Brina terperangah mendengar perkataan pria ini. Ada apa dengan situasi ini? Siapa yang menggoda dan siapa yang digoda? Kenapa situasinya jadi berbalik?
Brina berusaha untuk menahan ekspresinya. Dia tidak tahu sikap pria ini akan berubah cepat dan berbalik menyerangnya. Ini bukan rencana seperti yang dia bayangkan. Seharusnya pria ini tidak menyukainya karena Brina bersikap murahan seperti ini.
“Kamu juga tertarik padaku rupanya.” Brina masih menjalankan karakternya dan dengan senyum menggodanya.
Ekspresi pria ini datar meski bibirnya tersenyum menyeringai. Iris coklatnya menjelajahi tubuh Brina yang berbalut gaun seksi. "Siapa yang tidak akan tertarik denganmu? Apalagi dengan penampilan seperti ini." dengan mata yang tajam, pria ini meneliti penampilan Brina. "Kita tunda makan malamnya dan bisa langsung check in hotel. Kamu mau?”
Ajakan pria ini semakin membuat Brina kewalahan. Ini benar-benar menjadi bumerang baginya. Karakter wanita nakal yang dia lakukan saat ini bukan berarti dia benar-benar menggoda pria ini dan ingin mengajak pria ini untuk 'tidur' tapi dia melakukannya hanya agar pria ini tidak menyukainya. Tapi entah kenapa, pria ini seolah tahu bahwa apa yang dilakukan Brina hanyalah sebagai tindakan agar pria ini menolaknya.
"Bagaimana?" tanya pria ini. Kali ini dia menatap Brina dengan tatapan menggoda yang seolah menantangnya.
Brina menarik nafas tertahan lalu tersenyum lebar. "Aku sudah tidak sabar." jawab Brina bohong. Dia harus mengikuti alurnya. Tidak mungkin dia tiba-tiba menolak pria ini padahal dia yang memulai.
Pria ini bergerak menjauh tanpa melepaskan tatapannya dari Brina. "Kalau begitu ayo kita pergi."
Pria itu berjalan mendahului Brina keluar dari restoran. Sementara Brina mau tak mau mengikuti pria itu. Mereka berjalan menuju kamar hotel dengan Brina yang berjalan di belakang. Dia tidak tahu mengapa situasinya menjadi seperti ini. Dia harus cepat-cepat bertindak dan berpikir bagaimana caranya untuk pergi.
Tiba-tiba Brina merasakan gugup. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak mungkin mereka benar-benar akan menghabiskan malam bersama. Tidak harus terjadi bukan? Dia tidak benar-benar ingin mengajaknya tidur.
Selama di dalam lift pun, Brina hanya diam sambil memperhatikan punggung pria itu. Dia juga terus memikirkan cara untuk pergi namun dia juga tidak boleh membuatnya terlihat seperti ingin kabur.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Hah?" Brina tersentak dari lamunannya lalu menatap pria itu heran.
"Kamu berubah pikiran?" Pria itu menatapnya tajam dari luar lift sambil menahan pintu lift, menunggu Brina keluar.
Brina segera tersenyum dan melangkah keluar lift. "Kamu pria tertampan yang pernah aku temui. Aku akan menyesal jika aku berubah pikiran." ucap Brina berusaha tenang sementara pikirannya terus jalan memikirkan rencana untuk kabur. Pria itu hanya diam sambil tersenyum tipis. "Tapi ngomong-ngomong, aku belum mendengar namamu, Tuan Tampan?"
"Panggil saja Evan."
Mereka berjalan beriringan menuju kamar.
"Evan, apa pekerjaanmu?" tanya Brina lagi. Entah kenapa dia menanyakan hal itu. Pertanyaan itu keluar begitu saja. Tidak biasanya dia berbasi-basi seperti ini.
Tiba-tiba Evan berhenti dan membuat Brina juga berhenti. Brina menatap Evan bingung. "Kamu bisa menanyakan itu nanti."
Kemudian Evan melangkah ke depan semakin mendekati Brina hingga Brina hampir terpojok ke arah dinding. Jarak di antara mereka semakin menipis. Jantung Brina semakin berdebar cepat dan gugup. Evan begitu dekat bahkan tatapannya begitu intens menatapnya.
"Kamu bisa menanyakan itu nanti karena kita akan menghabiskan malam yang panjang." ucap Evan dengan senyum miring di sudut bibirnya. Brina yang melihat itu semakin terperangah oleh sikap Evan yang tidak bisa ditebak. "Ayo kita masuk." Evan melenggang pergi dari hadapan Brina dan masuk ke kamar tepat di sebelah Brina berdiri.
Brina menarik nafas dalam dan panjang. Berusaha menenangkan jantungnya yang masih berdegup cepat. Setelah itu, dia mengikuti Evan yang sudah lebih dulu masuk ke kamar. Dia melihat Evan sedang berdiri diam menghadap jendela besar.
