BAB 14 - Rencana

Beberapa hari kemudian.

Seperti biasa, pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyelesaikan tugas rumahku sebelum berangkat bekerja. Mulai dari memasak, walau cuma sedikit karena Mas Fahri juga tak pernah menyentuh masakanku. Hingga menyapu tanpa mengepel lantai, karena untuk soal ngepel mengepel aku biasanya melakukannya saat libur weekend.

Setelah sarapan aku langsung meraih tas yang ada di atas nakas kamar lalu berangkat ke kantor.

Jangan tanya Mas Fahri, dia masih sibuk dengan dunianya di dalam kamar.

Ya, kami sudah pisah kamar lagi seperti sedia kala, karena aku juga tak ingin berlama-lama sekamar dengan pria egois seperti dirinya.

Sejak Mas Fahri menuduhku berpacaran dengan Iqbal tempo hari, sikap Mas Fahri semakin dingin. Jangankan menyapaku atau bertanya satu hal, menoleh ke arahku pun sepertinya dia sangat enggan. Malas mungkin, ya terserahlah.

Keluar dari rumah aku menaiki taxi online yang sudah kupesan. Aku langsung menuju ke kantor tempat kerjaku.

"Hai Zahira," sapa Risti, salah satu karyawan yang ada di kantor tempatku bekerja.

Baru kemarin dia mendekatiku dan berkenalan denganku. Sepertinya dia gadis yang mudah bergaul, buktinya dia langsung menghampiri ku dan menyapa ku lagi pagi ini.

"Hai Ris." Kubalas sapaan itu dengan senyum mengembang.

"Ra, kamu dekat sama Pak Iqbal ya? Apa kalian sedang menjalin hubungan?" bisik Risti bertanya padaku.

"Ooh, Iqbal. Tidak, kami hanya berteman. Lebih tepatnya sahabat, sahabat dari kecil," jawabku. Aku tidak ingin dia salah paham dengan apa yang dilihatnya.

"Benarkah?"

"Iya Ris, memangnya kenapa? Jangan bilang kamu naksir Iqbal ya?" candaku langsung. Melihat gelagatnya yang langsung tersipu, sepertinya dugaanku benar.

"Hehe." Dia hanya tersenyum.

"Wah, beneran kan? Kamu naksir Iqbal," candaku lagi dengan nada suara kelepasan tinggi sampai beberapa orang yang ada di sekitar kami langsung menoleh.

"Hust! Malu, Ra. Pelankan suaramu," pinta Risti mengisyaratkan jari telunjuknya ke depan bibir.

"Iya, iyaaa." Kupicingkan sebelah mataku masih meledeknya.

Dia kembali tersenyum. "Kamu mau kan jombalingin aku sama Pak Iqbal?" tanya Risti lagi.

"Boleh, tapi aku nggak janji ya, soalnya selama ini Iqbal itu sangat sulit membuka hati untuk perempuan," jelasku.

"Tapi dia bisa bersahabat denganmu," celetuk Risti mengerucutkan bibir.

"Kan sudah kubilang tadi kalau kami itu temenan dari kecil," bantahku.

"Oh, okey. Tapi aku akan tetap menunggu kabar baik darimu ya Ra," ucap Risti lagi sebelum dia kembali ke meja kerjanya.

Ternyata, ada udang di balik bakwan! Perempuan itu mendekatiku hanya untuk bisa dekat dengan Iqbal.

Tapi, it's Okey, aku akan coba membantunya. Mungkin saja memang dia jodoh untuk sahabatku yang sudah lama menjomblo itu.

Aku terus berjalan melewati koridor menuju ruang kerjaku.

"Woy! Ngelamun aja! Kesambet hantu lo!" sentak Iqbal yang tiba-tiba menepuk bahuku dari belakang.

"Astaghfirullah, Iqbal. Jahil banget sih!" ketusku.

"Kamu juga ngapain jalan sambil ngelamun?"

"Siapa yang ngelamun? Enggak koq."

"Eh, Ra. Aku ada kabar baik ni buat kamu," ucap Iqbal yang berhasil menghentikan langkahku.

"Kabar baik? Kamu sudah punya pacar atau mau langsung nikah?"

"Ye! Bukan itu!" sungut Iqbal mebantah perkataanku.

"Lalu apa?"

"Kita ditugaskan si Bos untuk dinas ke luar kota. Kan lumayan tu sambil liburan," jelas Iqbal sembari tersenyum puas.

"Seneng banget kayaknya? Kalau aku nggak mau gimana?" sahutku.

"Ya, palingan si Bos tinggal mecat kamu. Kan beres." Entah serius atau bercanda ucapan Iqbal ini, namun berhasil membuatku ketar ketir.

"Sebenarnya aku males banget Bal," lirihku.

"Tapi, mau kan?" tanya Iqbal.

"Mau bagaimana lagi, dari pada aku dipecat."

"Okey, nanti aku laporan ke Bos lagi ya," sahut Iqbal lagi.

"Siap."

Tiba di ruang kerja aku langsung menyalakan monitor dan memulai tugasku.

********

Setelah seharian di kantor membuatku merasa sangat lelah.

Aku tiba di rumah pukul 05.00 sore hari. Setelah mandi dan sebagainya aku merebahkan tubuh di kasur.

Tiba-tiba, aku teringat kedua orang tuaku yang sudah lama tak kuhubungi semenjak kepindahanku ke rumah ini.

