“So, Mr Zach, kalau memang semua proposal sudah disiapkan dan budget juga disepakati, sepertinya kita tinggal atur jadwal untuk sign secepatnya. Bukan begitu?” ujar Mr Lee dengan senyumnya yang lebar.
“Of course, hari ini tim kami sudah memastikan semua klausul kerjasama kita masuk dalam perjanjian sesuai yang Anda minta, jadi memang tidak ada alasan untuk menunda kerjasama kita.” Zach menjawab dengan sangat percaya diri.
“Ini dokumennya sudah disiapkan semua. Jadi bisa langsung ditandatangani sekarang,” ucap Julia sembari menyodorkan berkas perjanjian yang dibutuhkan.
“Wah, really? Ini lebih cepat dari perkiraan. Kalau begini saya jadi ada lebih banyak waktu untuk staycation di Bali,” jawab Mr Lee. Pria berkulit putih itu segera mengambil pena, lalu menandatangani berkas perjanjian kerjasama.
“Masih ada dua halaman lagi Mr Lee,” tutur Julia lembut.
“Oh, thanka a lot, Miss ….”
“Julia,” jawab Julia dengan sopan.
“Sekarang giliran Anda, Mr Zach.” Julia menyodorkan berkas lagi untuk ditandatangani Zach. Setelahnya gadis itu segera membawa berkas yang sudah ditandatangani untuk diserahkan kepada asisten dan sekretaris Zach yang sudah menunggu di luar ruangan.
“Mr Zach, asisten pribadi Anda sungguh brilian dan cekatan. Sepertinya dia mengusai banyak hal. Bahkan dia tadi sempat mentranslate beberapa bahasa saya. She is jenius, very smart.” puji Mr Lee. “Lucky you, Mr Zach.” Mr Lee menepuk pundak Zach yang tertawa lebar.
“Dia bukan asisten pribadi saya Mr Lee.” Akhirnya Zach buka suara, tapi dia juga tidak menjelaskan apa posisi Julia sebenarnya, karena ia sendiri juga bingung.
Dia melihat ke arah Julia yang sedang berbincang dengan beberapa orang. Zach tidak memungkiri pesona Julia ketika mengenakan setelan blazer hitam semi formal pilihan Mamanya, gadis manis itu terlihat semakin menarik.
Mereka terlibat obrolan dengan beberapa orang lainnya yang juga akan terlibat dalam proyek kerjasama.
Julia sangat bisa menempatkan diri di tengah rekanan Zach. Beberapa orang mengajaknya mengobrol terkait banyak hal, bukan hanya tentang pekerjaan. Setelah berkas kerjasama ditandatangani, maka pembicaraan bisnis dianggap selesai.
Selanjutnya mereka berpindah ke ruangan tempat perjamuan di mana banyak makanan khas Nusantara dihidangkan. Para pria itu lebih tertarik bertanya tentang situasi Indonesia, budaya juga kulinernya. Tentu saja dengan senang hati Julia menjelaskan semua hal yang ia ketahui.
“Hello, saya Kim, saya bagian tim dari Mr Lee, bolehkah saya berkenalan dengan Anda, Nona?”
“Tentu saja Mr Kim, saya Julia. Senang berkenalan dengan Anda.” Julia menyambut ramah uluran tangan Kim. Pria muda yang wajahnya mirip artis drakor Song Joong-ki itu tersenyum menatap Julia.
“Jadi Anda bukan asisten pribadi Mr Zach?” Kim kembali bertanya. Julia menggelengkan kepala.
“So, gimana kalau saya tawarkan Anda untuk bekerja dengan kami? Saya rasa Anda sangat cocok menjadi sekretaris pribadi, apakah Anda tertarik? Tentu saja ada banyak benefit yang bisa Anda dapatkan, apalagi Anda juga menguasai bahasa korea.”
“Sorry, Mr Kim. Saya rasa Julia tidak bisa menerima tawaran itu, karena dia masih cinta Indonesia, maksud saya meskipun Anda ada kantor di sini, tapi Julia lebih senang bekerja untuk perusahaan dalam negeri.” Zach tiba-tiba muncul karena sedari tadi dia sebenarnya menyimak obrolan Julia dengan Kim.
Pria itu memang mengobrol dengan Mr Lee, tetapi saat melihat Julia mulai dikerubuti beberapa pria, Zach tidak tinggal diam. Saat Kim dengan gesture tubuh terang-terangan memberi perhatian lebih kepada Julia, Zach merasa tidak nyaman.
