BAB 09 - Terpaksa

Apa aku tidak salah dengar?

Mas Fahri memintaku memindahkan semua pakaianku ke dalam kamarnya?

"Hei! Koq malah bengong!" sentak Mas Fahri yang membuatku melebarkan kedua mata.

"Terus, yang buatin teh ini siapa?"

"Biar aku saja. Kamu cepetan pindahkan semua pakaianmu," titah Mas Fahri semakin gugup.

"Oh, iya, iya Mas," Setengah berlari aku bergegas menuju ke kamar.

Melihat tumpukan baju yang tersusun rapi di lemari pakaian membuatku berpikir.

Bagaimana caranya aku memindahkan semua pakaian ini?

Seenaknya saja Mas Fahri menyuruhku melakukan hal-hal ini.

Agak lama aku berpikir hingga membuatku tersandar di depan lemari.

"Zahira! Kenapa kamu lama sekali! cepatlah!"

Sontak kaget dengan kemunculan Mas Fahri yang tiba-tiba membuatku langsung bertindak.

"Sini, aku bantu," ucap Mas Fahri meraih koper yang ada di atas lemari, lalu dengan asal dia memasukkan pakaianku ke dalamnya.

"Apa ini?!!!" Mas Fahri terkejut dan melemparkan sesuatu ke arahku.

Sesuatu itu jatuh tepat di hadapanku.

Duh!!!

Aku sangat terkejut karena yang baru saja dilempar Mas Fahri adalah celana sensitifku yang berbentuk segitiga.

Kenapa Mas Fahri sampai menemukan ini? Padahal aku sudah membedakan tempatnya, dan tempat seharusnya adalah lemari kecil yang sedang kubuka ini.

Entah kenapa aku merasa sangat malu, padahal yang menemukan nya adalah suamiku sendiri.

Mas Fahri berdiri dengan wajah bersemu merah. "Sudah kamu selesaikan ini sendiri! Tapi cepetan sebelum ayah dan bunda masuk ke kamar ini."

Aku masih tertunduk malu dan hanya bisa menanggapi ucapannya dengan anggukan pelan.

Mas Fahri berlalu keluar kamar.

Tak butuh waktu lama aku sudah selesai memindahkan semua pakaian dan barangku ke dalam kamar Mas Fahri, lalu aku menutup pintu kamarnya dari luar.

"Zahira sayang, bunda boleh kan menginap di sini?" tanya bunda sesaat setelah aku berbalik badan. Entah sejak kapan bunda sudah berdiri di belakangku.

"Eh, iya Bun boleh," jawabku sambil tersenyum.

"Terima kasih sayang, besok pagi ayah dan bunda akan langsung pulang," sahut Bunda lagi.

"Kenapa hanya semalam Bun? Ayah dan Bunda boleh kok tinggal di sini selama yang Bunda mau," ucapku berpura-pura menawarkan hal itu.

"Benarkah?" tanya bunda antusias.

"Iya Bun,"

"Ada apa ini?" Seseorang dari arah depan bertanya penasaran. Sepertinya dia mendengar pembicaraan kami.

Dia adalah Mas Fahri yang disusul oleh ayah dari belakangnya.

Senyum Bunda kembali mengembang. "Fahri, kami sangat beruntung memiliki menantu seperti Zahira. Dia tidak keberatan jika Ayah dan Bunda tinggal berlama-lama di sini."

Mas Fahri yang mendengar itu sontak membelalakkan kedua matanya menatap tajam padaku.

Dari sorot matanya terlihat jelas dia memprotes tawaranku.

Maafkan aku Mas, aku hanya berusaha bersikap baik kepada ayah dan bunda, batinku.

"Iya Bun, Zahira memang gadis yang baik," timpal Ayah ikut memujiku.

"Karena ini sudah malam, sebaiknya kita semua bersiap tidur. Besok pagi aja ngobrolnya," saran Bunda yang langsung ditanggapi anggukan oleh Ayah. Keduanya melangkah masuk ke kamar yang baru saja aku tinggalkan.

Ya, di rumah ini hanya memiliki dua kamar. Satu kamar utama dan satu kamar tamu. Kamar utama adalah kamar yang dipakai Mas Fahri, sedang kamar yang kutempati adalah kamar tamu.

Mas Fahri membuka pintu kamar lalu masuk, sedang aku masih mematung di tempatku berdiri.

