Kejutan Kepulangannya

Hanya butuh tiga hari, Brina menyelesaikan sisa pekerjaanya di Bali. Desain vila Pak Jeremy sudah jadi secara kasarnya dan sesuai perhitungan. Andrew pun membantu Brina dengan baik dan memberikan ide-ide untuk desain berdasarkan selera orang tuanya. Untuk itulah tidak membutuhkan waktu lama untuk Brina mendesain vila impian Pak Jeremy sebagai hadiah anniversary untuk istrinya.

"Aku sudah mengirimkan desain kasarnya kepada Ayah. Dia cukup puas katanya." ucap Andrew memecah keheningan di antara mereka berdua.

Brina tersenyum. "Syukurlah. Jika ada hal yang ingin diubah segera beritahu aku." dan Andrew mengangguk seraya tersenyum.

Mereka berdua saat ini sedang berada di Bandara Ngurah Rai Bali, menunggu cek in boarding sebelum akhirnya masuk ke pesawat yang akan membawa mereka pulang ke Jakarta. Mereka memutuskan untuk pulang ke Jakarta bersama.

Brina sebenarnya kurang nyaman untuk terus berinteraksi dengan Andrew di luar pekerjaan, terlebih setelah beberapa hari yang lalu pernyataan Evan soal mengaku sebagai tunangannya. Sangat canggung tentu saja, meski pun seharusnya itu tidak ada pengaruhnya. Namun pandangan Andrew mulai berbeda terhadap dirinya dan dia juga terlihat jaga jarak.

"Brina? Apa kamu dengar aku?"

Suara Andrew membawa Brina kembali dari lamunannya. Dia menatap sekeliling bandara yang ramai dengan orang-orang. Lalu beralih menatap ke samping, di mana Andrew duduk di sebelahnya

"Sorry tadi kamu bilang apa?" tanya Brina. Sesaat dia merasa bersalah mengabaikan Andrew.

Andrew tersenyum tipis. "Ayahku ingin bertemu denganmu secara langsung. Dia minta waktu lusa, kamu bisa?"

Bibir Brina mengulas senyum tipis. “Bisa. Tentu bisa.”

“Bagus.” Andrew mengulurkan segelas es kopi ke Brina. “Ini. Aku traktir.”

“Oh, terima kasih.” Brina menerimanya dan langsung menyedot es kopinya. “Hmm. Segarnya. Kapan kamu beli ini?” tanya Brina lalu menyedot lagi es kopinya.

“Tadi. Aku sempat ke depan.”

“Oh. Aku tidak menyadarinya.” Ucap Brina.

Andrew tergelak pelan. “Itu karena kamu terlalu fokus melamun.” Ucap Andre dan Brina hanya tersenyum tipis. “Kamu gak apa-apa, kan? Apa kamu masih sakit? Kamu kan belum lama ini di rawat.”

“Aku gak apa-apa. Aku cuma kecapekan. Kamu tahu kan, setelah sakit tubuh kadang masih kurang fit.” Jelas Brina.

Andrew menarik es kopi yang setengahnya sudah Brina minum lalu sebagai gantinya, dia memberikan sebotol air mineral.

“Kopiku belum habis. Kenapa kamu ambil?” tanya Brina. Nadanya sedikit kesal. Pasalnya dia masih menikmati es kopi itu namun Andrew malah mengambilnya.

“Sebagai gantinya minum air putih saja. Kamu baru semuh. Kurang baik minum banyak kopi.” Jelas Andrew.

Brina menghela napas pelan. “Padahal sudah lama sekali aku tidak menikmati kopi.”

“Katamu badanmu masih belum fit. Kafein gak bagus untuk saat ini. Air putih sudah yang terbaik.”

Brina tersenyum pasrah. “Baiklah. Terima kasih atas perhatiannya, Pak Andrew.” Ucap Brina.

“Sama-sama. Oh, ya. Dari kemarin-kemarin aku tidak pernah melihat tunangan kamu itu.” Andrew menatap Brina penasaran, menuntut jawaban. Terakhir Andrew bertemu Evan adalah saat bertemu di rumah sakit saat ingin menjenguk Brina.

Saat mendengar Brina dirawat, Andrew langsung datang untuk menjenguk, namun Evan dengan segera menghentikan niat baik Andrew. Evan melarangnya untuk menjenguk Brina dengan alasan Brina tidak boleh diganggu.

Andrew datang untuk menjenguk Brina di rumah sakit namun saat di lobi, Andrew malah bertemu dengan Evan.

“Kalau anda datang menjenguk Brina, yang ada nanti tunanganku malah membahas proyek vila, sementara dia membutuhkan istirahat yang banyak. Maaf, tapi aku harus melakukan ini demi kesembuhan Brina.” Ucap Evan kala itu.

Sebenarnya Andrew kesal karena niat baiknya untuk mendoakan kesembuhan Brina secara langsung harus dihentikan oleh Evan. Andrew pasrah dan dia tidak bisa melakukan apapun. Evan berhak melakukan itu karena statusnya sebagai tunangan Brina dan Evan juga adalah atasannya. Meskipun itu di luar urusan pekerjaan, namun Andrew masih memiliki rasa segan untuk melawan atasannya itu.

