Zach Bimbang

Pantai dan laut adalah tempat yang selalu ingin

dikunjungi Julia setelah hutan. Dia penyuka segala hal yang berbau alam bebas. Maka ketika kesempatan itu datang, gadis manis itu tak menyia-nyiakannya.

Intan dan Max memilih menginap di hotel di dekat

pantai dengan view kamar menghadap ke laut lepas hingga pemandangan di tengah samudera tampak sangat memanjakan mata.

Julia tidak melunturkan senyuman mendapati pemandangan tersebut. “Lihat Bu, indah banget sunset di negeri dewata ini.” Julia menunjuk lengkungan jingga yang menghiasi bumantara.

“Ini seperti gambar-gambar di kalender, tapi sekarang Ibu bisa melihatnya secara langsung. Semua ini berkat Intan dan keluarganya. Mereka sangat baik dengan keluarga kita, Julia.” Nia duduk di balkon kamarvhotelnya. Mereka berkumpul bertiga, melepas kerinduan setelah lama tak berjumpa.

“Julia, Ayah memang tidak memaksamu menerima perjodohan ini, tapi percayalah maksud kami baik. Kami tidak ingin kau memilih laki-laki yang salah. Ayah bisa melihat Zach cukup dewasa. Sepertinya kalian juga sudah akrab. Ayah senang kalau dia yang terpilih menjagamu saat Ayah dan Ibu nanti sudah berpulang.”

“Ayah, jangan gitu ngomongnya, Julia jadi pengen nangis.” Mata Julia berkaca-kaca.

Tidak ada hal yang lebih membahagiakan baginya kecuali melihat orang tuanya merasa senang dan tenang, tidak lagi resah tentang masa depannya.

“Cepat atau lambat, saat itu akan tiba. Kita jarang

bertemu jadi Ayah harus mengatakan ini, mumpung kita sekarang berkumpul di sini.” Rohendi menatap putrinya yang terlihat semakin dewasa.

“Iya Ayah, seperti yang Ibu bilang, Julia ikhlas

menerima perjodohan ini. Yang penting Ayah sama Ibu bahagia, itu udah cukup buat Julia.”

“Tidak bisa begitu. Kau pun harus berbahagia, Nak.vKarena kebahagiaanmu ini akan memancar ke sekitar. Mungkin saat ini kamu belum merasa jatuh cinta kepada Zach. Tidak apa-apa karena kalian baru proses saling mengenal. Pelan-pelan saja, dan jangan merasa terpaksa, oke?”

“Oke, ayah. Jangan khawatir, Julia baik-baik saja.”

Gadis itu berdiri lalu menatap ke tengah samudera. “Rasanya indah menyaksikan kegigihan laut yang menolak berhenti mendekati bibir pantai, meskipun berkali-kali harus menjauh terbawa arus,” gumamnya perlahan.

***

Malam itu mereka mengadakan barbeque di pinggir pantai. Lagi-lagi Julia terkaum-kagum

menyaksikan langit dengan segala keindahan yang dimiliki, di bumi yang  belum pernah ia pijaki sebelumnya.

Nia dan Intan sedang menyiapkan bumbu barbeque, sedangkan Rohendi dan Max menyiapkan bara untuk memanggang. Julia dan Zach menusuki berbagai frozen food yang akan mereka bakar dengan bumbu racikan Nia dan Intan. Mereka berdua tertawa-tawa saat Zach menggoda Julia dengan mangacung-acungkan tusukan hasil karyanya.

“Hayo kalian jangan main-main lagi, ditusukin yang rapi. Zach, mana saus yang tadi mama beli?” Intan mencari-cari saus sambal yangvtadi ia beli di dalam kantong plastik.

“Sudah di situ semua, Ma. Di mobil kosong, semua belanjaan udah Zach turunin.”

“Ini yang kamu cari?” Nia menyodorkan sebotol saus cabai yang tertutup kantong belanjaan.

“Wah, di sini rupanya. Kenapa juga kamu ngumpet di situ?” Intan memarahi botol saos, membuat semua yang mendengar ikut tergelak.

Ada seafood segar yang mereka beli di swalayan

siap bakar seperti cumi, udang, ikan, juga lobster. Zach lebih memilih sosis, bakso, juga kentang favoritnya. Nia dan Intan tadi memilih daging-daging segar yang cocok untuk dibakar dengan tingkat kematangan berbeda-beda.

“Kak, begini ‘nih nusukinnya yang rapi, dong.” Julia

memperlihatkan tusukan bakso yang terpisah dengan sosis. Sedangkan Zach menusuk frozen food semaunya. Ada bakso, cumi dan diujung sosis ditusuk sembarangan.

