“Kamu tinggal nurut kata Ibu, Julia. Ingat! Usiamu sudah dua puluh empat tahun. Itu bukan usia muda lagi untuk terus bermain-main keluar masuk hutan, mendaki gunung, bersenang-senang di luar sana!”
“Bu, masih banyak gadis-gadis yang lebih tua dari aku belum nikah. Mereka santai-santai saja, tuh. Tenang, Bu. Nanti juga Julia bertemu jodoh. Tarzan saja di hutan terus, bertemu dengan jodohnya, Jane dari kota. Ibu tidak ingat kata pepatah, kalau jodoh tidak akan kemana.” Gadis manis itu tersenyum. Lesung pipinya menambah tingkat kemanisan wajahnya mendekati sempurna.
“Iya. Tapi, jangan lupa juga pepatah yang bilang … kalau tidak kemana-mana, bagaimana bisa dapat jodoh?” sahut Nia, ibunya.
“Hah? Pepatah dari mana itu? Kok Julia baru dengar.”
“Pepatah yang baru Ibu ciptakan. Sekarang coba kamu pikir, di mana kamu bisa ketemu jodoh kalau tiap hari kerjamu cuma keluar masuk hutan? Yang ada kamu ketemu sama lutung kasarung!”
“Ya ‘kan kerjaan Julia memang keluar masuk hutan, Bu.” Gadis itu sebenarnya belum punya pekerjaan tetap. Dia sedang memasukkan lamaran pekerjaan di sebuah perusahaan tambang ternama di kotanya.
Sekarang aktivitasnya membantu sebuah yayasan sebagai Konsultan Kehutanan. Hutan adalah rumah kedua bagi Julia Amalia Rohendi. Selain karena tempat tinggalnya memang sangat dekat dengan hutan, Julia merasa hanya hutan adalah tempat yang tidak membutuhkan kepura-puraan.
“Justru itu, Ibu mau bantu kamu. Coba Ibu mau tanya sekarang, kamu jawab pertanyaan Ibu dengan cepat, oke?”
“Siap!” Julia berdiri tegak di depan ibunya bagai seorang prajurit menghadap komandan.
“Nama?”
“Julia Amalia Rohendi.”
“Usia?”
“Dua puluh empat tahun lebih seratus empat belas hari.”
“Riwayat asmara?”
“Tidak ada. Ih … Ibu mah, anak sendiri diroasting!” Julia kesal karena merasa dikerjai ibunya sendiri.
“Bukan Ibu yang ngomong barusan. Riwayat asmaramu kosong, nol besar! Jadi bagaimana bisa Ibu percaya kamu akan menemukan jodohmu sendiri? Sudah, tidak ada tapi-tapi lagi, semua sudah ibu persiapkan, kamu tinggal terima jadi.”
“Memang baju terima jadi? Baju masih mending, tidak pas ukurannya bisa dipermak, lah … kalau suami?” gerutu Julia.
“Jadi gimana? Mau lihat dulu? Mau di pas-in dulu? Atau langsung pakai?” desak Nia tak mau kalah.
“Terserah Ibu, deh! Terseraaah!” Julia tak mau mendebat ibunya lagi. Semua yang dikatakan ibunya benar. Riwayat asmaranya benar-benar memprihatinkan.
Terkadang Julia juga heran dengan dirinya sendiri yang tidak gampang mencinta. Pernah dia membahas perkara rumit ini dengan Yanti, sahabatnya.
“Begitu syulit … mencari jodoh, apalagi pria baikkk,” lantun Yanti menirukan lagu yang sedang viral di tiktok. Meskipun mereka tinggal di pedesaan, tapi seluruh fasilitas kota sudah merambah ke wilayah itu.
“Tenang aja, Jul! Kamu dan aku berada pada posisi senada seirama. Sama-sama lagi sendiri alias jomlo. Bedanya, aku sudah berganti pacar puluhan kali, sedangkan kamu? Sekali pun belum pernah. Entah sampai kapan status tuna asmara ini akan dihapus dari KTP kita.”
“Jaljul, Julia! Panggil yang lengkap apa susahnya, sih?” protes Julia.
Yanti tergelak. Julia memang tidak mau namanya dipanggil separuh, harus utuh, karena dia suka nama pemberian ibunya.
Julia dari bahasa Yunani, versi cowoknya Julius, versi ceweknya Julia yang berarti awet muda. Julia memiliki wajah yang awet muda. Untuk gadis berperawakan kecil sepertinya memang usia terkadang menipu.
“Sebenarnya aku tidak masalah tidak punya pacar juga … bikin ribet, tau!”
“Ribet karena kamu belum merasakan dimanja-manja, kalau udah ketemu yang cocok nanti juga ketagihan.”