“Tunangan? Maksudmu Evan?” tanya Brina.

“Iya. Siapa lagi memangnya tunanganmu. Evan Wilde.”

“Lupakan saja dia. Aku juga belum bertemu dengannya lagi setelah pulang dari rumah sakit.” Jawab Brina.

Yap. Sampai sekarang Brina belum melihat Evan lagi. Hari terakhir di rumah sakit pun, Evan tidak nampak menemani Brina. Entah kemana pria itu pergi dan ketiadaannya seolah menghilang ditelan bumi. Sama sekali tidak meninggalkan pesan apa pun pada Brina.

Perasaan Brina kurang nyaman tidak melihat Evan selama beberapa hari ini. Namun dia juga tidak terlalu peduli akan hal itu hanya saja merasa aneh Evan tidak terlihat olehnya. Bukan berarti Brina khawatir. Dia hanya merasa aneh, apalagi setelah Evan selalu menemaninya di rumah sakit selama beberapa hari dirawat. Dan Brina hanya ingin mencoba untuk membalas kebaikan atasannya itu. Meski menyebalkan, Evan cukup baik dalam membantu merawat dan menjaganya selama dirinya dirawat.

“Sebenarnya aku masih belum menyangka ternyata hubungan kalian sudah lebih serius.” Ucap Andrew.

Brina tiba-tiba menegakkan posisi tubuhnya. Dia benar-benar harus menjelaskan soal perjodohan ini pada Andrew. Mungkin tidak semuanya, tapi dia tidak ingin Andrew terus menganggap dirinya sebagai tunangan Evan.

“Kami tidak pernah bertunangan. Kami..” Brina memulai sementara Andrew diam menatap Brina, menunggu perkataan Brina yang selanjutnya.

“Dengar. Soal hubunganku dengan Evan, sungguh, aku tidak sedekat itu dengan Evan. Aku pun tidak mau hubunganku dengan Evan seperti ini. Soal perjodohan keluarga kami, aku pun belum menyetujuinya. Maksudku.. aku tidak akan menyetujuinya. Entahlah. Semua sangat tiba-tiba. Keluarga kami bahkan belum berunding soal ini sama sekali.” Brina menghela napas panjang. “Aku masih fokus pada karir mandiriku dan selama ini orang-orang tidak terlalu peduli soal latar belakangku. Tapi tiba-tiba, semua orang langsung, entahlah, merasa menjauh dariku karena latar belakang keluargaku ini sejak berita aku dan Evan berdansa mencuat ke publik. Meskipun kabar perjodohan ini belum resmi, tapi orang-orang masih membicarakan kedekatanku dengan Evan hanya karena dansa itu.” Jelas Brina panjang lebar.

“Oke. Aku paham.”

“Aku tidak tahu saat itu kenapa Evan malah mengaku bahwa aku adalah tunangannya di depanmu. Entah apa niatnya. Namun yang jelas, aku bukanlah tunangan Evan atau tunangan siapapun.” Brina menatap Andrew dengan mata menyipit. “Jadi aku harap kamu pun tidak menyebut Evan sebagai tunanganku atau sebaliknya.”

Senyum Andrew melebar. “Oke. Aku paham.”

Setelah itu, terdengar panggilan boarding untuk keberangkatan menuju Jakarta. Mereka berdua pun bergegas membawa barang bawaannya dan menuju gate penerbangan mereka.

***

“Tolong jangan sampai kecewakan klien. Kepuasan klien adalah kepuasan kita.” Ceramah Pak Herman sebagai penutup rapat pagi ini.

Selanjutnya para karyawan tidak terlalu mendengarkan perkataan Pak Herman karena pria tua itu hanya berceloteh soal kegemarannya dalam memancing dan hasil tangkapannya kemarin. Selama beberapa menit mereka mendengarkan dongeng tak penting Pak Herman sampai kemudian Brina beranjak untuk mematikan keantusiasan Pak Herman yang sedang bercerita. Setelah itu para karyawan bubar dari ruangan meeting dan kembali ke pekerjaan mereka masing-masing.

“Terima kasih banyak. Mba memang andalan.” Seru Farah seraya mengacungkan kedua jempol sambil.

“Hah. Sudah biasa. Jika tidak, Pak Herman akan terus bercerita panjang.” Ucap Brina.

Kaki jenjangnya melangkah menuju ruangannya dengan Farah yang mengekor di belakangnya.

“Mba siang ini ada pertemuan dengan Pak Arifin dari Grup Arafah. Wah, kliennya sekarang makin elit-elit.” Puji Farah.

“Itu karena mereka relasi Wilde Corp dan pemegang saham. Sudah sewajarnya mereka menggunakan jasa kita.” Jelas Brina.

