Dansa

Bodoh. Bagaimana bisa Brina tidak menyadarinya? Dan kenapa Salsa tidak menjelaskan secara rinci bahwa pria yang akan dijodohkan dengannya itu adalah Evan Wilde? Brina tidak menyangka sama sekali. Evan adalah Evan Wilde. 

Brina menghembuskan nafasnya dengan berat. Dia seakan mengalami serangan jantung sekarang. Jantungnya berdetak cepat sejak dia terkejut melihat Evan. Ya. Evan yang kencan buta dengannya. Evan yang dijodohkan dengannya. Evan yang membuat Brina kesal dan membuat mereka terlibat one night stand. 

Dari luar, suara Evan masih terdengar memberikan sambutannya setelah memperkenalkan diri secara resmi sebagai Direktur Wilde Construction Company. Brina masih enggan untuk keluar dari toilet sejak tadi dia kabur ke sini. Dia takut Evan akan menghampirinya meskipun dia tidak yakin apakah pria itu akan melakukan itu di acara resmi ini.

Iris matanya menatap sayu pantulan dirinya di cermin. Wajahnya masih terlihat syok dengan nafas yang masih memburu. Pikirannya kembali melayang pada malam itu. Malam pada tahun kabisat, di hari ulang tahunnya, malam di mana dia kencan buta dengan Evan dan berakhir bercinta dengan Evan.

Itu berarti, Brina bercinta dengan Evan Wilde, putra dari CEO Ivan Wilde dan kini menjadi Direktur baru di Wilde Contruction Company. Evan Wilde kini menjadi atasannya di perusahaan tempat Brina bekerja. Kesimpulannya, Brina bercinta dengan atasannya sendiri.

Matanya langsung terpejam. Dadanya naik turun karena seringnya menarik dan mengeluarkan nafasnya dengan cepat. Brina merasa sesak. Pria itu adalah Evan Wilde dan dia bercinta dengan bosnya. Dia bercinta dengan atasannya sendiri. Kata-kata itu terus berulang memenuhi pikirannya. 

"Brina, kamu baik-baik saja? Aku khawatir saat kamu tiba-tiba saja pergi ke toilet." Diana tiba-tiba masuk dengan wajah khawatir menatap Brina. "Kamu kelihatan pucat." 

Di saat Evan Wilde menampakkan wajahnya, tubuhnya membatu  seketika karena keterkejutan. Nafasnya mendadak berat dan sesak. Jantungnya langsung berdebar cepat saat tiba-tiba Evan meliriknya dari atas podium, menyadari kehadirannya. Dan saat itu juga Brina segera berlari menuju toilet. Pikirannya saat itu adalah dia harus menghindar dari pandangan Evan.

Brina menarik nafas perlahan. "Aku hanya... sedikit pusing tadi... tapi... aku baik-baik saja sekarang." balas Brina berbohong. Tidak mungkin dia memberitahu Diana bahwa wajah pucatnya disebabkan oleh Evan Wilde.

Diana mengangguk. "Kalau begitu ayo kembali. Makan malam sudah dimulai."

Brina menarik nafas dan menghembuskan nafas perlahan. Dia lalu mengangguk dan mereka keluar dari toilet untuk kembali ke meja mereka. Diana menarik memegang lengan Brina, membantunya berjalan meskipun itu tidak berguna. Namun setidaknya nanti bisa berguna jika Brina tidak sadarkan diri setelah melihat Evan lagi. Demi Tuhan, saat ini dia merasa akan pingsan karena Evan.

“Sabrina!” panggilan dari seorang pria membuat Brina memalingkan wajahnya. Brina dan Diana segera berhenti.

“Andrew!” pekik Brina saat melihat Andrew yang tampaknya sehabis dari toilet.

Pria tampan yang tadi pagi ditemui Brina itu tersenyum lebar. “Senang bertemu lagi denganmu di sini.” Ucapnya senang.

Diana yang berada di samping Brina tersenyum tipis. Ketampanan Andrew rupanya membuat pipi Diana bersemu. “Siapa pria ini, Brina?” tanya Diana berbisik di telinga Brina.

“Oh, ini klien baruku. Andrew....” Brina berhenti sejenak lalu menatap Andrew. Brina tersenyum canggung. “Ma-maaf... saya tidak tahu nama lengkap Anda.”

Andrew tergelak mendengarnya. “Saya yang harusnya meminta maaf. Saya tidak memperkenalkan diri secara resmi tadi pagi.” Andrew memberikan kartu namanya pada Diana. “Andrew Baskoro. Saya pengacara resmi Keluarga Wilde dan anggota direksi Wilde Corp.”

“Diana Milani. Wakil Manajer Divisi Konstruksi Gedung.” Diana dengan terlihat gugup menyalami Andrew.

“Senang bertemu dengan Anda, Ms. Milani.” Ucap Andrew dan itu membuat Diana semakin tersipu.

Sementara Brina menahan geli melihat Diana yang tersipu karena Andrew. Rekannya ini memang mudah sekali terpukau melihat pria tampan. Dia akui Andrew memang tampan, khas pria-pria tampan Indonesia. Namun tidak setampan Evan yang memiliki wajah blasteran.

Tunggu, kenapa dia jadi membandingkan Andrew dengan Evan? Brina menggelengkan kepalanya saat Evan kembali terbesit di benaknya.

Tatapan Andrew mengarah pada Brina sambil tersenyum. “Sabrina, boleh aku bicara berdua sama kamu?”

Brina melirik Diana sekilas dan rekannya itu mengangguk sambil tersenyum. Lalu Diana pergi ke mejanya lebih dulu, meninggalkan Brina berdua dengan Andrew.

***

Pria tampan itu tampak menikmati sajian pasta kesukaannya selepas memberikan pidato sambutannya sebagai Direktur Wilde Construction Company yang baru. Selepas menikmati makan malam singkat, dia bergegas mendatangi satu per satu meja untuk menyalami tamu-tamu penting yang hadir di acaranya ini.

Sebenarnya itu tidak perlu dilakukan karena Evan adalah tokoh utama dari acara penghelatan ini. Niat dia sebenarnya adalah untuk mendatangi Brina yang juga menghadiri acara ini. Sambil menyalami tamu-tamu penting yang beberapa di antaranya tidak dikenali oleh Evan, matanya sesekali mengarah ke ujung ruangan, di mana posisi meja Brina berada.

Evan berhenti menyalami tamu undangan saat iris matanya tidak menangkap sosok Brina. Kursi yang ditempati Brina tampak kosong. Matanya segera memindai ke seluruh ruangan Ballroom hotel, mencari sosok Brina.

Dia bertanya-tanya ke manakah Brina pergi? Apa dia sedang menghindarinya? Pikiran itu membuat Evan menyeringai tipis. Brina sepertinya memang menghindarinya karena dia sempat melihat wajah terkejut Brina saat tadi mereka saling bertatapan sesaat.

“Maaf, Mr. Wilde. Mr. Ivan Wilde meminta Anda untuk menghadapnya.” Tiba-tiba sekretarisnya datang menghampirinya.

Evan hanya melirik ayahnya sekilas lalu matanya kembali mengitari ruangan untuk mencari Brina. Sedetik kemudian, dia akhirnya menangkap sosok Brina yang sedang berjalan beriringan bersama seorang pria dan Evan mengenali sosok pria disamping Brina. Wajahnya seketika mengeras.

Tanpa mengindahkan sekretarisnya yang meminta Evan lagi untuk bertemu ayahnya, dia bergegas menuju Brina. Kakinya yang panjang berjalan dengan cepat menghampiri Brina. Dia tidak memedulikan sama sekali semua tatapan mata para tamu yang menatapnya bingung. Fokusnya kini hanyalah pada Brina.

Brina tampak terkejut saat melihatnya mendekat. “E-evan?!” ucap Brina memekik pelan.

“Mr. Wilde.” Andrew yang bersama Brina juga terkejut dengan kehadiran Evan.

Evan berdiri di hadapan Brina dan Andrew. Tatapannya hanya terfokus pada Brina, mengamati penampilannya yang memukau. “Brina.” Ucap Evan.

Brina menarik nafasnya yang berat. “Ev—maksudku.. Mr. Wilde.” Iris mata Evan menatapnya begitu nyalang membuat Brina gugup.

“Tampaknya Anda sudah bertemu dengan pengacara kami, Brina.” Ucap Evan.

“Ayah saya meminta bantuan Sabrina untuk menangani proyek pembangunan vila di Bali.” Ucap Andrew. “Kalian ini saling mengenal?” tanya Andrew heran.

“Yes.” Jawab Evan. / “TIDAK!” jawab Brina.

Keduanya menjawab serentak dengan jawaban berbeda. “Ma-maksudku.. tentu aku mengenal Mr. Wilde. Saya sebagai karyawan di Wilde Construction Company tidak mungkin tidak mengenal atasan baru saya.” Jelas Brina menambahkan lalu tersenyum canggung.

“Saya mengenal Brina sebagai karyawan dengan prestasi yang baik di perusahaan. Tentu saja saya harus mengenal karyawan berprestasi seperti Brina ini.” Ucap Evan. Tatapannya tidak pernah lepas dari Brina.

“Ah..” Andrew mengangguk-ngangguk meski dia nampak ragu dengan jawaban mereka. “Mr. Wilde, saya ing---“

“Simpan perkataan Anda, Mr. Barkoro. Saya harus membawa Brina untuk berdansa.”

