Swalayan

Mendapat mandat dari Intan, Zach langsung bersiap-siap. Dia segera mandi, lalu berpakaian rapi ala anak mall. Celana krem di bawah lutut, dengan kemeja kotak-kotak kombinasi warna cokelat dan putih menambah ketampanan wajahnya. Tak lupa pria itu memakai topi, dan sepatu sport warna senada.

Zach mendekati Julia yang sedang mencuci tangan, usai membantu Bi Ipah.

“Bersiaplah, kita akan berbelanja kebutuhan dapur,” ucapnya membuat Julia segera mematikan kran air. “Belanja? Ke pasar?” tanya Julia.

Sementara Bi Ipah mengernyitkan dahi karena tak pernah dalam sejarah ia bekerja di rumah Intan dan Max, melihat Zach berbelanja kebutuhan dapur. Jangankan belanja, mengantarkan Intan pergi belanja saja tidak pernah.

‘Kenapa dengan Mas Zach? Kok tiba-tiba ngajak Neng Julia belanja keperluan dapur? Lha wong di kulkas sama freezer semua bahan pangan masih lengkap semua,’ batin Bi Ipah.

Tiba-tiba telepon rumah berdering. Bi Ipah segera bergegas mengangkatnya.

“Iya, halo. Oh iya.” Bi Ipah hendak menjawab bahkan berteriak saat mendengar suara Intan, sang majikan.

[Bi, jangan menjawab apa-apa, dan cukup dengarkan saya. Hari ini biarkan Zach dan Julia pergi belanja. Saya sengaja menyuruh mereka keluar supaya Julia tidak bosan di rumah. Jadi Bi Ipah biarkan saja mereka belanja, jangan ditanya apa-apa. Paham?] Bi Ipah menggangguk-anggukkan kepalanya sambil menutup mulut karena diminta tidak menjawab apa-apa.

“Menurutmu apa bajuku ini cocok buat masuk pasar becek-becek? Ya jelas ke minimarket atau ke supermarket, swalayan, mana saja yang cepat.” Zach menjawab dengan ketus. Mandat sakti dari Intan benar-benar merusak harinya.

Kemarin seharian dia tak bisa kemana-mana, bahkan malam pun terkurung di rumah karena harus menemani Julia. Sekarang saat hari masih pagi, seharusnya ia masih bisa tidur sampai sore, tiba-tiba ada agenda mengantarkan Julia belanja. Zach mulai merasa kebebasannya terenggut paksa. Gara-gara siapa? JULIA.

“Ya udah, Kakak tunggu bentar aku mau siap-siap dulu,” jawab Julia senang. DIa memang ingin melihat situasi sekitar rumah, melihat kota Jakarta sekaligus menghapal jalan.

“Mandinya jangan pakai lama!” teriak Zach saat Julia naik ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Tidak ada sepuluh menit, Julia sudah siap. Dia memang sudah mandi dari pagi, jadi tidak perlu mandi lagi hanya berganti baju. Dia juga tak perlu berdandan seperti gadis kota yang hendak ke mall.

Gadis itu hanya mengoleskan sunscreen tipis-tipis di wajah dan lehernya, lalu memakai liptint yang warnanya natural. Rambutnya bahkan hanya disisir seadanya, tetapi justru makin membuat kecantikannya bersinar.

Zach kaget karena gadis itu benar-benar patuh dan tepat waktu. Sebentar bagi Tiffany bisa membuat Zach memesan pizza secara online, menghabiskannya, lalu tertidur di sofa. Sedangkan Julia, sepertinya gadis ini memang tak tahu caranya berdandan. Tapi, Zach tidak melihat sesuatu yang menganggu. Wajah polos Julia ini justru membuat Zach diam-diam menyimpan kekaguman.

“Kenapa? Bajuku norak, ya?” Julia mengamati penampilannya. Gadis itu memakai celana jeans, sepatu casual, juga kemeja lengan panjang yang tidak panjang lagi karena lengannya digulung separuh. Di lehernya menggantung kalung aksesories sederhana hadiah ulang tahunnya dari Yanti.

“Tidak kok, biasa aja.” Zach segera mengeluarkan mobil pajero sport hitam andalannya.

“Kamu nggak alergi AC mobil, kan?” tanya Zach sambil mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Julia merasa Zach sedang mengejeknya. Tapi tak apa, karena Zach yang memulai dia pun menjawab.

