"Sana, pergi!" bentak Mas Fahri sangat kasar kepadaku. Entah apa dosaku dulu hingga aku bisa berurusan dengan pria kulkas sepertinya.
melihat wajah murka Mas Fahri membuatku beringsut meninggalkannya.
'kling!' Satu notif pesan singkat masuk ke gawai pipihku. tanpa menunggu apapun, aku langsung merogoh benda persegi panjang yang berwarna hitam itu dan langsung menyalakan layarnya.
{Assalamu'alaikum, Zahira}
Kubaca pesan dari Iqbal dengan perasaan yang berangsur membaik. Moodku tadi sempat hilang sesaat setelah mendengar omelan dari pria dingin yang sedang menikmati kopi buatannya sendiri di ruang makan.
{Wa'alaikum salam Bal} Send, terkirim.
Beberapa detik kemudian, Iqbal kembali mengirim balasan. {Ra, ada hal penting yang harus aku sampaikan ke kamu. Tapi, aku takut kamu tidak bisa menerimanya} ucap Iqbal melalui pesan singkatnya.
Dengan cepat aku langsung mengetik sesuatu dan mengirimkannya balik. {Ribet amat hidup Lo. kalau mau cerita, cerita aja}
{Oke, nanti kujemput kamu. kita bicara langsung di tempat lain} ketik Iqbal lagi yang langsung kubalas dengan mengirim stiker jempol tangan besar bertuliskan Okey!.
Setelah mengembalikan benda pipih itu ke dalam saku celana, aku kembali menyelesaikan aktifitas beberes rumah yang sempat tertunda.
Aku kembali menuju dapur. Tak kudapati keberadaan Mas Fahri yang tadi ngopi di ruang makan. Yang tersisa hanya cangkir kotor bekas kopinya masih tergeletak di atas meja.
Sepertinya dia sudah berangkat ke kantor.
*******
Pukul 03.00 sore hari. Terdengar suara motor milik Iqbal menghampiri rumah. Sesuai pesan singkat tadi pagi, dia mengajakku ke suatu tempat untuk membicarakan sesuatu. Sedikit penasaran, akupun menerima ajakan Iqbal.
"Suamimu kemana Ra?" tanya Iqbal saat aku mengunci pintu rumah.
"Kerja Bal,"
Iqbal memperhatikan tingkahku saat kumasukkan kunci rumah ke dalam tas. "Pintunya koq dibawa? Nanti kalau suamimu pulang, bagaimana?"
"Oooh, kami masing-masing punya kunci sendiri Bal, aman koq," sahutku sambil tersenyum.
"Sudah, naik," titah Iqbal sambil menyodorkan helm kepadaku.
Aku langsung meraih helm itu dan memakainya kemudian naik di jok belakang.
"Kita mau kemana Bal?" tanyaku saat Iqbal mulai melajukan motornya.
"Ke satu cafe deket sini aja. biar kamu nggak kelamaan nanti pulangnya," jawab Iqbal.
"iya," anggukku cepat.
hanya perlu waktu lima menit, motor yang kami naiki perlahan berhenti di depan cafe kecil yang berada di ujung jalan.
"Ayo Ra." Sahabatku itu melangkah lebih dulu menuju pintu masuk. Sedang aku langsung berjalan mengekor di belakangnya.
Iqbal menuntunku ke meja paling ujung di samping jendela kaca yang terbuka. Kami duduk dan langsung memesan minuman.
"Bal, langsung saja, kamu mau cerita apa?" tanyaku penasaran. Tidak biasanya Iqbal bersikap seperti ini. Dia adalah anak yang ceplas-ceplos, kalau ada apapun tidak bisa menahannya untuk langsung bercerita.
"Minumannya diminum dulu lah, biar kamu nggak kaget," selorohnya. Bukannya langsung bercerita dia malah menyuruhku minum.
Biar nggak kaget? Maksud Iqbal apa ini? Apakah sesuatu yang akan diceritakannya begitu penting?
Ahhh, sudahlah.
Aku langsung menyeruput jus strawberry pesananku yang nampak sangat segar di cuaca yang lumayan panas ini.
"Aku sudah minum Bal, ayo ceritalah. Seneng banget membuat orang penasaran."
"Iya, iya Ra," Iqbal meletakkan cangkir cappucino nya ke atas meja.
"Tapi, janji jangan terlalu kaget, dan tetap tenang ya," pesan Iqbal sebelum bercerita.
"Kaget? memangnya kamu mau cerita apa?"
"tuh, kan. Belum juga mulai, sudah kaget," celetuknya.
"ish! Ayolah Bal. Kamu semakin membuatku penasaran."
Iqbal terdiam sesaat dan mulai bercerita. "Mmmm, kemarin, aku melihat suamimu bersama wanita lain."
Iqbal nampak sangat serius. Tatapan matanya tajam ke arahku.
Hhhhhh, aku tak menyangka jika hal yang akan disampaikan Iqbal adalah tentang Mas Fahri.
Walaupun aku sudah menduga ini, namun tetap saja hatiku terasa sangat perih seperti teriris sembilu. Dan Iqbal? Kenapa harus Iqbal yang memergoki kelakuan Mas Fahri?
"Masa sih Bal? Kamu salah orang kali," sanggahku. Aku ingin menutupi kekacauan yang terjadi di dalam pernikahanku yang baru saja terjadi selama tiga hari itu.
"Nggak Zahira, aku yakin itu Fahri, suamimu," tekan Iqbal ingin lebih meyakinkanku.
"Atau mungkin, wanita yang bersamanya itu seorang klien, mereka sedang meeting membahas pekerjaan. Kamu tahu sendiri kan Mas Fahri itu asisten ayahnya langsung. Jadi, Mas Fahri sering menemui klien menggantikan ayah," pungkasku lagi menolak tuduhan Iqbal terhadap suamiku.
"Kamu ini, kenapa ngeyel sekali sih Ra." Iqbal tak mau kalah. Dia bersikeras dengan penglihatannya.
kami sama-sama adu pendapat, hingga aku akhirnya buka suara dan mengaku.
"Oke! Semua yang kamu lihat memang benar. Tapi tolong, jangan ceritakan hal itu kepada Mama Papaku," ucapku mulai melemah setelah bersitegang membela Mas Fahri.
"Ra, bagaimanapun keadaan rumah tanggamu, kamu harus cerita kepada Mama dan Papamu."
"Tidak Bal. Kumohon, jangan bicarakan hal ini dengan mama papaku," rengekku kepada pemuda berkulit putih yang tengah duduk di hadapanku ini.
"Tapi, aku mau tau bagaimana perlakuannya denganmu." Sorot mata Iqbal tajam menatapku.
"Hhhh, aku akan menceritakan semuanya. Tapi kami harus janji, kamu tidak akan memberi tahu orang tuaku tentang ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ahmad Riyadhi
bagus ceritanya..
2023-01-28
1
Ahmad Riyadhi
semangat..
2023-01-28
1