Mati Lampu

Zach berkali-kali melirik Julia yang sangat terbawa suasana yang ia lihat di dalam film. “Awas, itu aliennya datang!” teriak Julia sambil berdiri. “Wah keren banget! Dia sangat pintar memainkan kampak,” serunya lagi.

Zach yang tadinya santai menonton film itu hanya ingin menyenangkan hati Julia menjadi ikut terbawa suasana tegang. Kejadian itu tertangkap kamera CCTV yang terpasang di sudut ruangan.

Intan yang sedang di hotel mengamati dua orang yang sedang dijodohkan melalui camera CCTV itu dari ponselnya. Wanita paruh baya itu meminta suaminya untuk membuka rekaman CCTV yang berada di rumah sehingga tahu dengan pergerakan Zach.

“Wah, lihat, Pa. Ternyata mereka so sweet. Lagi nonton film berdua, loh. Lihat ini!” Intan menyodorkan ponselnya, Max segera mendekat melihat layar ponsel istrinya.

“Bagus, ternyata Zach menepati janjinya. Papa pikir dia akan meninggalkan Julia sendirian di rumah. Ternyata Zach belajar dari Papa, dia memegang janjinya untuk menemani Julia di rumah.”

“Hmm, giliran Zach menurut saja, dibilang belajar dari Papa. Trus kalau Zach main perempuan, itu belajar dari siapa?” Intan memukulkan bantal ke wajah Max.

“Hal seperti itu tidak perlu diajarkan, Ma. Insting namanya.”

Intan memukul wajah suaminya lebih keras dengan bantal. ”Ampun Ma, ampun! Udah dong jangan pukul lagi. Mau lihat Zach pacaran nih.”

“Awas ya, ngaku-ngaku lagi. Duh, Mama senang sekali melihat mereka akur begini. Tapi tungu dulu deh, Pa. Mereka lihat film kok seperti sedang mengikuti kuliah online. Tegang banget, duduk berdua di sofa berjauhan. Kerjain, yuk, Pa!” Jiwa iseng Intan muncul. Dia terus memikirkan strategi supaya Zach dan Julia bisa lebih akrab lagi, bukan seperti dua mahasiswi yang sedang menyimak materi kuliah.

“Gimana caranya? Mereka di rumah, kita di sini.”

“Pakai ini, dong.” Intan menggoyang-goyangkan ponselnya.

“Memang bisa? Diremote?” Max kebingungan.

“Bisa, yang diremote manusianya. Gini nih, caranya.” Dengan kesal Intan menekan satu nama di ponselnya.

Tuuut.

[Ya selamat malam, Nyonya.]

“Amri, rumah aman ‘kan?”

[Aman, Nyonya.]

“Begini, saya mau kasih tugas sama kamu. Tapi, ini misi rahasia. Jadi, tidak perlu banyak tanya, lakukan sekarang, siap?”

[Siap, Nyonya!]

“Sekarang kamu matikan sekring listrik, dan jangan nyalakan sebelum aku perintahkan untuk dinyalakan, paham?”

[Paham, Nyonya!]

“Good, kasih tahu sama Bi Ipah dan yang lain supaya jangan keluar dari kamarnya apa pun yang terjadi, terutama saat Nona Julia berteriak minta tolong. Biarkan Zach dan Julia mengatasi masalah mereka sendiri. Paham?”

[Paham, Nyonya!]

“Bagus, sekarang segera lakukan perintah saya.”

Intan mematikan ponselnya sambil melayangkan tatapan tajam kepada Max, ”Begitu caranya biar ponsel berfungsi jadi remote, Sayang.”

“Mama memang gini.” Max mengacungkan dua jempolnya. Intan melengos. Dia kembali mengamati ponselnya.

“Yes!” teriaknya saat ponselnya berubah hitam. Gelap gulita.

“Yah, kok mati lampu!” seru Zach saat layar TV mati, lampu juga padam. “Julia, jangan jauh-jauh, kamu di mana?” Zach meraba-raba pinggiran sofa.

“Aku aman, Kak. Memang di sini sering mati lampu? Di kampungku saja jarang. Seringnya kalau pas musim hujan saja, bisa berjam-jam, tapi kalau hari-hari biasa normal ‘kok,” ujar Julia.

“Biasanya juga jarang mati, tidak tahu nih tiba-tiba aja mati lampu, kita tunggu sebentar, biasanya Pak Amri nyalain genset kalau memang matinya lama.”

Setelah menunggu beberapa saat tak ada tanda-tanda lampu nyala kembali, Julia mulai berpikir bagaimana caranya supaya keadaan kembali normal tidak gelap gulita. Masalahnya Zach lupa membawa ponselnya yang berada di dalam kamar.

“Kak tempat sekring di mana?” tanya Julia setelah berpikir sejenak.

“Sekring? Yang untuk menyalakan listrik? Yang ada meterannya?”