Tanpa menunggu jawaban Andrew atau bahkan menunggu persetujuan Brina, Evan segera menggenggam tangan Brina dengan erat. Dia membawa Brina pergi ke tengah-tengah Ballroom lalu memberi isyarat kepada sekretarisnya untuk menyalakan musik.

“Mr. Wilde! Apa yang Anda lakukan?!” tanya Brina.

Semua orang yang ada di ruangan ini tampak kebingungan melihat Evan Wilde bersama seorang wanita. Musik instrumen segera mengalun dan Evan dengan cekatan melingkarkan lengannya pada pinggang Brina. Dia menarik tubuh Brina mendekat hingga membuat wanita itu memekik pelan dengan kedua lengan di dada Evan, menahan tubuh pria itu.

Evan menatap intens iris mata Brina yang hitam tanpa ekspresi begitu pun Brina yang membalas tatapan Evan. Mereka hanya saling bertatapan selama beberapa saat sebelum akhirnya Evan memindahkan lengan kiri Brina melingkari lehernya dan tangan kirinya menggenggam tangan kanan Brina. Tangan kirinya semakin erat melingkari pinggang ramping Brina dan setelah itu, Evan mulai bergerak mengikuti irama diikuti Brina.

 “Mr. Wilde. Anda tidak seharusnya melakukan ini!” Bisik Brina sambil mengimbangi gerakan Evan. Mau tak mau Brina harus ikut berdansa dengan Evan karena pria itu dengan paksa menariknya ke tengah-tengah.

“Kamu tidak perlu memanggilku dengan formal seperti itu. Panggil aku seperti yang biasa kamu lakukan.” Ucap Evan. “Seminggu tidak bertemu, kamu semakin cantik, Sabrina.” Brina hanya terdiam mendengarnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa.

Selama beberapa saat mereka hanya berdansa mengikuti alunan lagu dan menjadi tontonan para tamu undangan. Tatapan Evan hanya terfokus pada wanita yang dipeluknya ini. Pikirannya kembali pada malam kencan buta dengan Brina dan malam di mana dia bercinta dengan Brina. Satu minggu berlalu di mana terakhir kalinya mereka bertemu. Hari di mana Brina kabur keesokan paginya setelah melewati malam bersama.

Musik masih mengalun dengan instrumen yang indah. Kedua insan manusia itu bergerak dengan luwes mengikuti alunan musik dengan Evan yang tidak pernah melepaskan tatapannya dari Brina. Sementara itu, tatapan Brina tak fokus. Brina melirik ke sana kemari karena seluruh tamu undangan yang hadir kini sedang menatap mereka berdua sambil berbisik.

 “So, Sabrina. Ada hubungan apa kamu dengan Andrew?” tanya Evan kembali membuka suara.

“Dia klien baru. Andrew dan aku baru bertemu tadi pagi.” Jawab Brina.

“Andrew? Tampaknya kalian sudah jauh dari itu untuk saling memanggil nama depan.” Ucap Evan. Tatapannya seketika menajam pada Brina.

“Aku pikir aku tidak harus menjelaskan hubunganku dengan Andrew padamu.” Jawab Brina. Matanya menatap tatapan tajam Evan sesaat setelah itu dia kembali memperhatikan sekeliling. “Apa yang kamu lakukan ini, Evan?!” bisik Brina. “Semua orang menatap ke arah sini.” Ucap Brina cemas.

Evan menyadari kegugupan Brina, namun itu malah membuat kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyum tipis. “Abaikan saja mereka, Brina. Kamu hanya perlu menatapku.” Ucapan itu berhasil membuat Brina beralih menatap Evan. Evan melanjutkan. “Well, aku merindukanmu. Sudah satu minggu sejak malam itu, Brina.” Mendengar itu, Brina membulatkan matanya. Brina mulai bergerak gelisah sehingga tidak mengikuti irama gerakan Evan dan membuat kaki Evan terinjak. “Aw! Kamu sengaja melakukannya, ya?” pekik Evan pelan.

“Ma-maaf.” Sesal Brina. Namun detik selanjutnya, Brina menampakkan ekspresi kesal. “Apa tujuanmu mengajakku berdansa, Evan?!” tanya Brina kesal. Iris hitamnya menatap Evan tajam.

Evan memiringkan kepalanya. “Aku sudah mengatakannya. Aku merindukanmu.”

Brina menarik nafasnya sedalam mungkin lalu berkata. “Dengar, apa yang terjadi malam itu ak---“

“Terima kasih sudah mengingatkan. Aku juga ingin membicarakan malam itu.” Ucap Evan memotong perkataan Brina. “Aku ingin meminta pertanggung jawaban darimu, Sabrina.”

Perkataan itu berhasil mendapat pandangan melotot dari Brina sementara Evan menampakkan senyum miringnya yang menyebalkan.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!