“Tante! Elle!” Reynold mengetuk pintu rumah Elle. Setelah persidangan beberapa hari yang lalu, Reynold kerap mengunjungi rumah Elle. Reynold khawatir dengan kondisi psikis Elle. Mungkin Elle saat ini tengah terguncang berat dengan kejadian yang telah menimpanya.
“Kau.” Mama Elle tampak enggan menerima kedatangan Reynold.
“Tante, apakah Elle ada di dalam?” Tanya Reynold dengan sopan.
“Ada. Tapi ia tak ingin bertemu denganmu.” Ucap Mama Elle dengan Judes.
“Tante, kumohon, aku ingin menyemangati Elle.” Reynold Bersikeras ingin masuk.
“Tak bisa. Dia sedang tak ingin bertemu dengan siapapun. Kamu ngeyel banget sih. Sudah sana, pergi!” Mama Elle langsung menutup pintu dengan kasar.
Reynold hanya bisa elus dada, tetapi ia tak akan pernah menyerah. Besok, ia akan datang ke sini lagi, dan besoknya lagi dan besoknya lagi.
Sementara itu, Mama Elle kembali duduk di meja makan. Elle juga tengah duduk di sana.
“Apa pedulinya Mama denganku? Untuk apa Mama repot-repot mengusir pria itu? Lebih baik Mama urusi saja pria simpanan Mama itu!” ucap Elle sambil menaruh gelas dengan kasar.
“Apa kamu bilang? Dasar anak tidak tahu diuntung! Nasib baik waktu itu Mama cari kamu! kalo engga, Mama gak bisa bayangin.” Mama berdiri dari kursinya dan memelototi anaknya sendiri.
“Gue juga gak minta dicariin sama lo! Toh selama ini gue lo fine-fine aja meskipun gue macem-macem di belakang lo.” Elle tak mau kalah, ia ikut berdiri dan berbicara pada ibunya dengan nada tinggi.
“Plak!” Mama Elle menampar Elle dengan sangat keras.
“Berani sekali kamu bilang gitu ke Mama. Mama selama ini gak ngurusin kamu karena Mama percaya sama kamu. mama yakin kamu bisa jaga diri. Eh, ternyata kamu malah jual diri! Hati ibu mana yang gak sakit dengan kenyataan itu?”
“Jual diri? Kalo Mama sebut Elle jual diri, terus Mama sebut apa perbuatan Mama itu? Jadi simpenan orang kaya emang gak sama ya dengan jual diri? Selingkuhin dan ninggalin Papa demi pria lain! Itu apa hah?” Elle semakin berani pada Ibunya.
“Jaga omongan kamu itu! Jangan sampai kelewat batas. Asal kamu tahu ya, Mama lakuin ini semua demi kamu! emangnya siapa yang bayarin uang kuliah kamu dan adek kamu? siapa yang kasih makan kamu dan adek kamu? Papa? Papa yang sakit-sakitan itu? Pikir makanya!” dengan penuh emosi Mama mengucapkan hal itu sambil menunjuk-nunjukkan jarinya ke wajah Elle.
“Eh, denger ya! gue gak minta dibiayain sama lo! Gue juga gak minta dikuliahin sama lo! Gue juga bisa kali cari makan buat diri gue sendiri dan adek.”
“Oh ya? dengan jual diri gitu?” Mama malah semakin memancing emosi Elle.
“Jangan asal ngomong ya! lo juga gak ada bedanya sama gue! Emang gue kayak gini gegara siapa? Ya gegara elo lah!”
“Cukup! Mama udah gak tahan dengan sikap kamu! kalo kamu ngerasa bisa bertahan tanpa Mama yaudah sana! Cari uang sendiri. Mama udah gak mau peduli lagi sama kamu! biar kamu tau gimana susahnya cari duit!”
“Oh gitu? Yaudah, mulai hari ini gue dan adek bakal keluar dari rumah ini. dan satu hal yang perlu lo inget baik-baik! Jangan cari lagi gue atau adek, begitu gue dan adek keluar dari rumah ini, lo udah gak ada urusan lagi sama kita. Ngerti lo?” Elle kemudian meninggalkan meja makan. ia lalu menarik adiknya yang tengah bermain video game di ruang keluarga.
“Adek, Lo mau ikut Kaka apa Mama?” Tanya Elle sambil menarik lengannya.
“Hah? Emang kenapa? Ada apa si?” Adik Elle, Azrielle, atau yang sering disebut Zielle bingung saat Elle tanya demikian.
“Udah buruan, lo mau ikut gue apa Mama? Gue mau cabut dari rumah ini sekarang.” Ucap Elle dengan tak sabar.