“Iya biasanya sekring menyatu dengan meteran, tapi ada juga yang terpisah.”

Zach mulai bingung. “Kalau yang ada meteran di samping rumah. Tapi ada juga yang ada tombol on off di dekat garasi. Itu saklar atau apa namanya, pokoknya biasanya Pak Amri ngontrolnya di situ.”

Julia terdiam sejenak sambil menyesuaikan matanya agar bisa menangkap keadaan. Secara perlahan kegelapan itu tidak terlalu kentara.

“Ya sudah tunggu saja dulu sebentar di sini, jangan kemana-mana.” Zach diam masih berusaha menunggu. Tapi Julia ingin segera berbuat sesuatu, gadis itu selalu bertindak cepat dan penuh perhitungan. Intan lupa jika Julia bukanlah gadis penakut. Dia justru sangat tenang dan tangguh menghadapi situasi seperti ini. Keadaan di hutan malah lebih gelap saat malam hari karena tidak ada cahaya lampu, hanya berbekal senter atau obor jika kita membawanya.

“Eh, mau kemana?” tanya Zach saat merasakan Julia bangkit dari sofa.

“Mau mencari tempat sekring, Kak. Kita tidak bisa nunggu terus gini, harus berbuat sesuatu.”

“Sebentar-bentar, aku panggil Pak Amri dulu! Pak Amri, Bi Ipah!” Dia terus memanggil-manggil tapi tak ada satu orang pun yang mendekat atau menyahut panggilannya.

“Sudah kita keluar aja, di sini kalau cuma diam juga tidak menyelesaikan masalah, Kak.”

“Sabar dulu kenapa?” sela Zach sambil memencet nomor satpam rumahnya itu.

"Terhubung tapi kenapa tidak diangkat, ya? Pada kemana nih, orang-orang?” tanyanya keheranan sekaligus kesal.

“Ya udah aku mau keluar, Kak. Kalau kakak mau di sini saja juga tidak apa-apa.”

“Eits, tunggu dulu Julia! Kamu ‘kan belum tahu seluk beluk rumah ini, tadi pagi saja kamu kesasar sampai kebun belakang, apalagi ini malam, mana gelap lagi,” cegah Zach.

Tangan Zach meraba-raba, dan akhirnya dia bisa menemukan satu pegangan. Zach menggerayangi sesuatu, ada hawa hangat yang terasa di punggung tangannya.

“Kak, ini hidung aku, please deh,” tegur Julia.

“Ya maaf, gelap.”

Zach memang memilih diam di tempat, tapi saat Julia berdiri dari sofa dia panik. Pengalaman buruknya pernah tersandung di dalam gelap membuatnya memilih diam menunggu lampu menyala kembali.

Julia yang terbiasa berpikir cepat dan mengambil keputusan dengan tepat, segera membuka pintu. Dia menyalakan senter ponselnya yang sudah menunjukkan 5% daya, lalu berjalan perlahan-lahan mencari lokasi sekring.

Gadis itu menghentikan langkahnya saat merasakan ada sesuatu yang menarik bajunya di belakang.

“Kakak ikut boleh, tapi jangan ditarik bajuku gini, dong.”

“Eh, siapa juga yang narik baju, tersangkut kali.” Zach mencoba ngeles, padahal degub jantungnya semakin tak beraturan sejak tadi.

“Pak Amri, Bi Ipah!” Zach kembali memanggil pelayan dan satpam rumah. Tak ada sahutan.

“Kalian pada kemana, sih? Ini situasi lagi genting malah pada menghilang,” gerutunya sambil tetap melangkah di belakang Julia.

“Sekring listrik … ehm, meteran listrik kalau dari sini kemana, Kak?” tanya Julia yang berhenti mendadak membuat Zach hampir menabrak tubuh Julia dari belakang. Zach segera melepaskan ujung baju yang dipegangnya. Dia tidak mau sampai Julia tahu kalau dia masih setia memegang ujung baju gadis itu.

“Di depan, pintu utama belok kiri.”

“Jadi dari sini belok kiri?” tanya Julia lagi.

“Bukan, ini pintu tengah, masih lurus, nanti pintu utama yang paling lebar, lurus aja.” Julia segera berjalan lurus tapi Zach berteriak, ”jangan cepat-cepat jalannya! Nanti kamu kesandung bagaimana?” ujarnya beralasan. Zach mengikuti Julia karena dia tidak mau sendirian di dalam gelap. Badannya saja yang besar, tapi dia sebetulnya sangat penakut.

Terpopuler

Comments

RahaYulia

RahaYulia

ksandung apaan sih jek rumahmu kn luas bukan kontrakan 3x4 meter😅😅😅

2025-04-16

1

🧭 Wong Deso

🧭 Wong Deso

kerjaan mama mu Zach

2023-02-23

1

meE😊😊

meE😊😊

hahahaa niat hati mw bkin julia takut biar nempel sma zach mlah kbalik yaa..

2023-02-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!