"Kamu nggak mau masuk? Apa mau tidur di luar?" tanya Mas Fahri. Kepalanya muncul dari balik pintu.

"Bolehkah?" tanyaku ragu. Aku teringat akan peraturan yang dibuatnya.

"Iya, masuklah,"

Dengan langkah berat aku mengikuti perintah Mas Fahri. padahal tadi aku sempat masuk ke sini waktu meletakkan koper pakaian. Tapi, rasanya sangat berbeda saat pemilik kamar ini ada di dalamnya.

"Masuklah," lirih Mas Fahri.

Tumben banget nada bicaranya sedikit lembut.

Setelah menutup pintu, aku kembali mematung di tempatku berdiri. Terlihat Mas Fahri sedang mengosongkan beberapa kotak bagian lemari pakaiannya.

"Susunlah pakaianmu di sini," titah Mas Fahri tanpa menoleh ke arahku. Aku hanya mengangguk dan menurutinya.

Baru kali ini aku benar-benar berada di dalam kamar Mas Fahri. Karena peraturan anehnya yang membuatku sangat takut untuk masuk walau hanya sekedar membersihkan debu di lantai.

Jika diperhatikan, kamar Mas Fahri nampak biasa saja, sama seperti kamar yang kutempati di sebalah sana. Tapi kenapa dia sangat menutup kamar ini dariku?

"ish! kemana kamu sayang? kenapa dari tadi susah sekali dihubungi?!" gerutu pria yang saat ini sedang duduk di atas ranjang.

aku hanya menoleh sekilas ke arahnya lalu kembali lagi menyelesaikan kegiatanku.

"Nggak usah kepo ya!" hardiknya menyindirku.

Siapa yang kepo?

Dasar pria aneh.

Aku hanya bisa mengatakan itu dalam hati.

"Arumi, kamu di mana sih?" gerutunya lagi yang membuat hatiku sedikit nyeri.

Aku tahu posisiku di hadapan Mas Fahri, tapi tetap saja aku ini adalah istrinya. Dan istri mana yang tidak akan terluka jika tahu suaminya merindukan wanita lain.

Mas Fahri terlihat sangat gusar. Berkali-kali dia memainkan layar gawainya, namun berkali-kali pula dia membanting benda itu ke kasur.

'Bruk! bruk!'

Suara bantal dan selimut yang dilempar Mas Fahri ke arahku.

"Kamu bisa tidur di lantai kan?" tanya pria yang berstatus suamiku itu dengan enteng.

"maksudmu apa Mas?"

"Aku tidak bisa tidur di lantai. Kulitku alergi dingin. Bisa biduren parah kalau kedinginan," terangnya.

"Tapi Mas, aku juga tidak biasa tidur di lantai," protesku.

"Makanya dibiasakan! Sudahlah! Jangan Protes! Ini kamarku, jadi terserah aku!" sungut Mas Fahri penuh emosi.

"tap ... " Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku namun Mas Fahri kembali mengoceh.

"Zahira! Jangan-jangan, kamu menginginkan tidur di sampingku ya?! Jangan mimpi! sampai kapan pun aku tidak akan mengizinkanmu!" Entah kenapa Sikap Mas Fahri yang tadi serasa mulai lembut kembali berubah kasar, dan justru sangat tajam.

Hhhhh, terserah lah Mas, aku malas meladenimu.

"Jangan diam saja! kamu harus mau tidur di bawah!" bentaknya lagi.

Ck!

kePDan banget jadi orang. Siapa juga yang pengen tidur seranjang dengannya.

"Iya, iya Maaas, aku akan tidur di sini," ketusku pasrah.

Biarlah aku mengalah kedinginan di sini, dari pada harus meladeni ocehan Mas Fahri yang jika tidak dituruti, pasti akan mengakibatkan perang dunia keseratus!

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Hanya dengan berlapis karpet tipis sebagai alas bawah, aku menyusun bantalku dan bersiap tidur.

*****

'Allahu Akbar, Allahu Akbar!'

Terdengar suara merdu lantunan Adzan Subuh berkumandang. Perlahan aku membuka mata dan bersiap bangun.

Namun, ada keanehan yang kurasakan.

Kuedarkan pandangan ke sekitar tempat ku berbaring.

Kenapa aku bisa terbangun dalam posisi tubuhku berbaring di ranjang?

Terpopuler

Comments

suka baca

suka baca

dih.. ngeselin banget kamu fahri

2023-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!