“Biar tidak monoton, jadi enak pas dimakan ada

pilihan,” jawab Zach sekenanya.

“Ya tapi nanti matangnya tidak merata, Kak.”

Julia bersikukuh. Gadis beralis tebal itu memang menyukai keteraturan, mengatur segalanya dengan rapi. Itulah salah satu alasan dia mudah menerima perjodohan yang diatur orangtuanya. Selain untuk menyenangkan hati orang tua, ia juga ingin hidupnya teratur.

Setelah menikah, ia sudah membayangkan akan punya anak lalu membesarkan anaknya dengan limpahan kasih sayang seperti Rohendi dan Nia

yang juga membesarkan dia dengan banyak cinta selama ini.

“Bisa donk, asal berjodoh. Maksudku bisa saling melengkapi.” Zach menatap Julia. Sedari tadi memang pria itu diam-diam mengamati Julia yang entah mengapa menjadi semakin menarik di matanya. Julia tersipu-sipu. Degub jantungnya selalu tak beraturan setiap berada di dekat lelaki tampan itu.

Malam itu Zach terlihat keren mengenakan celana pendek selutut dan kemeja lengan pendek bermotif bunga-bunga khas baju pantai cowok.

Aroma parfumnya selalu terhirup wangi dan seksi di hidung Julia.

Zach senang melihat Julia asyik menusuki bakso dengan rapi, bahkan gadis itu mengukur presisinya. Jika ada yang tidak simetris, dia akan mencabut bakso itu lalu menusuknya lagi. Seteliti itu. Zach membayangkan kelak rumahnya akan rapi karena Julia selalu menyukai kerapian, berlawanan dengan dia yang selalu menyimpan barang-barangnya serampangan, tak beraturan.

'Ah, ****! Lagi-lagi aku lebih memerhatikan Julia daripada Tiffany! Ada apa dengan otakku yang tak berhenti memikirkannya?' Zach memukul kepalanya agar dirinya tersadar.

Sejak kemarin dia sudah merenung. Dan apa yang ia lakukan ini tidak bisa dibenarkan. Diam-diam ia membiarkan pesona Julia membiusnya, sedangkan status Tiffany masih kekasihnya.

Zach merasa sedang mengkhianati Tiffany, padahal gadis itu sangat mencintai dirinya, begitupun sebaliknya. Zach masih mencintai

Tiffany, yang sudah menemani dalam segala kondisi selama ini. Rasanya Zach menjadi pria brengsek karena telah mengkhianati cinta Tiffany.

“Kenapa kak Zach memukul kepala sendiri?” Julia

melihat sikap Zach dan cukup kaget karena sikap pria ganteng yang mendadak berubah itu. Tadi Zach seperti menikmati kebersamaan mereka, bercanda, dan bersikap sangat akrab seolah tak berjarak.

Julia senang karena bersama Zach dunianya tidak lagi monoton. Dia bebas tertawa, sedetik kemudian berteriak karena kejahilan pria itu. Lalu sedetik berikutnya tertawa lagi karena Zach memang sering bersikap konyol.

“Sudah ‘deh, fokus saja sama bakso dan sosis, tidak usah pedulikan aku.” Zach menjawab ketus.

Sontak kalimatnya membungkam Julia yang

langsung tidak bersuara dan kembali menusuki bahan barbeque. Cukup lama mereka berada dalam keheningan, mengeja hati masing-masing.

Setelah semua beres, Julia pun memilih pergi. Gadis itu berjalan di pinggir pantai sambil menikmati indahnya taburan bintang. Julia

melihat salah satu bintang yang paling bersinar di antara banyak bintang lainnya.

“Bintang itu paling besar dan bersinar. Dia seperti

Kak Zach, ada di depan mata, nyata terlihat tapi tidak akan pernah bisa aku gapai,” gumamnya di sela suara deburan ombak.

Julia tersenyum pahit dan memejamkan mata, berharap beban yang mulai ada di hatinya menghilang. Karena Julia kini sadar jika dia mulai

menyukai Zach. Julia sedang berpikir apakah ia bisa segigih air laut yang selalu mendekati pantai meski berkali-kali terempas ombak?

Terpopuler

Comments

meE😊😊

meE😊😊

kata2 y aku suka.. sprti hal y mncintai seseorang yg tdk mncintai kita..tp kita ttp sja msih brusha mngjar y mski sudh d tolak ber xx smpe mngkn trsakiti jg

2023-02-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!