“Iya juga, ya. Betul, Mba. Tapi Mba tahu gak, orang-orang jadi agak segan sama saya karena tahu saya kerja di sini.” Ucap Farah. Gadis itu kembali melanjutkan cerita keluarganya yang selalu memamerkan Farah sebagai karyawan di Wilde Corp.

Brina hanya tertawa mendengarnya. Asistennya itu masih terus berceloteh sampai kemudian gadis itu pun berhenti karena Brina yang tiba-tiba berhenti tepat di dekat ruangannya.

“Mba kenapa?” tanya Farah berbisik. Sementara Brina tak menjawab dan mata Farah membulat begitu melihat sosok sekretaris pribadi direktur utama ada di depan ruangan Brina. “Mba kayaknya sudah ditunggu sama bos besar.” Ucapnya dan ditutup dengan cekikikan. Setelah itu, Farah berangsur mundur namun pandangannya tak lepas dari ruangan Brina.

“Selamat pagi, Nona Sabrina. Anda sudah ditunggu di dalam.” Ucap Toni dengan sopan.

Brina hanya mengangguk kecil membalas ucapan sekpri Evan yang dingin itu. Dia agak heran sebenarnya, bagaimana bisa Toni ini memiliki wajah yang benar-benar datar. Beberapa kali Brina bertemu Toni, pria itu selalu menampakkan ekspresi yang sama.

Brina menggeleng kepalanya pelan seraya menghela napas pelan lalu mulai membuka pintu ruangannya dengan gugup. Sosok yang tak diharapkan bahkan tak diduga sama sekali oleh Brina sedang duduk di sofa ruangannya. Dia pikir, sosok yang menunggunya adalah Evan, berhubung ada Toni yang menunggu di depan ruangannya namun yang ada di ruangannya saat ini adalah ayah dari Evan, yaitu Ivan Wilde, yang mana CEO dari Wilde Corp.

“Oh, Sabrina.” Ucap pria tua itu riang. Bibirnya menampilkan senyum lembut menyambut kedatangan Brina. “Maaf aku harus mengganggu.”

Brina hanya bisa membuka mulutnya, hendak berbicara, namun tiada kata yang keluar. Dia masih terkejut dengan kedatangan Ivan Wilde di ruangannya saat ini. Pikirannya berkelana memikirkan tujuan Ivan Wilde ke sini sampai menemuinya langsung tanpa memintanya.

“Hmm, Mr. Wilde.” Brina akhirnya bersuara. “Ada gerangan apa Anda menemui saya langsung ke mari? Anda tinggal menghubungi saya dan saya akan langsung menemui Anda, Mr. Wilde.” Ucap Brina langsung panjang lebar dengan Ivan yang terkekeh mendengar hal itu.

“Sabrina, sudah saya bilang terakhir kali, tidak perlu se-formal itu. Panggil saya senyamannya.” Ucapan Ivan hanya ditanggapi dengan senyum tipis Brina. “Saya tahu pasti kamu terkejut dengan kedatangan saya ke sini. Saya hanya ingin mengajak untuk makan malam.”

“Makan malam?” tanya Brina dengan kening berkerut. Cukup aneh seorang CEO mengajaknya makan malam secara langsung.

“Hari ini saya akan berangkat ke Singapur dan untuk beberapa hari ke depan untuk pertemuan bisnis di sana. Mungkin aneh saya bilang seperti ini, tapi saya sungguh ingin meminta langsung kepada Sabrina untuk makan malam bersama sepulang saya dari Singapur.” Jelas Ivan.

“Ya, memang cukup aneh Anda mengajak saya langsung bahkan sampai rela untuk bertemu di ruangan saya.” Sahut Brina.

Ivan tersenyum lebar. “Saya senang malah karena bisa bertemu sama kamu lagi, Sabrina, karena itu saya ingin bertemu kamu dan meminta kamu secara langsung.”

“Saya dengan senang hati ingin menerima undangan Anda, tapi saya ingin tahu terlebih dahulu maksud dari makan malam ini.” Brina waspada. Otaknya berpikir keras menerka-nerka maksud dari Ivan mengajaknya makan malam. Tidak mungkin hanya sekadar makan malam saja, bukan?

“Pertemuan keluarga. Saya ingin secepatnya untuk pertemuan keluarga untuk pertama kalinya.” Mendengar itu Brina langsung terdiam. “Saya sudah bertemu dan meminta langsung kepada Ayahmu, Sabrina.”

“Apa? Anda sudah bertemu Ayah saya?” Brina menarik napas panjang. Ayahnya sama sekali tidak memberitahukannya soal ini.

“Betul. Beberapa hari lalu saya secara khusus menemuinya dan mengajak untuk pertemuan keluarga, namun jawaban Ayahmu tergantung dari jawabanmu.” Ivan kembali memberikan senyum hangat pada Brina. “Untuk itu, saya menunggu kepulanganmu dari Bali karena ingin bertemu langsung, Sabrina. Jadi, bagaimana? Kamu mau kan ajak keluarga kamu untuk makan malam bersama?”

Dan Brina hanya terdiam dengan bibir tersenyum tipis pada Ivan.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!