“Sedikit, sih. Kalau memang mau dimatikan juga boleh.” Sekarang Zach yang kelimpungan. Dia hanya ingin memulai obrolan. Tapi, ternyata topik yang ia pilih salah. Pria itu akhirnya memang mematikan AC, lalu memencet tombol sunroof yang pelan-pelan terbuka.

Udara pagi yang masih segar segera masuk ke dalam mobiI. Julia sangat senang menikmati udara bebas. Di rumah besar Zach, gadis itu selalu tidur kedinginan karena AC yang suhunya rendah. Meskipun ia sudah berusaha mengaturnya, tapi menjelang Subuh, tubuhnya pasti menggigil.

Gadis itu sangat antusias memperhatikan jalan-jalan yang baru ia lewati menuju swalayan yang akan mereka datangi. Sesekali Zach melirik Julia yang mengulum senyum. 'Gadis aneh, hanya melihat jalan saja, dia sudah terlihat sangat senang,' batin Zach.

Sesampainya di swalayan, Zach memasukkan semua barang-barang yang di list oleh Mamanya. Julia membantu Zach mengumpulkan belanjaan. Saat Zach asyik memilih buah-buahan kaleng, Julia melihat seorang nenek yang berusaha mengambil sesuatu di rak paling atas.

“Tunggu, Nek! Biar saya bantu.” Julia dengan sigap membantu Nenek itu bahkan menahan barang-barang yang hampir menimpa nenek tersebut.

‘Boleh juga sih, care-nya. Jarang zaman sekarang ada gadis mau membantu orang lain tanpa diminta. Ada juga divideoin untuk sebuah konten,’ gumam Zack dalam hati.

Zach mau tidak mau mengakui sifat terpuji Julia, gadis itu pun sangat mudah bergaul. Sebelum dia ke dapur tadi Zach sempat mendengar Julia dan Bi Ipah tertawa-tawa seperti dua orang yang sudah saling mengenal lama.

“Sudah semua! Yang di daftar list Tante Intan sudah terbeli, tidak ada yang terlewat,” ujar Julia. Zaach hanya mengangguk, kemudian mendorong keranjang penuh belanjaan itu ke kasir.

Mereka kemudian memasukkan kantong-kantong belanjaan ke dalam bagasi mobil. Zack hampir keluar dari parkiran saat ponselnya berbunyi.

Melihat nama yang sangat ia rindukan, Zach pun keluar dari mobil lalu menerima telepon dari Tiffany.

“Aku sedang belanja di dekat Villa Garden,” kata Zach saat gadis itu bertanya ia ada di mana.

[Masa? Aku juga ada di café dekat situ. Kesini dong, Sayang. Kamu tidak kangen aku?]

Zach tak menunda lagi, ia segera menemui Tiffany tanpa berpamitan kepada Julia.

Sepasang kekasih yang dua minggu lebih tak berjumpa itu segera melepas kangen. Tiffany memeluk Zach erat-erat lalu menciumi pipi pria yang ia cintai itu bertubi-tubi.

Dipancing begitu, Zach membalas ciuman Tiffany. Bukan hanya pipi, ciuman itu segera merambat kemana-mana. Suasana kafe yang masih belum terlalu ramai membuat keduanya leluasa saling memeluk dan mencium. Mereka bermesraan di kafé tersebut.

“I miss you, so much, Dear!” Zach merampas bibir Tiffany yang segera menyambutnya. Mereka berciuman sangat panas. “Aku nungguin kamu dari kemarin waktu ada party di rumah Satria, tapi kamu jahat banget tidak datang. Aku bete, tahu.” Tiffany memukul dada Zach pelan. Zach segera menangkap tangan Tiffany lalu mencium punggung tangan wanitanya.

“Sorry, Dear. Mama lagi sakit jadi aku sama Papa gantian menjaganya,” ujar Zach sedikit berbohong.

"Oke, sekarang aku maafin kamu," sahut Tiffany tanpa melepas tatapan pada bibir Zach.

Tangan pria itu mengusap pipi Tiffany yang segera meraih kepala Zach, lalu kembali mendaratkan kecupan di bibirnya. Dua insan itu akhirnya saling berciuman menuntaskan kerinduan yang cukup lama terbendung jarak dan kesempatan. Sementara Julia menunggu di dalam mobil tanpa berpikir apa pun tentang Zach.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!