisa kan tidur di lantai?" tanyaku tanpa memperdulikan jawabannya.
Padahal, dia juga mengeluh tidak bisa tidur di lantai karena kedinginan, tapi dari pada tidur seranjang dengannya aku tetap ngotot dengan kemauanku.
Hingga akhirnya wanita itu menurut juga dan mau untuk tidur di tempatnya saat ini yang hanya berlapiskan karpet tipis di atas lantai.
Wanita itu kembali diam dan langsung bersiap tidur di lantai bawahku.
Aku pun mulai ikut merebahkan badan di kasur empukku yang sangat nyaman.
Suara dengkuran napas kecil terdengar dari arah lantai, sepertinya Zahira sudah benar-benar tertidur.
Berbeda denganku yang semakin malam malah mataku semakin melebar. Benar saja, kan tadi aku sudah tertidur selama berjam-jam sebelum kedatangan ayah dan bunda, wajar saja mataku tidak begitu mengantuk saat ini.
Iseng, aku ingin melihat bagaimana Zahira bisa tidur di lantai.
Terlihat dia meringkuk dengan selimut yang menutupi setengah badannya.
Benar-benar aneh, masa tidur masih dengan jilbabnya?
Entah kenapa aku malah merasa senang melihat wanita itu tidur di bawah.
"uuuuggghhh." Dia berpindah posisi dengan menghadapkan wajahnya ke arahku sehingga aku bisa memperhatikan dengan jelas wajahnya ketika tidur.
hmm, manis.
bibir mungil itu nampak sangat indah jika tidak membantah perkataanku.
Jika diperhatikan, Wanita yang sedang tidur di lantai itu cantik juga.
Entah kenapa, tiba-tiba hatiku berdesir. Ada sesuatu yang aneh saat aku memandang wajah wanita itu semakin dalam.
'Uuuuggghhh!'
Tiba-tiba, wanita itu berdiri dan melangkahkan kaki menuju tempatku berbaring tengkurap menghadapnya.
Dengan mata terpejam, dia langsung saja menarik bantal yang kupakai dan langsung membanting tubuhnya ke kasur lalu kembali tidur.
Lah?
koq bisa?
"Bangun woy! Pindah!"
Berkali-kali aku membangunkannya untuk kembali ke lantai namun tidurnya sudah macam kebo. Dia sama sekali tak meresponku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ahmad Riyadhi
koq aku ikut kesal sih
2023-02-06
1