Brina melangkah pelan sambil tatapannya menelusuri kamar hotel yang cukup mewah ini. Tatapannya menangkap sebuah koper besar di sudut ruangan. Ada laptop yang terbuka dan beberapa berkas beserta map yang berserakan di atas meja.
"Kamu menginap di kamar ini?" tanya Brina penasaran.
Evan berbalik dan menatap Brina. Tatapannya terhadap Brina begitu intens dan tajam. "Buka bajumu." titah Evan.
Brina yang mendengar itu seketika melotot dan menatap tajam Evan. "A-apa maksudmu?"
"Buka bajumu. Bukankah kita akan bercinta seperti yang kamu mau?" Evan membuka beberapa kancing kemejanya lalu melangkah cepat mendekati Brina hingga jarak mereka hanya beberapa senti saja. "Atau kamu kesini hanya mencoba untuk mempermainkanku agar perjodohan ini dibatalkan, begitu Brina?"
Brina mengatur nafasnya. Evan tahu betul bahwa Brina bersikap seperti wanita murahan hanya untuk mempermainkan saja demi menghancurkan perjodohan.
Evan tersenyum angkuh. "Orang tua kita mengatur perjodohan ini, Brina. Tentu saja aku harus tahu siapa yang akan dijodohkan denganku. Lalu setelah bertemu denganmu..." Evan memberi jeda sesaat. Tatapan matanya tetap tak lepas dari Brina. "Kamu tidak seburuk yang aku pikirkan. Orang-orang bilang kalau kamu wanita murahan. Well... aku tahu kalau itu cuma akal-akalan kamu saja."
"Smart man." Brina melipat tangannya di dada dan merubah sikapnya. "Karena kamu sudah menyadarinya, maka semua kencan buta ini batal. Perjodohan juga batal. Kita sama-sama menginginkannya, bukan?" Brina melempar senyum angkuh dan balas menatap tajam pada Evan.
Bukannya menjawab, senyum Evan malah semakin lebar dengan angkuhnya. Evan bahkan malah mendekati Brina hingga membuat wanita itu jatuh terlentang di atas sofa. Brina memekik terkejut dan tak berdaya saat tubuh Evan menindihnya.
Masih dengan senyum angkuhnya, Evan berkata dengan nada datar, "Siapa bilang aku mau perjodohan ini batal? Kamu calon istriku, Brina."
***
Iris coklat Evan menatap Brina yang berada di bawahnya dengan intens. Dia meneliti figur wajah Brina yang cantik dan manis. Dibalik kelopak mata ganda dengan bulu mata palsu yang terlihat berat itu, dia melihat mata hitam pekat yang berkilau. Hidungnya tipis dan tinggi dengan pipi merah merona yang sedikit berisi. Bibirnya yang sedikit tebal, tertutup dengan merahnya lipstik.
Brina wanita yang cantik dan Evan akui itu. Bahkan ketika ayahnya memperlihatkan foto Brina, Evan sudah terpesona akan kecantikan Brina. Lalu ketika dia bertemu dengan Brina langsung, dia malah semakin terpesona dan hanyut oleh kecantikan Brina. Apalagi dengan proporsi tubuh dewasa Brina yang mampu menggoda pria mana pun.
Evan hampir kehilangan kendali saat tadi pertama kali melihat Brina. Wanita itu benar-benar cantik dengan gaun hitam terbuka yang menampilkan bagian-bagian tubuhnya yang membuat semua pria menatap ke arahnya.
Nama Brina sudah sering disebut-sebut oleh pria-pria yang sebagian dari mereka adalah pengusaha dan beberapa orang dari mereka adalah rekan bisnis Evan. Para pria itu sebagian pernah dijodohkan dengan Brina. Reputasi Brina sebagai wanita nakal dan tak sopan, tak selayaknya seperti wanita kaya yang anggun, sudah terkenal di antara para pengusaha.
Para pria memang menyukai wanita nakal, tapi tingkah Brina membuat para pria itu tak bisa menanganinya. Evan sudah banyak mendengar dan dia selalu dibuat penasaran oleh sosok Brina. Sampai akhirnya ayahnya menghubunginya bahwa dia akan dijodohkan oleh putri dari rekan kerja ayahnya. Yang tidak lain adalah Sabrina Davinian, putri dari Sandi Davinian, CEO dari Saina Corp.
Takdir seolah mendengar keinginan Evan. Setelah mendapat kabar itu, Evan dengan segera menyelesaikan urusannya dan pulang dengan cepat ke Indonesia. Dia benar-benar ingin bertemu dengan Brina dan rasa penasarannya begitu besar terhadap sosok Brina.
Benar saja. Sesaat setelah bertemu Brina di restoran, Brina mulai mengubah karakternya dan mulai bertingkah nakal. Siasat Brina sudah terbaca oleh Evan. Dia hanya perlu masuk dan menimpali permainan Brina. Hal itu berhasil membuat Brina kebingungan karenanya. Karena Brina tidak pernah menyangka bahwa akan ada seorang pria yang menerima godaan dan ajakannya.