Dia tidak rela wanita yang bersamanya menjadi pusat perhatian. Zach memberikan isyarat kepada Julia untuk diam. Gadis itu pun menurut.
“Mr Zach, maaf kalau saya bersikap tidak sopan, tetapi memang sulit mencari sekretaris seperti Miss Julia yang cerdas, trampil, goodlooking dan menguasai beberapa bahasa. Ini keahlian yang tidak semua perempuan memilikinya, so … saya barusan mencoba keberuntungan. Siapa tahu ini hari baik untuk saya, bukan?” Mereka berdua tertawa.
Lagi-lagi Zach merasa terganggu dengan pujian Kim yang ditujukan untuk Julia. Dia tidak suka ada pria lain memuji Julia di hadapannya.
“Bagaimana kalau kita lanjutkan lunch sekarang?” ajak Zach mengalihkan perhatian kepada rekan bisnisnya. Mereka setuju dan semua orang mengambil menu di meja prasmanan lalu duduk melingkar di meja makan.
Hari itu Julia dan Zach banyak berinteraksi menjawab semua pertanyaan dari relasi bisnis bersahutan, membuat semua tamu mereka puas dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tak terasa hari beranjak sore, pertemuan bisnis itu pun berakhir. Zach mengantar tamu-tamunya hingga keluar ruangan. Beberapa karyawan dan sekretarisnya juga pamit.
“Kalau tidak ada yang harus kami kerjakan, kami minta izin untuk pulang, Pak Zach,” ucap Simon salah satu karyawannya.
“Iya, semua berjalan baik. Thanks, kalian hari ini sudah kerja luar biasa. Sampai ketemu di kantor besok pagi.”
Setelah semua karyawannya pergi, Zach juga mengajak Julia segera pulang.
“Kamu pasti sangat lelah hari ini. Makasih banyak, ya. Kamu sudah membantuku tadi.”
Zach membuka obrolan. Julia sangat membantunya, jadi sewajarnya dia mengucapkan terima kasih.
“Iya, Kak, sama-sama. Maaf kalau tadi mungkin ada sikap Julia yang membuat kakak malu, atau mungkin ada-“
“Perfect!” potong Zach cepat. “Kerjamu bagus hari ini. Bahkan Cyntia juga tidak bisa setrampil kamu kalau aku ajak mendampingi ke pertemuan bisnis.”
“Sekretaris kakak?” tanya Julia. Dia memang sempat berkenalan dengan beberapa karyawan Zach, dan Cyntia salah satunya.
“Iya dia emang professional, tapi ya begitu … masih kaku. Tidak seperti kamu yang bisa ramah dan menyambut hangat semua tamu, sampai ada yang terlanjur nyaman,” sindir Zach. Entah kenapa dia tidak bisa melupakan tatapan Kim kepada Julia tadi, yang membuat hatinya panas.
Julia tersenyum senang mendengar pujian dari Zach, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali Zach memujinya di depan relasi bisnis, lalu sekarang ia mengulanginya lagi.
Tak terasa mereka sudah memasuki rumah. Zach memilih duduk di sofa ruang tengah beristirahat sejenak, karena tenaganya benar-benar terkuras.
Julia melangkah ke dapur, menyeduh teh hijau lalu memberikannya kepada Zach.
“Kak, ini diminum teh hijaunya. Bagus untuk rileksasi, bisa mengurangi pegal-pegal juga setelah beraktifitas seharian.”
“Thanks.” Zach segera meminum teh hijau yang masih mengeluarkan uap di dalam cangkir.
Mereka beradu pandangan saat meminum teh hijau di tangan masing-masing, lalu saling tersenyum manis. Setelah meminum teh hijau itu Zach merasakan tubuhnya lebih rileks.
Kejadian itu terulang lagi pada tegukan kedua, tanpa disadari mereka saling melempar senyum dan terpaku oleh pandangan sesaat yang memberikan getaran tersendiri di hati masing-masing. Mendapati ketidaksengajaan itu, Zach dan Julia jadi salah tingkah.
“Maaf Kak, aku mau ke kamar dulu.” Julia pamit duluan untuk menenangkan jantungnya yang berdegub kencang. Zach juga bangkit dari sofa.
”Iya, aku juga mau ke kamar ‘kok,” jawab Zach mencoba bersikap biasa saja, padahal desiran halus itu kini telah berubah menjadi dentuman di dadanya yang kian nyata. Napasnya terasa sesak.
Keduanya berjalan beriringan. Mereka sepertinya lupa kalau letak kamar mereka bersebelahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments