Bab 11

Akibat dari perkataan ibunya, semalaman Renata tak bisa memejamkan mata. Dia tak henti berpikir keras apakah harus melakukan tes DNA antara Justin dengan Bern atau tidak. Renata merasa cara ini agak ambigu. Secara, dia dan Bern baru bertemu sekali, dan itupun mereka tidak mengobrol banyak. Masa iya dia tiba-tiba meminta izin pria itu untuk melakukan tes DNA dengan putranya. Kan aneh. Iya kalau Bern bisa memahami maksudnya. Kalau tidak? Apa Renata tidak malu sendiri jadinya. Hmmmm.

Tapi jika tes ini tidak dilakukan, ah, ya ampun. Apa sih yang sedang kupikirkan. Kenapa juga aku harus menuruti keinginan Ibu. Justin bukan anaknya Bern, aku tahu itu.

Tak mau berlarut dalam pemikiran yang bukan-bukan, Renata memutuskan untuk keluar dari kamar. Dia langsung menuju dapur guna menyiapkan sarapan untuk keluarganya dan juga bekal untuk putranya. Walaupun di rumah ini ada pengasuh dan juga pelayan, Renata tetap ikut turun membantu. Rasanya kegiatan ini seperti sudah menjadi rutinitasnya saja. Jadi sekalinya bangun tidur, dia akan sibuk di dapur bersama dengan para pelayan.

"Selamat pagi, Nona Renata," sapa para pelayan yang sedang memilih sayuran.

"Selamat pagi kembali, Bi," sahut Renata dengan ramah. Dia kemudian ikut bergabung bersama yang lain.

"Nona, tuan kecil belum bangun ya?" tanya salah satu pelayan. "Apa tidak menangis kalau di tinggal sendirian di kamar?"

"Belum, Justin belum bangun." Renata tersenyum. "Mungkin kemarin dia menangis karena merasa bosan berada di rumah. Makanya sengaja membuat ulah untuk menarik perhatian kita. Dengan begitu kan dia baru akan di ajak jalan-jalan."

"Namanya juga anak-anak, Non. Pasti ada aja tingkahnya yang membuat orang menjadi gemas."

Renata dan para pelayan sama-sama terkekeh lucu saat membicarakan tentang kenakalan Justin. Hingga tanpa sadar suara tawa mereka mengundang perhatian si tuan rumah yang baru saja keluar dari kamar.

"Ekhmm-ekhmmm!" Max berdehem sambil menyender ke dinding. Dia menatap penuh curiga ke arah putrinya yang sedang asik bercengkerama dengan para pelayan di dapur. "Pagi-pagi begini kalian sudah asik saja bergosip. Apa sih yang menjadi topiknya? Jadi penasaran."

Renata menoleh. Dia lalu menggelengkan kepala, tak heran akan keusilan sang ayah.

"Ayah ini seperti tidak pernah muda saja. Selalu saja ingin tahu apa yang orang lain bicarakan. Dasar!" omel Renata. Dia bicara dengan nada bercanda.

"Memangnya kenapa kalau Ayah ingin tahu apa yang sedang kalian bicarakan. Tidak dosa, kan?" tanya Max.

"Dosa sih tidak, hanya aneh saja. Ayah itukan laki-laki, lain cerita kalau Ibu yang bertanya. Iyakan semuanya?"

"Nona Renata benar, Tuan," sahut para pelayan kompak membela nona mereka.

Max memutar bola matanya jengah. Sudah sangat hafal kalau semua pelayan di rumah ini tak pernah mau berpihak kepadanya. Saat Max ingin kembali menggoda sekumpulan wanita itu, terdengar suara tangisan Justin dari dalam kamarnya. Segera dia melesat bagaikan angin sebelum istrinya datang lebih dulu. Biasalah, Max dan Nandira bagaikan musuh bebuyutan setiap kali berebut cucu. Dan dia tidak akan mau mengalah meski Nandira datang sambil membawa samurai sekalipun.

"Haihhh, pasti Ayah tidak akan membiarkan Justin tidur lagi," keluh Renata yang sudah sangat hafal dengan tabiat buruk sang ayah. Dia lalu menghela nafas, pasrah ketika suara tangisan Justin semakin kuat terdengar.

"Max, apa yang kau lakukan pada cucuku. Dasar kakek kejam kau!" teriak Nandira sambil berlari kencang menuju kamar cucunya.

"Kalian lihat itukan? Bagaimana mungkin Justin tidak besar kepala kalau neneknya saja selalu pasang badan untuk membela. Ya ampun," ucap Renata kembali mengeluhkan sikap orangtuanya. Yang satu suka mencari masalah, sedang yang satunya lagi selalu pasang badan tak peduli putranya salah atau tidak.

"Kalau kata orang tua zaman dulu, kasih sayang mereka terhadap cucu itu seribu kali jauh lebih besar dari kasih sayang yang mereka curahkan untuk anak sendiri. Seperti halnya dengan yang dilakukan oleh Tuan Max dan Nyonya Nandira. Walaupun Justin terlahir tanpa seorang ayah, mereka tetap menyayanginya dengan sepenuh hati. Ini bukan saya lancang, Nona Renata. Namun saya hanya sedang menceritakan fakta lucu tentang hubungan antara cucu dengan kakek dan neneknya. Maaf jika perkataan saya ada yang membuat Nona merasa tak nyaman," ucap salah satu pelayan dengan sopan meminta maaf.

Mungkin jika yang mendengar omongan seperti itu bukan Renata, pelayan ini pasti akan langsung di tegur. Akan tetapi karena Renata sangat amat paham dan tidak mudah tersinggung, dia bisa menerima omongan tersebut dengan lapang dada. Toh yang di katakan oleh pelayan ini memang benar kalau Justin terlahir tanpa memiliki seorang ayah. Bukan tak memiliki sebenarnya, tapi Renata yang tidak bisa mengingat siapa orangnya.

"Kadang aku merasa sangat kasihan pada Justin saat dia menanyakan di mana ayahnya. Hatiku seperti di iris-iris, perih dan juga sangat sakit. Setiap malam menjelang tidur aku selalu bertanya-tanya sebenarnya siapa laki-laki yang telah membuatku hamil. Apakah orang ini adalah kekasihku atau aku hamil karena seseorang telah berbuat jahat kepadaku. Tapi mau sekeras apapun aku berusaha mengingat, aku tetap tidak menemukan jawabannya. Aku bingung harus melakukan apa," ucap Renata berkeluh kesah pada pelayan. Dia memang sering melakukan hal ini di kala hati sedang gelisah. Bagi Renata, pelayan yang bekerja di rumahnya sudah dia anggap seperti keluarga sendiri, makanya dia bisa dengan mudah berbagi cerita dengan mereka. Seperti sekarang contohnya.

"Jangan terlalu memaksakan diri, Nona. Berusaha boleh-boleh saja, tapi Nona harus ingat masih ada Justin yang membutuhkan Nona. Jadi jangan sampai sakit. Ya?"

"Iya, Bibi. Aku tidak mungkin sakit hanya karena memikirkan soal ini kok."

"Kami khawatir,"

Renata mengangguk pelan. Dia lalu terpikir tentang niatan sang ibu yang ingin melakukan tes DNA pada Justin dan Bern. Karena masalah ini sempat membuatnya tak bisa tidur, Renata memutuskan untuk meminta pendapat dari para pelayan. Siapa tahu dari mereka Renata bisa mendapatkan jalan terang sebelum mengambil keputusan.

"Oya, Bibi. Kemarin saat aku dan Justin sedang jalan-jalan di mall, seorang pria asing datang menghampiri kami. Pria ini bernama Bern. Dia bilang wajahku dan wajah kekasihnya sangat mirip. Lalu setelah aku menceritakan hal ini pada Ibu, Ibu menyarankan agar aku melakukan tes DNA antara Justin dan Bern. Ibu menarik kesimpulan bahwa bisa saja Bern adalah ayah kandungnya Justin mengingat kalau aku mengalami hilang ingatan sejak kecelakaan tiga tahun silam. Menurut kalian bagaimana? Aneh tidak jika aku tiba-tiba meminta seorang pria asing untuk melakukan tes DNA dengan anakku?" ucap Renata sambil menatap satu-persatu pelayan yang ada di sana.

Ekpresi wajah para pelayan terlihat berbeda-beda setelah mereka dimintai pendapat oleh sang majikan. Setelah saling lempar pandang, salah satu dari mereka memutuskan untuk jadi perwakilan.

"Nona, menurut Anda sendiri kira-kira ada kemungkinan tidak kalau tuan kecil Justin adalah anaknya Tuan Bern? Em dari kemiripan wajah mungkin,"

Kedua alis Renata saling bertaut. Dia sedang mengingat-ingat seperti apa wajah Bern. Semalam karena masih canggung, Renata tidak terlalu memperhatikan seperti apa rupa pria itu. Dia hanya menatapnya sekilas saja.

Belum juga sempat Renata menjawab pertanyaan pelayan, Justin sudah lebih dulu keluar dari kamar. Bocah cilik itu menangis tersedu-sedu sambil mengadukan kalau neneknya tengah di aniaya oleh sang kakek. Renata dan para pelayan yang mendengar aduan itupun hanya menggelengkan kepala saja. Sudah tidak heran. Hmmm.

***

Terpopuler

Comments

Chesta Haydar

Chesta Haydar

jgn menyerah amora dengarkan kata hatimu.

2023-06-03

0

Asih Ningsih

Asih Ningsih

iya memang benar kasih sayang seorg nenek pasti kasih sayangnya melebihi ama cucunya.

2023-02-09

1

Yunia Afida

Yunia Afida

semangat terus renata

2023-01-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bern 49
50 Bern 50
51 Bern 51
52 Bern 52
53 Bern 53
54 Bern 54
55 Bern 55
56 Bern 56
57 Bern 57
58 Bern 58
59 Bern 59
60 Bern 60
61 Bern 61
62 Bern 62
63 Bern 63
64 Bern 64
65 Bern 65
66 Bern 66
67 Bern 67
68 Bern 68
69 Bern 69
70 Bern 70
71 Bern 71
72 Bern 72
73 Bern 73
74 Bern 74
75 Bern 75
76 Bern 76
77 Bern 77
78 Bern 78
79 Bern 79
80 Bern 80
81 Bern 81
82 Bern 82
83 Bern 83
84 Bern 84
85 Bern 85
86 Bern 86
87 Bern 87
88 Bern 88
89 Bern 89
90 Bern 90
91 Bern 91
92 Bern 92
93 Bern 93
94 Bern 94
95 Bern 95
96 Bern 96
97 Bern 97
98 Bern 98
99 Bern 99
100 Bern 100
101 Bern 101
102 Bern 102
103 Bern 103
104 Bern 104
105 Bern 105
106 Bern 106
107 Bern 107
108 Bern 108
109 Bern 109
110 Bern 110
111 Bern 111
112 Bern 112
113 Bern 113
114 Bern 114
115 Bern 115
116 Bern 116
117 Bern 117
118 Bern 118
119 Bern 119
120 Bern 120
121 Bern 121
122 Bern 122
123 Bern 123
124 Bern 124
125 Bern 125
126 Bern 126
127 Bern 127
128 Bern 128
129 Bern 129
130 Bern 130
131 Bern 131
132 Bern 132
133 Bern 133
134 134
135 Bern 135
136 Bern 136
137 Bern 137
138 Bern 138
139 Bern 139
140 Bern 140
141 Bern 141
142 Bern 142
143 Bern 143
Episodes

Updated 143 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bern 49
50
Bern 50
51
Bern 51
52
Bern 52
53
Bern 53
54
Bern 54
55
Bern 55
56
Bern 56
57
Bern 57
58
Bern 58
59
Bern 59
60
Bern 60
61
Bern 61
62
Bern 62
63
Bern 63
64
Bern 64
65
Bern 65
66
Bern 66
67
Bern 67
68
Bern 68
69
Bern 69
70
Bern 70
71
Bern 71
72
Bern 72
73
Bern 73
74
Bern 74
75
Bern 75
76
Bern 76
77
Bern 77
78
Bern 78
79
Bern 79
80
Bern 80
81
Bern 81
82
Bern 82
83
Bern 83
84
Bern 84
85
Bern 85
86
Bern 86
87
Bern 87
88
Bern 88
89
Bern 89
90
Bern 90
91
Bern 91
92
Bern 92
93
Bern 93
94
Bern 94
95
Bern 95
96
Bern 96
97
Bern 97
98
Bern 98
99
Bern 99
100
Bern 100
101
Bern 101
102
Bern 102
103
Bern 103
104
Bern 104
105
Bern 105
106
Bern 106
107
Bern 107
108
Bern 108
109
Bern 109
110
Bern 110
111
Bern 111
112
Bern 112
113
Bern 113
114
Bern 114
115
Bern 115
116
Bern 116
117
Bern 117
118
Bern 118
119
Bern 119
120
Bern 120
121
Bern 121
122
Bern 122
123
Bern 123
124
Bern 124
125
Bern 125
126
Bern 126
127
Bern 127
128
Bern 128
129
Bern 129
130
Bern 130
131
Bern 131
132
Bern 132
133
Bern 133
134
134
135
Bern 135
136
Bern 136
137
Bern 137
138
Bern 138
139
Bern 139
140
Bern 140
141
Bern 141
142
Bern 142
143
Bern 143

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!