Julia mendelik, Yanti melengos.
“Aku cuma bingung, Yan. Kenapa tidak bisa dengan gampang suka atau cinta sama orang? Yah, teman SMA banyak yang suka, teman kuliah banyak yang nembak. Tapi, aku ‘tuh kayak yang merasa belum cocok aja.”
“Ya itu bagus, tapi kamu juga harus waspada.” Yanti memasang tampang serius.
“Waspada gimana maksudmu?” tanya Julia penasaran.
“Bagus karena kamu konsisten orangnya, malas coba-coba kayak aku. Waspada, karena biasanya saat kamu ketemu orang tepat, kamu bakalan bucin mampus!"
Sontak Julia mendorong kepala Yanti.
“Eh, sembarangan! Mahkota aku ditoyor pula!”
***
Nia sedang menjemur pisang saat ponselnya berdering. Panggilan masuk dari Intan, sahabatnya yang kini tinggal di Jakarta. Setelah berbasa-basi sejenak, Intan menyampaikan maksudnya.
“Max udah kasih respon, Nia. Jadi deh, kita besanan!” Intan tertawa renyah, perempuan itu menelepon sambil berbaring di kursi samping kolam renang usai yoga.
“Tunggu! Bukannya yang mau dijodohin sama Julia itu Zach?” jawab Nia membuat Intan tergelak.
“Heh, dengerin … aku kalau memprospek Zach tanpa dukungan Papanya, sama saja ngomong sama tembok. Makanya, sekarang setelah Max kasih dukungan, lebih mudah mengatur Zach. Pokoknya kamu siap-siap saja. Kasih waktu seminggu dua minggu, supaya hati Zach luluh.”
“Intan, yang kita lakukan ini bener tidak, sih? Kadang aku ragu, sedikit khawatir kalau Zach nanti menolak Julia. Kalau Julia sih, aku jamin anak itu penurut.”
“Nia … kita ini mau besanan, bukan merencanakan kejahatan. Selama tujuan kita baik, dilakukan dengan cara baik, Insyaallah hasilnya juga baik. Apalagi anak kita berasal dari keluarga baik-baik. Itulah yang membuatku yakin perjodohan ini akan berhasil.”
“Baiklah, aku cuma tidak menyangka saja, persahabatan kita bisa seawet ini, dan janji kita dulu ternyata bisa terwujud.”
Nia ingat dia hanya iseng saat berpisah dengan Intan yang kala itu hendak pindah ke Jakarta. Mereka berjanji terus saling memberi kabar, hingga menikah dan punya anak, bahkan jika memungkinkan akan menjodohkan anak mereka. Ternyata, janji itu masih mereka ingat hingga sekarang. Intan yang melontarkan ide itu pertama kali saat curhat tentang kelakuan Zach kepada Nia.
Melihat ibunya sedang sibuk menerima telepon, Julia menyelinap pergi. Hatinya gelisah dengan rencana perjodohan ibunya. Saat galau seperti ini dia butuh nasihat untuk memantapkan hati. Gadis itu mendatangi Mang Ebo, guru ngajinya.
“Aku bingung, Mang. Masa jodohku diatur-atur Ibu. Jodoh ‘kan di tangan Tuhan.”
“Ya berarti Allah sedang mengaturnya melalui ibumu. Tidak baik melajang jika sudah layak menikah, agar terhindar dari zina.” Mang Ebo memberi jawaban dengan sangat hati-hati.
“Tapi aku belum mengenalnya, Mang. Bagaimana kalau nanti kami tidak cocok?” tanya Julia polos.
“Belum kenal?” Julia menggeleng. “Ya tinggal kenalan. Paling butuh waktu lima menit. Soal kecocokan, cocok apanya? Kau perempuan, dia laki-laki. Yang tidak cocok itu kalau perempuan sama perempuan, laki-laki sama laki-laki seperti yang marak terjadi sekarang.” Julia terdiam.
Sebenarnya ingin bertanya lebih jauh, tapi dia sendiri bingung harus bertanya apa.
“Niatkan semua untuk ibadah, Julia. Kalau landasannya ibadah untuk mencari ridho Allah, InsyaAllah semuanya akan dimudahkan. Yang kau bilang tidak cocok tadi, akan terasa cocok nantinya.”
Julia menyimak dengan saksama. Tapi masih ada yang mengganjal di pikirannya. Apakah bisa hidup bersama orang yang tidak dia kenal sama sekali?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Astri Tri
wisss panjng bngt epd ny
2023-02-21
1
Hayurapuji
ini mak nya kesambet apa sih
2023-01-30
0
Hayurapuji
mendaki gunung lewati lembah, itu dia ninja Hatori 🤣🤣
2023-01-30
0