Kurogoh gawai pipih yang ada di dalam tasku untuk menghubungi Mama dan Papaku.

Hanya dalam hitungan detik panggilan terhubung dan terdengar suara lembut yang menyapaku.

"Assalamu'alaikum," sapa Mama dari ujung telepon.

"Wa'alaikum salam Ma," sambutku.

"Apa kabar Sayang?" tanya Mama.

"Alhamdulillah kabar Zahira baik Ma. Mama dan Papa juga gimana?"

"Alhamdulillah, baik juga Sayang. Mama dengar dari ibu mertuamu kamu masuk kerja lagi ya?" tanya Mama. Aku memang lupa memberitahu Mama akan hal ini.

"Eh, iya Ma."

"Tapi suamimu ngizinin kan?" tanya Mama lagi. Mama memang wanita yang sangat patuh pada suami. Segala urusan pokonya harus dengan izin suami. Begitu juga beliau mengajariku tentang hal ini.

"Iya, sudah koq Ma," jawabku.

"Baguslah," sahut Mama lagi.

"Iya Ma, tenang aja. Zahira juga mau ada dinas keluar kota ini Ma," ucapku memberikan kabar terbaru tentang pekerjaanku.

"Benarkah? Ke kota mana?" tanya Mama.

"Untuk kota nya Zahira belum paham Ma, nanti deh aku kabari lagi kalau sudah dikabari sama Iqbal."

"Iqbal? kamu perginya sama Iqbal?" Mama terdengar bingung.

"Iya Ma, kan aku kerja satu kantor sama Iqbal," terangku.

"Benarkah?"

"Iya Ma."

"Kenapa kamu nggak minta kerjaan sama suamimu saja. Atau bantuin Papamu mengurus perusahan sendiri. Koq malah bantuin si Iqbal," celetuk Mama yang membuatku kurang nyaman.

Ya, karena Mama memang kurang suka aku bergaul dengan Iqbal. Entah apa alasan Mama, mulai kecil, jika melihatku dekat dengan Iqbal Mama selalu menasihatiku. Tapi aku tidak pernah menurut, aku malah semakin sering main ke rumahnya dan akrab dengannya.

"Mama, Zahira kan pengen mandiri Ma," celetukku menanggapi ucapan Mama.

"Terserah kamu aja sayang, yang penting kamu harus izin dulu sama suamimu. Mana perginya sama laki-laki lain lagi," sahut Mama.

"Iya iya Ma, Zahira pasti izin koq."

"Ya sudah, kamu bawa stirahat dulu sana. Ini Mama mau masakin Papamu minta buatkan nasi goreng."

"Wiiihhh, enak itu Ma! Mau dong," celetukku. mendengar Mama mengucap nasi goreng membuat perutku lapar.

"Ya nanti kalau ke sini Mama buatkan nasi goreng spesial buat kamu dan suamimu," sahut Mama.

Setelah itu Mama menutup panggilan telepon dengan ucapan salam.

Andai aku belum menikah, aku pasti sekarang sedang duduk di meja makan menunggu Mama memasak nasi goreng kesukaanku.

Ahh, aku jadi teringat pesan Mama tadi, soal izin kepada Mas Fahri hendak dinas ke luar kota. Izin nggak ya?

Huuuuuuhhhh, males banget. Tapi,

Aku harus menuruti ucapan orang tuaku.

Jam segini Mas Fahri biasanya sudah berada di dalam kamar. Apa besok aja ya ngomongnya? Ah, besok ajalah.

Tapi, Mas Fahri kan bangun nya lebih lambat dariku. Aku sudah mau berangkat bekerja dia masih sibuk di alam mimpinya.

Lebih baik sekarang saja.

Aku keluar kamar menuju pintu kamar Mas Fahri.

'Tok tok tok!'

"Mas," lirihku memanggil Mas Fahri. Terdengar dari balik pintu dia sedang menonton acara bola melalui handphone.

"Mas," lirihku lagi. Beberapa detik kemudian Mas Fahri membukakan pintu.

"Ada apa?" tanyanya datar tanpa memandang wajahku.

"Mmm, aku mau izin dinas ke luar kota," ucapku ragu.

"Dinas keluar kota?"

"Iya, selama satu minggu. Dan kemungkinan berangkatnya hari Rabu depan," jelasku lagi.

"Ke mana?" tanyanya lagi.

"Untuk daerahnya aku belum tau. Nanti aku tanya ke temanku dulu," jawabku ragu. Aku memilih kata-kata terbaikku agar tidak salah bicara.

"Temanmu? Siapa? Iqbal?" cecarnya. Entah dari mana dia bisa tahu jika Iqbal teman satu kantor yang ditugaskan bersamaku.

"Mmmm, iya," anggukku pelan.

"Oooh, terserah kamu ajalah."

"Maksudnya Mas?" Seperti membangunkan macan tidur. Aku kembali membuat mood nya berubah seketika.

"Kamu ini maunya apa? Aku bilang terserah ya terserah!" bentaknya membuatku tak berkutik.

"Bukan begitu maksudku Mas, aku hanya ingin memastikan."

"Memastikan apa? Memastikan aku marah tidak saat kamu mau berkencan dengan si Iqbal itu?"

Deg!

Mas Fahri, kenapa pembahasan itu masih saja berlanjut?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!