Kini siapa yang kewalahan? Evan tersenyum lebar dengan penuh kemenangan. Sosok Brina kini ada di depannya, berada dalam kungkungannya tak berdaya.
"Calon istri apa maksudmu?!" Brina dengan kesal memberontak di bawah Evan, berusaha melepaskan diri. Namun kedua tangan Evan menahan kuat kedua tangan Brina. Mustahil bagi Brina untuk bisa lepas dengan mudah.
Evan menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum lebar. Dia merasa puas melihat Brina yang berada di bawahnya tak bisa melawannya. "Kamu menggodaku dan aku hanya menerimanya. Itu artinya perjodohan ini tetap berjalan. Kamu calon istriku, Brina."
"Dasar pria licik! Sialan, Evan! Lepaskan aku sekarang juga! Aku tidak mau menikah denganmu!" Brina menatap tajam Evan yang sedari tadi menampilkan senyum licik di wajahnya. Hal itu semakin membuat Brina semakin emosi melihatnya.
"Baiklah. A-aku minta maaf jika aku sudah menyinggung perasaanmu. Aku tidak bermaksud mempermainkanmu, Evan." Brina berhenti bergerak dan mulai menatap Evan dengan tatapan penuh memohon. "Aku hanya ingin perjodohan ini batal. Aku tidak mau menikah, denganmu atau dengan siapapun. Aku... aku tidak suka orang tuaku ikut campur dalam masalah percintaanku." Brina menatap Evan diam, menunggu reaksi Evan. Merasa tak akan dapat respon, Brina meneruskan. "A-aku harap kamu bisa mengerti, Evan. Tidak ada yang suka dipaksa untuk menikah, bukan?"
"Awalnya begitu. Tapi setelah melihatmu, aku berpikir tidak buruk juga jika akhirnya kita berdua menikah." jawab Evan dengan nada menggoda dan Brina yang mendengar itu kembali emosi.
Kening Brina mengerut semakin dalam. Wajahnya memerah karena emosi dan kesal terhadap Evan. "Kamu benar-benar, Evan! Lepaskan aku sekarang juga! Evan!" teriak Brina.
Evan tergelak mendengar teriakan Brina. Dia benar-benar menikmati menggoda Brina. Reaksi Brina sungguh diluar dugaannya. "Aku suka teriakanmu memanggil namaku." Evan menurunkan wajahnya membuat jarak mereka dekat hingga hidung mereka saling bersentuhan. "Aku akan membuatmu berteriak memanggil namaku lagi sepanjang malam ini." ucap Evan dengan suara yang begitu parau, sengaja menggoda Brina.
"Tidak! Lepaskan aku! Dasar pria mesum!" Brina semakin kuat memberontak hingga Evan harus mencengkeram tangan Brina lebih kuat.
"Diam atau aku cium paksa." ancam Evan dan hal itu berhasil membuat Brina langsung terdiam. Evan yang melihat Brina hanya mendengus geli.
Brina akhirnya berhenti bergerak. Nafasnya terlihat tak beraturan seiring dadanya yang naik turun dengan cepat. Evan benar-benar licik dan dia berbalik menggoda Brina. Dia menarik wajahnya agar bisa menatap wajah Brina dengan jelas. Iris mata coklatnya kembali menatap Brina lekat-lekat. Dia meneliti lagi paras cantik Brina yang malah semakin membuatnya terpesona melihat Brina.
"Tidak akan ada ruginya jika kita menikah, Brina. Orang tua kita akan senang dan perusahaan akan bekerja sama dengan baik. Pernikahan kita akan saling menguntungkan, Brina." ucap Evan. Tentunya Evan pun tidak mau menikah dengan cepat tapi seperti apa yang dikatakannya, menikah dengan Brina akan menguntungkan perusahaannya. Mengenai perasaan, itu urusan nanti.
Brina mendengus kesal mendengar penjelasan Evan. "Tidak bagiku. Aku hanya ingin menikah karena rasa cinta. Bukan untuk mengambil keuntungan."
Mendengar jawaban Brina, ekspresi Evan seketika berubah dingin. "Baiklah. Jika memang itu prinsipmu."
"Kamu bisa lepaskan aku sekarang." pinta Brina.
Tanpa membantah, Evan akhirnya melepaskan tangan Brina namun dia tidak melepaskan tatapan matanya dari Brina. Brina duduk di sisi sofa sementara Evan berdiri menatapnya.
"Apa ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanya Brina.
Evan mengulurkan tangannya memegang dagu Brina, memaksanya untuk menatap langsung matanya. Dia bisa melihat iris hitam milik Brina sedikit bergetar karena terkejut.
"Ingat kata-kataku, Brina. Aku akan melepaskanmu sekarang. Kamu bisa lari kemana pun." Evan berhenti sejenak sementara Brina hanya diam terpaku. Evan kembali melanjutkan. "Tapi jika aku melihatmu lagi, jangan harap kamu bisa lepas dariku."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments