Rona senja mulai meredup. Gelap mulai menjemput. Hari telah berganti. Kini malam telah menanti.
Malam ini dua insan yang telah di ikat oleh ikatan suci akan menghabiskan malam mereka. Sebelum kantuk menjemput, keduanya sepakat untuk pergi makan malam di sebuah restoran ternama di kota tersebut.
"Kita mau makan dimana?" Tanya Annisa penasaran.
"Ada deh, mau tau aja." Ledek Deon.
Annisa hanya bisa mengerutkan bibirnya dan terlihat bibirnya mulai menggerutu namun tidak bersuara. Kemudian Deon dengan lincah mencubit bibir yang komat kamit itu dengan sebelah tangannya.
"Jangan membuat ku membelokkan mobil ini dan melahap bibirmu itu." Goda deon sambil melepaskan tangannya dari bibir Annisa.
Tidak lama kemudian mereka sampai di restoran yang di tuju. Deon segera turun dan membukakan pintu untuk Annisa.
"Kenapa restorannya terlihat sepi?" Tanya Annisa sambil menatap wajah Deon.
"Mungkin hanya kita yang kelaparan saat ini." Deon langsung menarik tangan Annisa memandunya masuk ke dalam restoran.
Terlihat dua orang pelayan menghampiri mereka dan salah satunya mempersilahkan mereka menuju tempat duduk mereka.
Mereka duduk di sebelah restoran yang memperlihatkan danau buatan yang dihiasi air mancur di tengah danau. Mata Annisa terpaku melihat pemandangan indah itu. Sedangkan Deon malah terpesona melihat wajah cantik wanita yang telah menjadi istrinya itu.
"Kamu suka?" Deon dengan lembut bertanya kepada Annisa dengan tatapan penuh kekaguman melihat senyum indah Annisa setelah melihat pemandangan danau yang kini berwarna - warni di hiasi lampu kelap - kelip bergantian membentuk love.
"Iya, sangat. Ini indah sekali. Terlihat romantis."
Deon tersenyum bangga, tidak sia - sia dia memerintahkan pelayan menghias danau tersebut dengan waktu singkat.
"Syukurlah kamu menyukainya, tidak sia - sia aku menyuruh mereka menghiasnya."
"Apa maksudmu?" Tanya Annisa penasaran.
"Apa?"
"Kamu yang menyuruh mereka?"
"Iya, aku kan bosnya. Aku bisa menyuruh mereka apa saja kan."
"Maksudmu kamu pemilik restoran ini?"
"Iya."
Lalu Annisa menganggukkan kepala mengerti bahwa lelaki yang telah menjadi suaminya ini adalah pemilik restoran yang dipijaknya.
Tidak selang berapa lama makanan pun sudah datang.
Karena sangat lapar, mereka langsung menyantap makanan tersebut tanpa sepatah kata satu pun. Yang ada hanya suara sendok dan piring yang saling beradu.
"Sudah kenyang? Apa masih lapar?" Deon bertanya dengan perhatian.
"Sudah."
"Bagaimana rasanya?" Timpal Deon.
"Sangat enak, mungkin karena sangat lapar juga." Annisa menjawab dengan senyum puas dengan makanan yang di makannya.
"Oh ya, apa restoran mu memerlukan seorang koki?" Sambung Annisa.
"Kenapa selalu bertanya masalah pekerjaan? Kamu istri pemilik restoran ini, kenapa masih berpikir untuk jadi pekerja?" Jawab Deon yang mulai kesal dengan pertanyaan Annisa.
"Aku tidak mau merepotkan mu terus."
"Sudah ku bilang jangan mengatakan itu."
"Bukan begitu, kalau aku hanya di rumah, maka aku akan merasa bosan." Kelakar Annisa mencari alasan lain agar Deon tidak marah.
"Kamu merasa bosan jika hanya di rumah?"
"Iya." Menjawab dengan semangat.
"Kamu bisa berkunjung ke kantor ku atau memasak dan membawakan makan siang untukku. Bukankah kamu sudah berjanji akan memasak untukku?"
"Iya benar, tapi apa tidak ada hal lain."
"Coba ku pikir." Deon berpura - pura berpikir padahal tidak ada yang dipikirkannya.
"Tidak ada."
"Deon, sebenarnya aku suka sekali memasak. Aku pernah bercita - cita ingin menjadi koki. Setidaknya biarkan aku melakukan kesukaanku." Masih berusaha merayu.
"Tetap tidak."
"Kamu bilang makanan ku sangat lezat kan. Biar nanti restoran mu semakin maju."
"Masakanmu tidak boleh dinikmati orang lain, hanya aku yang boleh mencicipinya. Mengerti!!"
"Tapiiii...."
"Jangan membantah!! Begini saja, sebentar lagi tahun ajaran baru. Bagaimana jika kamu kuliah saja, setelah lulus aku akan memberikan beberapa restoran ku untuk kamu kelola." Ide yang membuat Annisa terkejut.
"Kuliah?"
"Iya, kuliah. Apa kamu tidak mau?"
"Kenapa aku tidak langsung bekerja saja? Bukankah kamu bosnya."
"Kamu tidak bisa bekerja tanpa ilmu yang kuat dan kemampuan yang hebat."
"Tapi aku bisa belajar dengan cepat, buktinya kamu bisa melihat nilai ku waktu sekolah."
"Pintar dalam pelajaran tidak menjamin dirimu pintar dalam dunia luar. Terkadang ada yang sekolahnya sangat luar biasa tapi setelah di kehidupan bermasyarakat dia nol besar. Jangan mematahkan semangat orang yang mengejar ilmu. Karena ilmu tidak bisa kamu anggap remeh. Jika ilmu itu hanya kamu lihat saja memang biasa, tapi jika kamu berusaha untuk menggapainya maka kamu tidak akan bisa hanya menggenggamnya karena ilmu itu sangat luas." Tutur Deon yang membuat Annisa takjub dengan cara Deon menjelaskannya sekaligus merasa malu karena telah meremehkan pentingnya menjadi orang yang berilmu.
"Kamu lihat bintang itu, dia sangat kecil bukan? Tapi jika kamu dekati maka kamu tidak akan bisa menggenggamnya karena bintang itu lebih besar dari pada dirimu. Seperti itu lah ilmu, maka jangan di remehkan." Sambung Deon yang membuat Annisa tertunduk malu.
"Maaf, maafkan aku yang telah meremehkan pentingnya ilmu. Aku jadi sangat malu karena terlalu sombong hanya dengan sedikit ilmu yang ku punya."
"Tidak apa, maaf jika aku terdengar berlebihan."
"Kamu tidak perlu minta maaf, aku yang salah. Aku akan kuliah dan mengikuti perintahmu."
Deon langsung merasa bersalah karena telah membuat Annisa bersedih. Kemudian Deon memeluk tubuh Annisa.
Sebenarnya Deon bukan tipe lelaki yang banyak bicara. Namun jika ada yang berlainan pendapat dengan dirinya apalagi masalah pendidikan maka dia tidak segan - segan untuk membantah.
Itulah sebabnya Deon membuka yayasan pendidikan dan setiap tahun dia memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi namun tidak mampu pastinya.
"Sudah larut malam, kita pulang sekarang."
Mereka pun pulang dan diperjalanan Annisa hanya terdiam mungkin masih memikirkan hal tadi. Deon jadi semakin bersalah karena Annisa terdiam. Lalu Deon memberanikan dirinya untuk menggenggam tangan Annisa.
"Jangan dipikirkan lagi. Sudah ya."
Tetap tidak terdengar suara apapun dari mulutnya. Kemudian Deon sengaja menepikan mobilnya. Dan tiba - tiba Deon mencium Annisa, Annisa yang terkejut sontak mendorong tubuh Deon.
"Kenapa tiba - tiba menciumku?" Tanya Annisa
"Ku pikir ada sesuatu yang mengganjal tenggorokan mu hingga tidak bisa berbicara."
"Apa hubungannya dengan menciumku?" Ucap Annisa sambil mengerutkan bibirnya.
"Kamu sangat menggemaskan." Sambil mencubit pipi Annisa.
Raut wajah Annisa seketika berubah merona dan kini tersenyum tipis. Ternyata cara Deon berhasil membuatnya mengalihkan pikiran Annisa agar tidak memikirkan perkataannya saat di restoran tadi.
"Jalankan lagi mobilnya, aku sudah lelah dan mengantuk."
"Bilang saja mau cepat pulang dan menikmati malam pertama." Goda Deon dengan senyum menggodanya.
"Apa - apaan sih kamu." Sambil mencubit pinggang Deon.
"Aaaw sakit, jangan di cubit dong! Dicium aja boleh."
"Deoooon!" Annisa yang semakin malu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
malirisia
Thor lanjut
2021-01-29
0
Nesa Satria
so sweeeeetttt meleleh hati eneng bang
2021-01-28
1