BAB 04 - Belajar Terbiasa

"Dari mana kamu?!" sentak Mas Fahri yang berhasil membuatku langsung membalikkan badan.

"Ohh, aku dari supermarket Mas. Belanja semua ini," jawabku gugup.

"Naik apa? Jalan kaki?" tanyanya lagi.

"Diantar teman Mas." Aku tidak bisa berbohong.

"Teman? kamu punya teman?"

Issh! Ternyata mulut pria ini, selain penuh bon cabe, juga penuh dengan tanda tanya.

"Ya punya lah," jawabku.

"Cowok apa cewek?" dektenya lagi.

Apa pedulimu, Mas?

Kenapa pria yang ada di hadapanku ini sebegitu menyebalkan!

Wuuussshhhh ...

Tenang Zahira, tenaaang.

"Cowok Mas," jujurku ragu. Aku takut jika Mas Fahri menaruh curiga kepadaku.

"Ooooh, ya baguslah kalau begitu," sahutnya sambil berlalu pergi.

Hah? Mas Fahri menanggapi kejujuranku hanya dengan Oooh? Baguslah kalau begitu? Maksudnya apa?

Setelah puas membuatku gugup bercampur bingung, pria itu berlalu ke kamarnya.

Dasar pria aneh!

Aku kembali menyimpan semua barang belanjaanku ke tempatnya, agar besok pagi aku bisa dengan mudah mempersiapkan sarapan.

setelah selesai, aku langsung masuk ke dalam kamar untuk mengistirahatkan diri dan hati. Diri, agar aku lebih bertenaga untuk beraktivitas besok. Juga hati, agar hatiku tetap kuat jika harus menerima sikap kasar lainnya dari Mas Fahri.

*******

Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun dari tidur. Aku sudah terbiasa bangun subuh. Setelah melaksanakan dua roka'at, aku langsung menuju dapur untuk membuat sarapan.

Jangan tanya Mas Fahri ya?

Karena kami tidur di kamar terpisah, dan dia juga melarangku masuk ke kamarnya, jadi aku tidak tahu dia sudah bangun atau belum.

Tadi, sebelum aku berjalan ke dapur aku sempat mengetuk pintu kamarnya untuk menyuruhnya sholat Subuh. Tapi entah, dia terbangun atau tidak, aku tidak tahu.

pikiranku kembali fokus pada isi kulkas yang berada di hadapanku ini.

Hmmm, masak apa ya?

Ahhh, aku akan membuat menu sarapan sup ayam saja. berhubung bahan yang kubeli tadi malam juga lengkap.

Setelah menentukan menu yang kuinginkan, aku langsung memulai aksi perangku dengan seekor ayam yang tidak berbaju itu.

Tidak berapa lama, menu sarapan yang kubuat sudah siap lengkap dengan nasi hangat yang kukeluarkan dari rice cooker.

Alhamdulillah, sudah siap. Aku akan memanggil Mas Fahri untuk sarapan bersama.

Walaupun dia cuek kepadaku, tapi aku harus tetap melayaninya dengan baik.

'tok tok tok!'

"Mas!" Setengah berteriak aku memanggil Mas Fahri dari luar pintu kamarnya.

Tidak ada pergerakan. Mas Fahri masih tetap bergeming.

"Mas! Bangun Mas! Sarapan!" teriakku lagi, namun masih tidak ada pergerakan dari dalam.

Aku pesimis. Dari pada menunggu suami yang bisa saja menolak ajakanku, lebih baik aku kembali ke dapur untuk sarapan sendiri.

Aku pun langsung memutar badan dan melangkahkan kaki kembali menuju dapur.

langkahku terhenti saat suara pintu kamar Mas Fahri terbuka. Ya, pria itu berdiri di ambang pintu dengan penampilan awut-awutan. "Zahira, sudah kubilang jangan dekati kamarku," ucap pria itu dengan wajah masam.

"Aku cuma mau ajak sarapan, Mas,"

"Nggak perlu lah! Hari ini aku akan masuk kerja, jadi aku akan sarapan di kantor," ketusnya sambil menyipitkan mata.

"Tapi Mas, aku sudah masak banyak loh," protesku.

"Sekali enggak, ya enggak!" tolak Mas Fahri mulai meninggikan suaranya.

"Mas, kenapa kamu bersikap seperti ini kepadaku? Aku ini istrimu?" Kembali, kurasakan nyeri di hatiku setelah mendapat penolakannya.

"Kamu memang istriku, tapi hanya sebatas istri di atas kertas! ingat itu!" balas Mas Fahri lagi sambil membanting pintu kamarnya. Dia kembali masuk ke dalam kamar.

Ya Allah, kenapa rasanya begini?

padahal, hatiku tadi seceria mentari pagi, namun dengan sekejap berubah menjadi mendung di sore hari. Sakit, sedih, kecewa bercampur menjadi satu.

Tidak! Aku tidak boleh goyah. Aku harus tetap tegar demi kedua orang tuaku.

Aku kembali melangkahkan kaki menuju dapur.

Duduk sarapan sendirian di meja makan besar dengan jejeran kursi kosong membuatku nelangsa. Seketika aku teringat Mama dan Papaku yang selalu sarapan bersama-sama.

Tapi sekarang?

Hhhhhhh, kembali aku berusaha menenangkan hati dan pikiranku.

"Kenapa bengong?!" Lagi, dan lagi Mas Fahri membuat jantungku berdetak cepat. Entah sejak kapan dia sudah berdiri di belakangku.

Aku bergeming, malas sekali meladeninya. Yang ada aku malah lebih sakit hati lagi.

Kulirik pria yang tercium wangi itu sudah siap dengan setelan jas yang dipakainya.

Dia berjalan ke arah lemari piring seperti hendak mengambil sesuatu.

"Mas perlu apa? Mau teh atau kopi?" ucapku menawarinya. Mungkin saja, dia sedang ingin ngopi atau ngeteh sebelum berangkat ke kantor.

"Ck! Tidak perlu!" Tanpa menoleh ke arahku, Mas Fahri tetap melanjutkan aktifitasnya.

"Ya sudah, terserah," celetukku yang ditanggapinya dengan lirikan sinis.

"Kalau sudah selesai makan, cepat pergi dari sini," ucap Mas Fahri sambil mengaduk secangkir kopi yang dibuatnya.

"Maksudmu apa Mas?" Aku masih kesulitan mencerna ucapannya.

"Kalau kamu sudah selesai makan, segera pergi dari sini. Aku ingin ngopi sendiri," ketusnya lagi yang berhasil membuatku tertegun.

Koq ada ya pria seperti ini?

Terpopuler

Comments

suka baca

suka baca

Sabar Zahira

2023-04-30

0

Nirwana

Nirwana

koq gitu?

2023-03-02

0

Tati Suwarsih Prabowi

Tati Suwarsih Prabowi

hadeuuuh ...stressss

2023-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!