“Adek ikut Kaka.” Jawab Zielle dengan sedikit cemas.
“Yaudah, sekarang lo kemasin barang-barang lo. Kita bakal cabut dari rumah ini sekarang juga.” Elle kini benar-benar menarik adiknya dari ruang keluarga.
“Iya.” Jawab Zielle sambil jalan.
Kedua kakak beradik itu kemudian mengemasi barang-barang mereka. Mereka pun meninggalkan rumah Ayah tirinya dengan hati yang dongkal.
“Kak, sekarang kita mau kemana?” Zielle tampak kebingungan dan cemas.
“Kita balik ke rumah Papa lah.” Ucap Elle dengan santai.
“Tapi kan papa udah gak ada.” Wajah Zielle langsung berubah sedih.
“Lo gak usah khawatir, gue bakal berusaha buat biayain kita. Gue bakal cari kerja, dan sebelum itu, gue mau lo hemat-hemat dulu ya. Tabungan gue sedikit, lo juga masih ada tabungan kan? Nah kita gunain tabungan itu sementara buat makan kita.” Jelas Elle sambil menepuk pundak adiknya.
“Oke, tapi Kaka mau cari kerja apa? Kaka juga kan harus kuliah. Inget kak, Kaka harus kuliah, itu pesan terakhir dari papa. Selesaikan apa yang sudah kita mulai.” Zielle mengingatkan kembali pesan dari mendiang ayahnya.
“Iya gue tau. Pokoknya lo tenang aja, gue pasti dapet kerjaan kok, dan tentunya bisa disambi sama kuliah. Yaudah, yuk cabut sekarang. Tuh taksinya udah nyampe.” Elle menunjuk ke sebuah mobil yang melaju mendekati mereka.
Mereka pun pergi ke rumah mereka dahulu, tempat semuanya berawal. Rumah itu memang tidak sebesar rumah milik Ayah tiri mereka, tetapi di rumah itu, dulu mereka pernah merasakan kasih sayang dari sebuah keluarga yang utuh. Di rumah itu pula mereka dulu mengukir kebahagian keluarga mereka.
Begitu tiba di rumah itu, mereka tampak terkejut dengan keadaannya. Rumah itu baru ditinggalkan satu tahun yang lalu, tetapi kondisinya sudah sangat terbengkalai. Rumah itu kotor dan nampak sudah tak layak huni. Akhrinya mereka terpaksa harus membereskan dan membersihkan rumah itu dari nol.
“Kita yang bersihin semuanya Kak?” Tanya Zielle dengan wajah yang tampak enggan.
“Ya, iyalah. Emang siapa lagi?” Elle kemudian menurunkan tas ranselnya dan mulai merapikan beberapa barang.
Saat mereka tengah membersihkan rumah, tiba-tiba lampu padam. Zielle yang takut gelap langsung memeluk kakaknya dengan erat.
“Kakaaaaak!” Zielle berlari menghampiri Elle dan memeluknya dengan erat.
“Dasar adek cengeng! Haha! Udah, nih gue nyalain flashlight hp gue. Gak usah takut.” Elle menyalakan lampu yang ada di handphone nya kemudian menggaruk lembut kepala Zielle.
“Ini kenapa ya? Kok lampunya mati sih.” Keluh Zielle.
“Biasa, kaya dulu. Untung di tas gue ada lampu cadangan. Bantu gue yuk buat pasang lampunya. Lo tolong bawain tangga yang ada di depan ya.” Elle langsung melepaskan pelukannya.
“Yaudah tapi Kakak temenin ya.” Nampaknya Zielle masih ketakutan.
“Yeaaah! Sama aja dong. Yaudah, Yu.” Elle kemudian menemani Zielle untuk mengambil tangga.
Mereka kemudian bahu membahu untuk memasang lampu. Semuanya berjalan normal, hingga...
“Kak, lo mens ya?” Tanya Zielle dengan polosnya.
“Hah? Engga. Emangnya kenapa?” Elle langsung berhenti memutar bohlam.
“Itu, celana lo, tembus kak. Kayaknya hari pertama ya. eh, btw, muka kakak kok pucet banget si. Udah, mending lo istirahat gih, biar adek aja yang terusin.” Zielle kemudian mengambil alih tugas.
“Masa si?” Elle kemudian turun dari tangga untuk mengecek.
“Astaga. Zielle, gue ke cw dulu ya.” Elle langsung berlari dengan muka panik.
“Dih, aneh banget sih Kaka. Kaya baru mens pertama kali aja.” Zielle tampak heran dengan gelagat kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Roudatul Jannah
Andai ak punya kakak kek gtu🙂
2023-02-10
0