Bos Baru

Hari ini hari pertama untuk menyambut direktur baru Wilde Construction Company dan Brina sebagai Wakil Manajer Proyek, terlambat di hari yang penting ini. Brina pasti akan mendapatkan masalah. Apalagi Pak Herman, Manajer Proyek Divisi Konstruksi Hunian, pasti akan menceramahinya sepanjang hari karena datang terlambat.

Brina menarik nafas panjang begitu lift yang membawanya, tiba di lantai tujuh. Nafasnya masih tersengal-sengal saat dia berjalan menuju ruang kerjanya. Detik selanjutnya, dia langsung menundukkan kepalanya saat Pak Herman sedang bersama beberapa pria tepat di depan ruang Manajer dan ruangan Brina tepat di sebelahnya.

Brina segera merendahkan tubuhnya dan bersembunyi di balik bilik pembatas antar meja karyawan. Dia mengangkat kepalanya, mengintip sedikit dan melihat wajah Pak Herman yang berseri mengobrol akrab dengan empat orang pria.

Di samping kiri Pak Herman ada dua orang pria tua yang memakai setelan jas lengkap. Brina mengenali mereka dari Tim Audit perusahaan. Sementara dua orang lainnya di samping kiri Pak Herman, Brina tidak melihatnya karena terhalang oleh sekat tembok jadi dia tidak bisa melihat dua pria lainnya.

Pandangannya beralih memperhatikan semua karyawan. Mereka hanya diam saja dan fokus bekerja. Keningnya mengerut dalam, heran kenapa mereka terlihat santai? Apa pengenalan Direktur baru sudah selesai?

“Mbak Brina!” seru seseorang yang membuat Brina menoleh pada salah satu pegawai, Farah. Brina segera menaruh jari telunjuk di bibirnya, memberi isyarat agar tidak bersuara. “Mobil saya mogok.” Ucap Brina memberi alasan. “Saya sembunyi dulu di toilet.” Ucap Brina setelah itu segera berlalu menuju toilet. Dia tidak bisa terus berdiam diri di sini.

Brina mengendap-endap menuju toilet namun suara Pak Herman yang memanggilnya, membuat Brina langsung berhenti.

"Nona Sabrina."

Dia ketahuan. Bibirnya menghembuskan nafas kasar sambil menggerutu dalam hati. Bagaimana Pak Herman bisa tahu dia sudah datang?

Brina memasang senyum palsu kemudian berbalik. Semua pasang mata yang ada di lantai ini tertuju padanya. Termasuk ke empat pria yang bersama Pak Herman. Pandangannya seketika terfokus pada seorang pria muda dan tampan dengan gaya rambut yang klimis. Dia bertanya-tanya, apa pria itu adalah Direktur barunya, putra dari CEO Ivan Wilde?

"Sabrina!" seru Pak Herman lagi membuat Brina keluar dari lamunannya.

"I-iya, Pak." ucap Brina lalu bergegas menghampiri Pak Herman.

"Perkenalkan, ini Sabrina, Wakil Manajer di sini." Herman memperkenalkan Brina pada keempat pria itu. Brina menyelami mereka dengan canggung. "Kamu mungkin sudah tahu Pak Andre dan Pak Rizal, Tim Audit, dan ini adalah Pak Jeremy dan Pak Andrew, anggota direksi Wilde Corp."

Brina menyalami mereka semua. Setelah itu, Pak Andre dan Pak Rizal dari Tim Audit pamit pergi setelah tadi mengobrol lama tadi. Selanjutnya Pak Herman yang meninggalkan Brina bersama dua pria lainnya.

"Direksi? Jadi tidak ada Direktur baru?" Gumam Brina dalam hatinya terheran-heran.

Pasalnya perusahaan sudah mengumumkan sejak satu bulan lalu bahwa hari ini akan ada Direktur baru yang menggantikan posisi Mr. Fisherman, yang mana digantikan oleh putra dari CEO Ivan Wilde, yaitu Evan Wilde. Namun sepertinya, Direktur baru itu tidak hadir hari ini.

"Saya sudah mendengar banyak tentang Anda, Ms. Davinian." Ucap Andrew, pria muda dengan rambut klimis yang sempat Brina kira bahwa dia adalah putra Evan Wilde.

"Panggil saya Sabrina saja, Pak Andrew." Sahut Brina.

"Anda wanita yang luar biasa. Saya kagum kepada Pak Sandi yang membesarkan putri cantiknya ini dengan baik." Ucap Jeremy menimpali. Pria yang usianya lebih tua dari Andrew itu tersenyum kagum pada Brina.

"Anda terlalu menyanjung saya."

"Papah saya benar-benar mengagumi Anda, Sabrina." Andrew tersenyum lebar dan menatap Brina dengan intens. Jadi, Andrew adalah anak dari Pak Jeremy. "Anda juga bisa memanggil saya Andrew saja." Lanjutnya.

Brina tertegun. Tatapan Andrew padanya terlihat berbeda sejak pertama mereka berkenalan. Entah apa arti tatapan dari Andrew terhadapnya. Hal itu sedikit membuatnya tak nyaman.

"Oh, ya. Anda juga sangat berani melawan Pengacara Julius Sinaga itu. Saya tidak tahu bahwa dibalik penampilan Anda yang feminin, Anda punya sifat keras dan berani." Brina hanya terdiam mendengar perkataan Andrew. Entah pria itu memujinya atau mengejeknya. Sementara Andrew malah tergelak.

Brina hanya membalasnya dengan senyum canggung. Andrew mengingatkannya lagi pada pengacara sialan itu yang membuat Brina bermasalah. Kasusnya dengan Pengacara Sinaga yang menghebohkan perusahaan karena ulah Brina yang berani melawan pengacara terkenal dari Medan itu.

Itu semua karena pengacara itu malah menjual rumah kliennya secara sepihak saat masih dalam tahap pembangunan. Kesal karena kliennya dan pengacara itu yang ikut campur dalam permasalahan itu, Brina dengan berani mendatangi kliennya dan pengacara itu hingga menimbulkan keributan.

Alhasil, perusahaan memberikan sanksi kepadanya dengan memberikan suspensi bekerja selama dua minggu. Dia juga dilarang menghubungi klien-klien yang lain untuk membahas proyek.

Dan hari ini adalah hari pertama Brina masuk lagi setelah dua minggu suspensi itu. "Jadi, ada perlu apa dengan saya, Pak?"

"Jadi begini. Saya ingin membangun satu vila keluarga di Bali. Vila ini akan menjadi kejutan hadiah ulang tahun pernikahan saya dan istri saya yang ke tiga puluh nanti. Saya ingin mempercayakan proyek ini kepada Anda, Ms. Davinian." Jelas Jeremy. "Bagaimana, Ms. Davinian? Anda bisa?"

"Cukup panggil saya Sabrina, Pak Jeremy. Saya siap menerima proyek yang bapak berikan. Saya dan tim saya akan bekerja sama dengan maksimal untuk membangun vila impian Bapak." Ucap Brina.

Jawaban Brina dihadiahi senyuman lebar Jeremy. "Saya sangat senang mendengarnya.”

"Terima kasih karena sudah mempercayakan proyek ini kepada saya."

"Tentu saja. Anda ini kebanggaan Wilde Company." Puji Jeremy dan Brina tidak bisa untuk tidak tersenyum. "Baiklah. Saya akan percayakan sepenuhnya pada Anda, Ms. Davinian, Sabrina. Anda hanya perlu memperlihatkan kepada saya desain terbaik untuk vila saya. Tidak perlu mengkhawatirkan pendapat saya karena saya yakin desain pilihan Anda akan menjadi yang terbaik untuk saya.” Brina mengangguk perlahan dan tersenyum lebar. “Untuk ke depannya, mungkin Anda bisa berdiskusi dengan Andrew. Andrew cukup ahli di bidang konstruksi.”

Brina menatap Andrew yang sedari tadi tatapan pria itu tidak lepas darinya. Dia hanya memasang senyum sebagai balasannya.

“Kalau begitu kami permisi dulu, Sabrina.” Ucap Jeremy lalu pergi dan menyisakan Brina bersama Andrew.

Andrew mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya lalu diberikannya kepada Brina sebuah kartu nama. “Anda bisa menghubungi saya untuk membicarakan proyek ini. Saya juga akan membantu dalam proyek ini karena saya ingin ini menjadi hadiah terbaik untuk ulang tahun pernikahan orang tua saya.” Ucap Andrew.

“Saya akan menantikannya, Pak Andrew. Mohon kerja samanya.”

Andrew tersenyum lebar lalu meminta bersalaman dengan Brina. “Saya senang bisa bekerja sama dengan Anda, Sabrina. Kalau begitu saya permisi. Sampai bertemu lagi, Sabrina.”

Brina tak menjawab hanya diam memberikan senyum tipis sambil menyalami Andrew. Setelah itu Andrew berlalu pergi meninggalkan Brina dengan perasaan tak nyaman karena tatapan pria itu.

***

Ada banyak mobil mewah dari berbagai jenis dan kelas mobil dengan berbagai warna, bergantian memasuki area hotel. Sementara di area luar hotel, beberapa mobil van yang bertuliskan stasiun tv lokal, terparkir rapi di sepanjang sisi jalan.

Penghelatan penyambutan Direktur baru Wilde Construction Company digelar dengan mewah. Tamu undangan yang sebagian besar dari kalangan pengusaha, pejabat, dan sebagainya memenuhi Ballroom. Tidak lupa juga semua karyawan Wilde Corp yang memiliki jabatan penting hadir di acara malam ini.

Termasuk Brina, yang memegang posisi sebagai Wakil Manajer Divisi Konstruksi Hunian. Sebagai perwakilan bersama Pak Herman, tentulah Brina harus hadir menyambut Direktur baru Wilde Contruction Company, yang akan menjadi atasan tertingginya di perusahaan tempat dia bekerja.

Pesta penyambutan ini dibuat secara mendadak sebab tadinya penyambutan Direktur baru hanya akan dilaksanakan di gedung perusahaan saja. Namun sepertinya, penyambutan besar-besar harus dilakukan pada Direktur baru. Terlebih, Direktur baru itu adalah putra dari CEO Wilde Corp.

“Aku berani jamin Evan Wilde aslinya seratus kali lebih tampan dibandingkan fotonya.”

Ucapan itu membuat Brina yang sedang memainkan ponselnya beralih menatap Diana, rekannya di perusahaan, memiliki jabatan yang sama dengannya namun berbeda divisi. Mereka sedang menikmati jamuan makanan pembuka setelah sebelumnya acara sudah dimulai beberapa menit yang lalu.

“Memangnya setampan apa Evan Wilde?” tanya Brina. Dia tidak tahu rupa dari putra Ivan Wilde. Dia hanya mengenal namanya saja.

Diana dengan semangat langsung mendeskripsikan bagaimana rupa Evan Wilde yang rupawan. Brina hanya diam mendengarkan antusiasme Diana yang begitu terobsesi pada ketampanan Direktur baru itu. Diana bahkan menyebut bahwa Evan Wilde adalah tipe pria idamannya.

Entah kenapa, mendengar nama ‘Evan’, Brina jadi teringat dengan Evan. Pria yang sempat kencan buta dengannya dan berakhir terlibat one night stand. Sudah seminggu berlalu sejak malam itu. Selama seminggu itu juga, dia selalu teringat akan kejadian itu.

Harga diri dan rasa malunya membuat Brina tidak sanggup untuk bertemu dengan Evan lagi, terlebih pagi harinya, Brina kabur dari kamar inap Evan.

Untungnya Salsa tidak menanyakan lebih lanjut mengenai kencan butanya dengan Evan. Salsa juga tidak berencana membuat Brina untuk melakukan kencan buta lagi karena biasanya, beberapa hari setelah kencan buta yang batal itu, Salsa akan langsung menjadwalkannya untuk mengikuti kencan buta dengan pria lain.

Namun Brina merasa heran. Salsa tidak memberitahukan padanya soal jawaban Evan. Biasanya Salsa akan langsung memberitahukan jawaban pria-pria yang kencan dengannya bahwa mereka tidak mau melanjutkan perjodohan ini lagi.

Semoga saja Evan benar-benar memutuskan perjodohan ini karena dia benar-benar tidak mau jika harus bertemu dengan Evan lagi. Dia tidak sanggup untuk berhadapan dengan pria itu lagi.

"Brina! Brina!" Brina mengerjapkan matanya dengan cepat, memfokuskan kembali pikirannya. "Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Diana. Wajahnya terlihat kesal karena Brina sama sekali tidak mendengarkan Diana.

“Aku baik-baik saja.”

Diana berdecak kesal. “Apa kamu tidak penasaran dengan wajah Direktur baru kita?” tanya Diana.

Brina menggeleng pelan. “Aku tidak peduli dengan ketampanan Direktur baru kita. Lagi pula kita tidak pernah terlibat langsung dengan Direktur. Jadi, untuk apa aku tahu Direktur kita itu tampan atau tidak.”

“Kamu ini memang menyebalkan. Bukan aku saja yang peduli, tapi hampir semua karyawan wanita membicarakan Evan Wilde yang tampan.” Diana lalu mengeluarkan ponselnya. “Biar aku tunjukkan betapa tampannya Direktur baru kita.”

Acuh tak acuh, Brina membiarkan Diana memperlihatkan foto Evan Wilde. Belum sempat Diana membuka aplikasi galeri di ponselnya, suara gemuruh tepuk tangan mengalihkan keduanya. Mereka berdua segera berdiri saat melihat para tamu undangan berdiri dan bertepuk tangan dengan meriah. Semua mata tertuju ke arah pintu masuk yang terbuka lebar.

"Sepertinya sebentar lagi Direktur baru kita akan datang." Bisik Diana menginfokan.

Cahaya kamera mulai menyala dengan silau. Para wartawan sibuk mengarahkan kameranya ke arah pintu dan mengambil gambar sebanyak mungkin. Sepertinya sosok Direktur baru Wilde Construction Company, Evan Wilde, sudah tiba di sini. Kedatangannya disambut dengan tepuk tangan yang semakin meriah.

Tak lama, sosok Evan Wilde muncul memasuki Ballroom Hotel dan mulai berjalan di sepanjang karpet merah. Brina memfokuskan pandangannya pada sosok atasan barunya itu, namun sinar blitz dari kamera para wartawan membuat dia sulit melihat wajah Evan Wilde dengan jelas.

“Astaga! Evan Wilde benar-benar ada di hadapanku!” pekik Diana dengan senang.

Brina masih belum melihat jelas wajah Evan Wilde. Apalagi posisinya yang berada di sudut ruangan, membuat dia semakin sulit melihat dari jauh. Brina hanya bisa melihat penampilan Evan Wilde yang mengenakan setelan jas biru. Dia bisa melihat aura wibawa dan tegas yang terpancar dari tubuhnya. Ditambah posturnya yang tinggi semampai, membuat dia terlihat seperti sosok gentleman yang diidam-idamkan para wanita.

Gemuruh tepuk tangan seketika berhenti ketika Evan Wilde akhirnya sampai di panggung podium. Hanya suara jepretan kamera yang masih berbunyi yang terus membidik Evan Wilde.

Brina memperhatikan punggung Evan Wilde yang terlihat naik, seolah pria itu menarik nafasnya sedalam mungkin. Kemudian, Evan Wilde berbalik badan dan membuat Brina akhirnya dapat melihat jelas rupa dari Evan Wilde.

Namun ternyata, wajah itu malah membuat Brina membeku seketika. Sosok Evan Wilde yang Diana deskripsikan begitu tampan rupawan adalah pria yang sama dengan nama yang sama juga, yang ditemuinya saat kencan buta hingga berakhir menghabiskan malam bersama.

Ternyata, Evan adalah Evan Wilde.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!