Cerita Orang Tua

“Hei!”

Brina mengalihkan pandangannya ke arah Salsa yang menghampirinya sambil membawa kopi. Salsa mengambil tempat duduk di sebelah Brina dan menyerahkan kopi yang dibawanya kepada Brina.

“Gimana kabar kamu?”

Brina menyesap kopi hitamnya dengan perlahan. Dia lalu menjawab. “Baik-baik saja.” 

Salsa mengikuti arah pandangan Brina ke kolam renang seraya menikmati kopi miliknya juga. “Besok hari ulang tahun Ibu.”

Brina tak merespon. Dia hanya diam menikmati memandangi halaman belakang rumah keluarganya seraya menyeruput kopinya. Saat ini seperti biasa dia dan keluarganya berkumpul di rumah ayahnya.

Ayahnya yang saat ini hanya tinggal sendirian sementara Salsa yang sudah menikah dan Brina yang memilih tinggal sendiri juga, setiap akhir pekan selama dua kali dalam satu bulan, Salsa merencanakan agenda untuk berkumpul bersama. Salsa tidak ingin hanya karena mereka sudah tinggal berpisah, mereka tidak bisa berkumpul bersama lagi.

“Kamu masih tetap ingin tinggal sendirian?” tanya Salsa dan Brina tetap diam. “Ayah bilang bahwa Tuan Ivan Wilde ingin melanjutkan perjodohan kalian. Ayah juga setuju.”

Ini topik yang sangat ingin Brina hindari. Perjodohannya dengan Evan sama sekali bukan keinginan Brina saat ini. Apalagi jika benar-benar terjadi, maka Brina harus menikah dengan Evan. Dia bahkan tidak bisa membayangkan kedepannya jika harus menikahi Evan Wilde. 

Pernikahan bukan fokusnya saat ini. Brina bahkan masih berusaha menata hidupnya dan mencari ke mana arah masa depannya. Dia pasti akan menikah di saat yang tepat, tapi dia ingin menemukan sendiri pria yang akan dia cintai dan mencintainya tidak dengan jalur perjodohan yang tidak pernah dia inginkan.

“Sepertinya Evan menyukaimu.”

“Tidak.” Jawab Brina cepat dan menatap kakaknya dengan kesal. “Aku tidak ingin perjodohan ini dilanjutkan.”

Dia masih belum mengerti kenapa Evan sangat ingin perjodohan ini tetap berjalan. Evan juga mengakui bahwa mereka tidak saling menyukai dan dia juga mengaku bahwa dia tidak menyukai Brina. Meskipun pria menyebalkan itu sudah menciumnya untuk kedua kalinya.

Setelah mengingat kembali ciuman Evan padanya dua hari lalu, malah semakin membuat Brina kesal. Pria itu dengan seenaknya menciumnya lalu menyuruh Brina pergi setelah itu. Brina bisa saja langsung memakinya di depan wajahnya jika dia tidak ingat bahwa mereka sedang berada di kantor dan jika Evan bukan atasannya, dia pasti sudah menampar Evan tepat di pipinya. 

Dia sama sekali tidak bisa menebak apa yang dipikiran Evan. Tindakan dan perlakuan Evan terhadapnya benar-benar tidak bisa diprediksi. Entah apa tujuan Evan menciumnya saat itu dan bagaimana perasaan Evan ketika menciumnya. Jujur saja, Brina sangat terkejut dan berdebar saat Evan bertindak tiba-tiba menciumnya.

Apa sebenarnya yang diinginkan Evan terhadapnya?

“Kamu sudah dua puluh tujuh tahun, Brina. Kamu tidak mau menikah?” ucap Salsa.

Brina memutar bola matanya malas. “Aku baik-baik saja sekarang. Aku masih ingin hidup sendiri.”

“Evan memiliki potensi sebagai suami yang baik untukmu, Brina.”

Brina langsung menoleh menatap Salsa dengan kening berkerut. Mendengar perkataan Salsa soal pendapatnya bahwa Evan adalah suami yang baik sangat membuat Brina geli memikirkannya. Entah bagaimana bisa Salsa mencoba menjodohkannya dengan Evan tanpa tahu kepribadian asli dari pria menyebalkan itu.

“Suami yang baik?” Brina tergelak. Begitu keras sampai membuat kakaknya terheran-heran. “Kamu belum bertemu langsung saja dengan Evan, Salsa. Dia pria yang sangat sangat dan sangat menyebalkan!” tegas Brina.

“Aku sudah pernah bertemu dengannya di suatu pesta. Ivan Wilde sendiri yang mengenalkannya padaku. Dia berharap untuk dapat mengenalkanmu dengan putranya.” Salsa menatap Brina dengan tatapan sayang. “Evan sendiri yang bahkan ingin diperkenalkan langsung denganmu. Karena itulah aku mengatur kencan buta untuk kalian.”

Alis Brina menyatu karena heran. “Tunggu.. maksudmu Evan yang ingin bertemu denganku?”

“Hmmm. Saat aku dan Ivan Wilde sedang membicarakanmu, tiba-tiba Evan langsung meminta untuk langsung dikenalkan denganmu. Bahkan aku tidak sempat bertanya.” 

Brina langsung terdiam. Evan memang sempat tahu tentangnya karena rumor yang dibicarakan oleh teman-temannya, namun itu tidak bisa langsung membuat Evan mau bertemu dengannya, bahkan sampai meminta Salsa lebih dulu.

“Besok kita berkunjung ke makam ibu bareng-bareng, ya.” ucap Salsa lalu langsung masuk ke dalam.

Sementara Brina, masih terdiam. Perkataan Salsa yang menceritakan soal Evan membuat Brina berpikir panjang. Dia merasa ada sesuatu dibalik Evan yang sangat ingin menginginkan perjodohan mereka terus berlanjut. 

Evan tidak terlihat seperti tipe pria yang dengan sukarela mau menuruti perkataan orang tuanya untuk masalah perjodohan. Brina sempat mendengar bahwa Evan tidak lama baru saja kembali dari Amerika setelah tiga tahun sekolah. 

Sekembalinya Evan ke Indonesia itu karena dia dipercaya untuk menjadi Direktur baru di Wilde’s Construction Company sampai kemudian nanti dia akan menggantikan sosok ayahnya sebagai CEO Wilde’s Corp. 

Namun yang jadi pertanyaannya sekarang, bagaimana bisa Evan menerima perjodohan di saat dia seharusnya fokus mengembangkan perusahaan ayahnya yang seharusnya pasti dia juga akan menolak perjodohan yang direncanakan ayahnya. 

Tapi kenapa Evan malah begitu bersemangat untuk dijodohkan dan bahkan meminta langsung untuk bertemu dengannya? Brina merasa itu aneh tapi dia tidak tahu apakah firasatnya benar atau tidak. 

Sudahlah. Dia tidak ingin ambil pusing. Yang jelas saat ini, dia harus berusaha meyakinkan keluarganya untuk memutuskan perjodohannya, apalagi Evan. Dia harus mencoba untuk meyakinkan Evan menarik kata-katanya sehingga perjodohan mereka tidak perlu lagi diteruskan.

***

Brina menatap makam ibunya dalam diam. Dia mengingat kembali kenangan yang bisa dia ingat saat ibunya masih ada. Meski kenangannya tidak banyak, tapi dia bersyukur masih bisa mengingat bagaimana rupa ibunya, masakan yang biasa ibunya masak untuknya.

Mau tak mau, dia jadi ingat kembali setiap kejadian mengerikan itu. Kejadian yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya kehilangan sosok yang paling berharga di hidupnya. Bahkan sampai saat ini, dia masih merasa bersalah atas kematian ibunya karena dia tidak bisa menolongnya saat itu.

“Kamu masih mau diam di sini?” tanya Salsa setelah selesai menyiram sebotol air segar ke atas makam ibunya.

“Kamu duluan saja.” Jawab Brina tanpa mengalihkan tatapannya dari batu nisan yang bertuliskan nama ibunya.

Salsa menghela napas pelan lalu memeluk Brina dari samping. “Aku duluan.” Ucap Salsa lalu menyusul suami dan anaknya yang udah lebih dulu masuk mobil.

Brina menoleh, menatap Ayahnya yang juga belum pergi. Dia memandangi wajah tua ayahnya yang sedang menatap makam istri tercintanya dengan lembut. Kemudian dia melihat ayahnya tersenyum tipis.

“Kamu tahu, Brina, tidak pernah satu hari pun, ayah tidak merindukan ibumu.” Ucap ayahnya membuka suara. “Setiap hari ayah selalu merindukan ibumu. Dia wanita cantik dan baik hati yang pernah ayah miliki. Ayah sangat beruntung memilikinya sebagai istri.”

Brina ikut tersenyum. “Apa itu artinya ibu cinta pertama ayah?”

“Bukan.” Jawab Ayahnya dan membuat Brina mengernyit. “Cinta pertama ayah bukanlah ibumu.”

“Lalu siapa cinta pertama ayah?”

“Tidak ada cinta pertama bagi ayah. Ayah tidak pernah berpikiran untuk menikah dan berumah tangga bahkan.” Sandi menatap putrinya dengan lembut. “Dulu ayah orang yang dingin, sombong, dan ambisius. Ayah hanya ingin fokus untuk menjadi dokter sebelum akhirnya bertemu ibumu yang meluluhkan hati ayah.”

Cerita ayahnya membuat Brina tersenyum semakin lebar. “Kalau begitu, benar dong ibu adalah cinta pertama ayah?”

Sandi tergelak. “Benar. Kalau begitu ayah ralat. Ibumu adalah cinta pertama dan terakhir ayah.”

Senyum Brina melebar mendengar itu sambil matanya kembali menatap gundukan makam ibunya. Keheningan kembali hinggap. Sandi mengamati wajah putrinya dengan seksama.

Di antara kedua putrinya, wajah Brina lah yang paling mirip dengan istrinya. Yang membedakan hanya warna bola mata Brina yang diturunkan dari Sandi. Tentu juga dengan kepribadian Brina yang selalu terlihat beda dari sejak kecil. Brina yang selalu aktif dan tidak bisa diam, selalu terlihat tangguh dan berani. Berbeda sekali dengan sifat ibunya dan Salsa yang terlihat lebih lembut dan tenang.

Meski begitu, Sandi merasa menyesal tidak banyak mengurus Brina sejak meninggalnya Devi. Kehilangan istri tercinta membuat Sandi kalut dan terburuk. Butuh waktu lama bagi Sandi untuk ikhlas dan melanjutkan hidupnya bersama kedua putri tercintanya.

“Ayah? Ayah?!” Panggilan Brina membawa Sandi kembali dari lamunannya.

Wajah cemas putrinya menjadi fokusnya saat ini.

“Ayah gak apa-apa?”

Sandi menarik senyum lebarnya. “Gak apa-apa. Ayah sesaat kembali ingat sama ibu kamu dulu.”

Brina menggandeng tangan ayahnya dan berjalan beriringan meninggalkan makam ibunya. “Ibu sudah lama meninggalkan kita. Apa ayah gak ada pikiran sama sekali untuk menikah lagi? Jujur, aku gak suka melihat ayah harus tinggal sendirian.”

“Gak mau. Ayah gak pernah kepikiran untuk nikah lagi.” Mereka masuk ke mobil lalu melaju untuk pulang. “Kalo kamu gak suka lihat ayah tinggal sendiri, kenapa kamu gak pulang ke rumah dan mulai tinggal sama ayah lagi?”

“Jauh, Yah. Belum macet.”

“Kamu tidak mau berhenti saja dan buat kantor sendiri gitu? Ayah rasa kemampuan kamu sudah cukup untuk membuka usaha jasa arsitek sendiri.”

Brina menjatuhkan kepalanya ke bahu ayahnya lalu memejamkan mata. “Aku masih menikmati pekerjaanku di tempat yang sekarang.”

“Kamu yakin tidak akan menginap lagi malam ini?”

“Tidak, ayah. Besok pagi aku harus terbang ke Bali. Ada proyek baru di sana.” Jawab Brina.

Sandi mengangguk pelan kemudian berbicara kepada supir untuk mengantarkan Brina ke apartemennya. “Bagaimana hubunganmu dengan Evan? Dia sudah menjadi atasanmu sekarang. Ayah harap, kamu bisa memisahkan urusan pekerjaan dengan pribadi.”

Mendengar nama Evan, Brina membuka matanya penuh lalu menegakkan tubuhnya. Dia kemudian menatap ayahnya penuh harap.

“Ayah. Aku harap ayah mau menuruti permintaanku ini.” Ucap Brina dengan atensi penuh pada ayahnya.

Sandi mengerut heran. “Apa?”

“Aku mohon batalkan perjodohan itu.”

***

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!