Setelah semuanya siap, Renata segera mengajak Justin masuk ke dalam mobil. Dia akan mengantarkan putranya berangkat ke sekolah. Emm bukan sekolah seperti yang kalian pikirkan ya. Renata memilih untuk memasukkan Justin ke kelas bermain di mana ada banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan. Semacam playgroup, seperti itu.
"Kakek, Nenek. Justin pergi dulu ya. Daaahhh," pamit Justin sambil melambaikan tangan dari dalam mobil.
"Iya sayang, hati-hati ya. Nanti di sana jangan nakal. Oke?" sahut Nandira membalas cucunya dengan lambaian tangan juga.
"Kalau ada yang nakal banting saja dia, Nak. Tenang, nanti Kakek yang akan mengurus masalahnya!"'imbuh Max kembali memantik api. Dia lalu tertawa saat Nandira langsung memelototinya. " Jangan tegang-teganglah, sayang. Justin itu laki-laki, dia harus berani!"
"Berani si berani, Max. Tapi tidak dengan mengajarinya membanting anak orang juga. Bagaimana sih!" sewot Nandira tak habis pikir akan ketengilan suaminya. Dia sampai jengkel sendiri di buatnya.
"Hehehee," ....
Dan seperti biasa, Renata hanya menggelengkan kepala melihat ulah kedua orangtuanya. Setelah itu dia meminta sopir untuk segera berangkat.
"Ibu, nanti Justin datang ke toko bunga milik Ibu ya? Justin ingin bermain dengan kakak yang ada di sana. Boleh?" tanya Justin sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Dia sangat berharap ibunya akan menjawab iya.
"Memangnya Justin tidak lelah kalau langsung pergi ke toko bunga, hem?" sahut Renata sembari menoel pipinya Justin. Dia gemas.
"Tidak lelah. Kan nanti ada pak sopir yang menjemput ke sekolah," jawab bocah laki-laki itu dengan polosnya.
Sopir yang mendengar celotehan Justin pun tertawa. Sungguh, sulit untuk siapapun tidak merasa gemas pada bocah ini. Bahkan terkadang timbul niat untuk menculik bocah menggemaskan ini lalu menyimpannya sendiri di rumah. Hahahaha.
Setelah melahirkan Justin, untuk mengisi kegiatan Renata membuka toko bunga. Sebenarnya dia diminta untuk ikut terlibat di perusahaan, tapi Renata menolak karena merasa pekerjaan itu tak cocok untuknya. Jadilah sekarang dia mengelola toko bunga yang baru di jalankan sekitar dua tahun.
Dalam perjalanan menuju sekolah, Justin tak henti-hentinya berceloteh. Hal itu tentu saja membuat Renata dan pak sopir terus saja tertawa. Bocah ini terlihat begitu bersemangat, sedikit berbeda dari hari yang biasanya. Meski heran, tapi Renata tak terlalu memusingkan keanehan ini. Selama bisa melihat putranya tersenyum ceria, maka itu sudah lebih dari pada cukup.
"Yeyyy, sampai!" teriak Justin heboh sambil menunjuk ke arah gerbang sekolah. Dia kemudian berdiri, berjingkrak-jingkrak sambil bertepuk tangan.
Justin kenapa bahagia sekali ya? Biasanya wajah anak ini akan langsung masam jika sudah sampai di sekolah, tapi kenapa sekarang berbeda? Ada apa ini?
Di balik kebingungan Renata, dia tak menyadari kalau sejak mobilnya keluar dari pekarangan rumah, diam-diam ada seseorang yang membuntuti. Mungkin kehadiran seseorang inilah yang membuat mood Justin menjadi begitu baik. Tapi sayangnya hal ini tidak di sadari oleh Renata. Hmmmm.
"Hati-hati, sayang!" seru Renata panik melihat Justin yang langsung melompat turun begitu pintu mobil di buka. Bahkan pak sopir sampai terkejut melihat kelakuan putranya itu.
"Ibu, pak sopir, Justin sekolah dulu ya. Daaah!" ucap Justin melambaikan tangan sebelum berlari masuk. Bocah cilik itu menghampiri guru yang sedang menunggu di depan gerbang kemudian memeluk kakinya. "Bu guru, hari ini Justin akan jadi anak baik. Sungguh!"
"Benarkah?"
"Ummm,"
Ekpresi guru itu terlihat takjub melihat anak murid yang biasanya selalu murung kini tiba-tiba terlihat ceria. Penasaran, dia pun pergi menghampiri ibunya Justin setelah anak itu berlari mengejar teman-temannya yang lain.
"Selamat pagi, Nyonya Renata,"
"Selamat pagi kembali, Miss." Renata menyahut sopan.
"Sepertinya mood Justin hari ini sedang baik. Apa saya boleh tahu penyebabnya?"
"Saya sendiri juga tidak tahu kenapa, Miss. Sejak berangkat dari rumah Justin terus terlihat ceria. Tadi saya juga kaget sekali melihat reaksinya begitu tiba di sini. Sungguh," jawab Renata memberitahu gurunya Justin kalau dirinya pun terheran-heran akan apa yang terjadi.
"Ya sudah kalau memang begitu. Saya kira ada hal baik yang terjadi, makanya saya berinisiatif bertanya kepada Nyonya." Si guru tersenyum. "Kalau begitu boleh saya ambil tasnya Justin, Nyonya?"
"Oh iya silahkan."
"Terima kasih. Saya permisi. Selamat pagi,"
"Pagi," ....
Terdengar helaan nafas pelan saat gurunya Justin pergi dari hadapan Renata. Sambil menatap gedung sekolah, Renata terdiam melamun. Dia mencoba menerka gerangan apa yang telah membuat suasana hati putranya bisa terlihat begitu baik. Padahal selama Justin bersekolah di sini hal yang paling sulit adalah membujuknya agar mau masuk ke kelas. Tapi tadi? Renata jadi bingung sendiri memikirkannya.
"Renata?"
Merasa ada yang memanggil, Renata berbalik menghadap ke belakang. Dia lalu terbelalak kaget melihat seseorang yang tengah berdiri tak jauh dari mobilnya.
Bern? Untuk apa dia di sini? Apa mungkin anaknya Bern juga sekolah di sini?
Karena tak tahan dengan perasaannya, Bern memutuskan untuk mengawasi kediaman keluarga Goh sejak jam dua dini hari tadi. Rasanya dia seperti akan gila karena tak henti terbayang wajah Renata. Terlebih lagi setelah Cio datang ke apartemen. Semakinlah Bern merasa tak tenang.
"Ren, apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Bern pura-pura tidak tahu. Dia berjalan mendekat sambil terus berusaha agar pandangannya tidak terlalu dalam pada wanita itu. Bern takut Renata merasa tak nyaman, yang mana akan membuat wanita ini menjaga jarak darinya.
"Aku baru saja mengantarkan Justin ke sekolahnya, Bern," jawab Renata jujur. Dia lalu berdehem. "Kau sendiri? Apa yang sedang kau lakukan di sini? Apa anakmu belajar di sekolah ini juga?"
Bern menggeleng.
Kalau Justin adalah anakku, maka aku akan menjawab iya. Akan tetapi aku belum bisa memastikan kebenaran itu karena kami perlu melakukan tes DNA dulu. Tapi bagaimana caraku melakukan hal ini? Renata pasti tersinggung sekali jika aku berkata terus terang kepadanya.
"Aku hanya kebetulan lewat saja di jalanan ini. Lalu aku tak sengaja melihatmu sedang berbincang dengan seorang wanita. Jadi aku putuskan untuk singgah dan menyapamu sebentar," ucap Bern beralasan.
"Oh, begitu. Wanita yang tadi kau lihat adalah gurunya Justin. Beliau sedang bertanya padaku mengenai sikap Justin yang berbeda dari biasanya,"
"Berbeda dari biasanya? Maksudnya bagaimana?"
Sebelum menjawab, Renata menarik nafas panjang terlebih dahulu. "Hari ini Justin terlihat ceria sekali. Di hari biasa, aku dan gurunya selalu kuwalahan membujuknya agar mau masuk ke kelas. Akan tetapi hari ini dia bertingkah aneh. Justin langsung berlari masuk ke dalam kelas tanpa ada drama yang terjadi. Anak itu mendadak patuh. Makanya aku dan gurunya sampai terheran-heran melihatnya!"
"Mungkin Justin tahu kalau ayahnya datang," gumam Bern tak sadar.
"Kau bilang apa, Bern?" tanya Renata dengan kening mengerut. "Suaramu terlalu kecil. Aku tidak bisa mendengar apa yang kau katakan barusan."
"O-oh, a-aku tidak bilang apa-apa. Hanya ... hanya, mungkin saja Justin mengalami mimpi baik. Makanya dia bersikap aneh hari ini. Begitu," jawab Bern tergagap. Bisa-bisanya dia bicara melantur di hadapan Renata. Haihhhh.
"Mungkin,"
Jeda sejenak. Renata kemudian melihat jam yang melingkar di tangannya. Sudah saatnya untuk dia pergi bekerja.
"Bern, karena ini sudah siang aku pergi duluan ya. Aku harus membuka tokoku dulu," ucap Renata berpamitan. Segera dia melangkah masuk ke dalam mobil tanpa menunggu pria itu menyahut. Renata gugup. Dia salah tingkah saat pria itu tak henti meliriknya diam-diam.
Amora ....
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
TriAileen
greg ma liona meninggal d judul novel yg mana y mak
2024-12-02
0
Chesta Haydar
mak novelnya selesaikan yg lama dulu ya tolong jgn menggantungnya ok.
2023-06-03
0
Asih Ningsih
ya paati suatu hari ada petunjuk agar been bisa menemukan jawabannya.
2023-02-09
0