Canggung

Kecanggungan diantara keduanya semakin menjadi, padahal kemarin mereka menunjukkan tingkah yang terlihat sangat akrab.

"Kenapa rasanya sore ini udaranya terasa panas, aku merasa gerah" Tutur Annisa memecah kecanggungan yang ada.

"Aku juga merasa begitu, bagaimana jika kita berenang?" Jawab Deon sambil memiringkan tubuhnya menghadap Annisa.

Kemudian Deon berdiri dan menggapai tangan Annisa untuk membawanya pergi ke kolam renang di belakang rumah.

"Kamu punya kolam renang?"

"Punya, kamu bisa berenangkan?"

"Tentu saja, aku kan orang desa. Mana mungkin aku tidak bisa berenang."

"Hei, tidak semua orang desa bisa berenang."

"Iya iya..."

Kemudian mereka tiba di kolam renang.

"Waaaah, besar sekali kolam renangnya. Ini pertama kalinya aku melihat kolam renang sebesar ini."

"Ini belum seberapa, jika nanti kita ke rumah orang tuaku, kamu akan melihat kolam renang yang besarnya dua kali lipat kolam renang ini." Pamer Deon.

"Benarkah, kenapa bisa sebesar itu? Sepertinya sedikit berlebihan jika hanya untuk orang tuamu."

"Tidak berlebihan, rumah orang tuaku selalu menjadi tempat berkumpulnya seluruh keluarga besar. Jadi kami lebih sering bersantai di pinggir kolam dan berenang bersama jika sedang berkumpul."

Setelah sampai di pinggir kolam. Tiba - tiba Deon mendorong tubuh Annisa sampai ia terjatuh ke dalam kolam. Deon tertawa terbahak - bahak. Dengan tatapan tajam Annisa yang sudah muncul ke permukaan langsung menyirami Deon sampai basah kuyup. Lalu Deon langsung menceburkan dirinya ikut masuk ke dalam kolam.

Mereka bermain seperti anak kecil. Siram - siraman air, dorong - dorongan, hingga tarik - tarikan kaki dan tangan. Saling bercanda hingga tidak ada kecanggungan dari keduanya.

"Aku merasa senang, seperti kembali menjadi anak kecil yang tidak memiliki beban hidup." Ucap Annisa sambil menepikan dirinya kepinggir kolam.

"Apa yang membuatmu senang? Karena berenang atau karena telah menikah denganku?" Ledek Deon.

"Kamuuuuu...."Sambil mencubit pinggang Deon.

Deon terkekeh geli karena di cubit oleh Annisa, dan kemudian dia menangkap tangan Annisa yang masih mencubitnya. Ditambah mendengar Annisa mengatakan kata kamu, sepertinya Annisa tidak merasa canggung lagi dan terdengar akrab.

"Teruslah merasa senang dan bahagia. Kedepannya, aku tidak akan membiarkan kamu merasakan beratnya beban hidup. Kamu tanggung jawabku sekarang." Kata - kata Deon membuat Annisa terdiam sesaat.

"Terima kasih, tapi sepertinya aku terlalu banyak membebanimu."

"Jangan katakan itu, aku suamimu sekarang."

"Tapi, Kitakan menikah karena ada kesepakatan. Aku terlalu banyak membebanimu."

"Bisakah kesampingkan alasan itu terlebih dahulu. Bisakah kita memulai kehidupan baru kita layaknya suami istri pada umumnya." Deon mengatakan dengan mimik wajah serius nan hangat.

"Bagaimana dengan cinta. Kita adalah dua orang asing yang tidak sengaja dalam satu masalah dan bersatu karena kesepakatan. Bagaimana pernikahan ini selanjutnya jika tanpa cinta?"

"Cinta?! Bukankah sudah ku bilang kita akan menjalaninya terlebih dulu. Cinta akan tumbuh dengan sendirinya bukan. Jika kamu keberatan untuk mencintaiku, biarkan aku yang lebih dulu mencintaimu."

Annisa terdiam dan menunduk, sebenarnya ada satu beban lagi dalam dirinya. Sebelum ayahnya meninggal, dia memiliki seorang kekasih. Annisa dengan berat hati harus mengakhiri hubungannya karena ingin fokus merawat ayahnya yang sedang sakit.

Walaupun itu tergolong cinta monyet, tapi mereka menjalaninya dengan keseriusan. Ditambah lagi restu dari ayah Annisa pada saat itu. Sang kekasih memahami kondisi Annisa kala itu dan dia mengikuti keinginan Annisa dengan mengatakan akan menunggunya.

Annisa terlihat berpikir keras. Kemudian dia menyadari satu hal. Bahwa saat kelulusan dan kepergian sang ayah. Lelaki itu tidak pernah muncul lagi dan tidak terdengar lagi kabar tentang dirinya.

'Dia pasti sudah melupakan ku kan. Apa lagi yang harus ku pikirkan?'

"Hei, apa yang kamu pikirkan?"

Annisa tersadar dari lamunannya yang memikirkan tentang masa lalu.

"Tidak ada." Jawab Annisa yang sudah sadar dari lamunannya.

"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Sambung Annisa.

"Silahkan!" Jawab Deon.

"Apa kamu sudah ada perasaan padaku?" Annisa menatap mata Deon seolah tidak sabar akan jawaban Deon.

"Perasaan seperti apa yang ingin kamu ketahui?"

"Perasaan cinta atau hanya perasaan kasihan yang saat ini ada pada diri mu?"

"Sebenarnya aku sudah tidak bisa mengenali bagaimana rasa cinta. Cinta itu apa dan seperti apa? Tapi yang pasti tidak ada perasaan kasihan. Aku hanya ingin kamu selalu ada di sisiku saat ini dan seterusnya."

"Apakah rasa sakit di hatimu sangat dalam? Apa kehadiranku bisa mengobati sakit hatimu?"

"Bisakah kamu mengobati hatiku?" Deon mulai mengambil tangan Annisa dan meletakkannya tepat di dadanya.

"Akan ku coba." Annisa tersenyum pasti.

Suasana kini berubah haru, saling menginginkan sebenarnya tapi masing - masing di antara mereka masih menjaga jarak. Deon tidak ingin Annisa terus merasa bahwa kehadirannya menjadi beban untuknya. Dan Annisa ragu apakah dia mampu melakukan apa yang diinginkan Deon.

Kini mereka saling menatap, mata mereka beradu semakin dalam. Perasaan yang sebenarnya belum disadari.

Deon mulai mendekatkan wajahnya tepat di wajah Annisa. Dia mulai mengecup bibir Annisa dengan lembut. Kecupan mulai berubah menjadi ciuman yang semakin dalam. Sesekali Deon melepas ciumannya untuk sedikit mengambil nafas dan mengulang ciuman itu lagi tanpa ada sedikit penolakan dari Annisa. Annisa justru mulai membalas ciuman Deon.

Bibir yang saling beradu menari indah bagai senandung lagu cinta. Tatapan semakin dalam mengisyaratkan bahwa mereka telah membuka hati untuk saling mencintai. Hingga akhirnya Deon mengakhiri ciuman hangat mereka dengan beberapa kecupan ringan.

"Maaf, aku terbawa suasana." Deon mengatakan setelah mengakhiri ciuman dan menatap ke arah lain.

"Kenapa minta maaf, sebelumnya kamu selalu menciumku tanpa rasa bersalah."

Deon sepertinya menjadi tambah canggung. Dan kini terbalik menjadi Annisa yang mulai berani menggodanya.

"Sudah yuk, aku mulai merasa dingin." Annisa menarik tangan Deon untuk segera berdiri.

Deon segera bangkit, namun seketika dia memeluk Annisa dan menjatuhkan diri kembali ke dalam kolam.

Kini mereka sudah berada di dalam kolam lagi. Mereka muncul ke permukaan dengan posisi yang sama sebelum jatuh. Deon menggendong Annisa di permukaan kolam.

"Aku sudah bilang kedinginan, kenapa malah menarikku masuk ke kolam lagi?" Annisa sedikit kesal.

Deon tidak menjawab, dia malah asyik menatap wajah Annisa yang berada hanya beberapa centi dari wajahnya. Senyum tipis mulai muncul di ujung bibirnya. Annisa yang mamahami tatapan itu seketika wajahnya menjadi merona dan dia mulai memberontak hendak melepaskan diri dari pelukan Deon.

"Lepaskan aku, aku kedinginan Deon."

"Jika kamu kedinginan bukan kah ada aku yang akan menghangatkanmu." Ucap Deon dengan senyum menggoda.

"Jangan bicara sembarangan." Annisa mulai gugup.

"Aku tidak bicara sembarangan. Jika kamu kedinginan kenapa wajahmu memerah?"

Annisa semakin kehilangan kendali, wajahnya semakin memerah dan merasa malu dengan ucapan Deon yang tepat ke sasaran.

Rasa yang entah dari mana datangnya membuat jantung Annisa terus berdetak kencang tidak karuan. Merasa ucapannya membuat Annisa terpojok. Deon merasa tidak tega dan mulai melepaskan Annisa. Senyum kemenangan tertoreh di bibir Deon.

Terpopuler

Comments

Nesa Satria

Nesa Satria

mantap

2021-01-28

0

Happy Narulita

Happy Narulita

lanjut...

2020-06-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!