Sang Penguasa Hati (Bern & Renata)
Seorang pria mengenakan kaca mata hitam nampak berdiri diam di depan pintu keluar bandara. Pria tersebut bahkan tak mengindahkan saat beberapa orang tak sengaja menabraknya dari arah belakang. Meski tertutup kaca mata, gurat kesedihan jelas terlihat di balik layar berwarna hitam tersebut. Dan nama pria itu sendiri adalah Bern Wufien Ma, putra sulung dari pasangan Gabrielle Shaquille Ma dan Eleanor Young.
Setelah insiden Amora yang meninggal setelah jatuh ke sungai, Bern memutuskan untuk pindah ke luar negeri. Hatinya terlalu sakit menerima kenyataan pahit tersebut, terlebih lagi setelah dia mendengar pengakuan saudara kembarnya yang ternyata telah merencanakan pembunuhan tersebut jauh sebelum Amora datang ke hidupnya. Membuat Bern kian merasa kecewa akan kenyataan yang terjadi. Namun, setelah hampir tiga tahun lebih berlalu Bern akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke Shanghai. Tujuannya adalah satu. Dia merindukan Amora-nya, wanita pertama yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta setengah mati.
Amora, maafkan aku karena baru sekarang aku memiliki keberanian untuk berkunjung ke rumah barumu. Kepergianmu membuatku merasa sangat amat terpuruk. Tolong jangan marah ya ....
Setelah menarik dan membuang nafas beberapa kali, Bern melangkah pergi dari depan pintu bandara. Dia berjalan menuju parkiran tempat di mana dia telah meminta seseorang untuk mengantarkannya ke apartemen yang akan di tempati. Dan orang itu adalah Andreas, sepupunya.
"Halo, Bung. Apa kabar?" sapa Andreas setelah menurunkan kaca mobil. Dia kemudian tersenyum saat pria berkaca mata hitam di hadapannya hanya diam tak menyahut. "Kau masih sama seperti dulu, Bern. Dingin dan tidak banyak bicara!"
"Jangan membual. Cepat buka pintunya dan biarkan aku masuk ke dalam. Aku lelah," sahut Bern dingin.
"Oh, jadi kau lelah ya?"
Sambil terus tertawa, Andreas menekan tombol untuk membuka pintu mobil kemudian terus memperhatikan Bern yang kini sudah duduk di sebelahnya.
"Karena aku merindukanmu, jadi aku sengaja tidak membawa mobil kemari. Tolong berikan aku tumpangan ya. Atau jika tidak keberatan segelas wine aku rasa akan jauh lebih baik. Bagaimana?" tanya Andreas mencoba memecah keheningan di dalam mobil.
"Terserah kau saja."
"Klab atau apartemen?"
"Apartemen." Bern menjawab singkat. Dia kemudian menoleh. "Karl tidak menghancurkan rumahku, bukan?"
Tak langsung menjawab, Andreas memilih untuk melajukan mobil menuju jalan raya. Menjadi salah satu saksi dari tragedi menyedihkan di keluarga Ma, membuat Andreas harus pandai-pandai memilih kata jika sedang bicara dengan Bern, Karl, dan juga Flowrence. Masing-masing dari ketiga orang ini menyimpan luka yang begitu dalam, hingga tak bisa dengan mudah di ajak bicara sembarangan. Terlebih lagi Karl. Sebagai pelaku utama atas kegaduhan yang terjadi, pria jenaka itu kini berubah seribu kali lebih dingin dari Bern. Jarang bicara, sedikit-sedikit marah, dan yang lebih buruk lagi adalah sikap Karl yang selalu menjauh dari semua orang. Satu-satunya keluarga yang bisa berbicara dengan manusia satu itu hanyalah ibu dan adiknya seorang. Selain itu, pasti di tolak.
"Bern, aku tahu kau masih belum bisa menerima kematian Amora. Akan tetapi ketahuilah, Karl sama sekali tak membunuhnya. Amora jatuh dari lantai dua rumahmu adalah karena kondisi tubuhnya yang sangat lemah. Dan kecelakaan itu, itu juga bukan perbuatan Karl. Tiga tahun, Bern. Tiga tahun kau menghilang tanpa kabar. Kau bahkan sama sekali tak mau menampakkan diri saat Kakek dan Nenekmu meninggal. Jangan egois, oke?" ucap Andreas mencoba untuk menyadarkan Bern.
"Tapi dia sudah menargetkan Amora sebelum mengirimnya datang ke rumahku. Bahkan si brengsek itu juga telah mengatur rencana untuk membunuh adikku. Masih kau membelanya, Yas?" bentak Bern dengan sengitnya. "Oke aku akui aku memang belum bisa menerima kematian Amora. Bahkan sampai aku matipun aku akan tetap menganggap Amora masih hidup. Namun, untuk memaafkan perbuatan Karl, aku tidak bisa melakukannya. Gara-gara keserakahannya Amora jadi meninggal seperti ini. Dan gara-gara kekejamannya juga semua anggota keluargaku jadi terbelenggu kesedihan. Kau tidak mungkin lupa dengan kejadian waktu itu, kan?"
"Karl sudah sangat menderita selama tiga tahun terakhir ini, Bern. Berbaikanlah. Biar bagaimana pun kalian itu saudara, kembar pula. Melunaklah sedikit!"
"Sampai aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau Amora masih hidup, saat itulah aku baru akan memaafkannya. Jika tidak, selamanya aku akan menganggap Karl sebagai musuh. Camkan itu!"
Bern tidak tahu kalau Tuhan telah menakdirkan skenario indah untuk hubungan cintanya dengan Amora. Hanya saja untuk meraih semua itu, Tuhan telah merenggut seluruh kebahagiaan yang harusnya dirasakan oleh Flowrence dan Oliver. Awal yang pahit memang. Namun, Tuhan tak pernah tidur. Setelah semua karma berhasil di tebus, kini tiba saatnya untuk ketiga penanggung dosa meraih kebahagiaan masing-masing. Dengan segala hormat dan kasih sayang, emak menyambut omelan kalian di novel ini. Hehe, maaf ya karena novel Love Story: Gabrielle dan Eleanor masih belum di tamatkan. Ini adalah titik terberat bagi emak untuk mencari moment yg tepat setiap kali mau menamatkan satu cerita. Mohon kalian paham ya. Tapi emak janji emak bakalan tetap terusin sampe tamat meskipun seri novel BKF sudah muncul satu. Yg Karl sama Flow nyusul ya. 🙏🙏🙏
Lanjut lagi bestie...
"Bagaimana keadaan Flow? Apa dia sudah bisa mengingat masa lalunya?" tanya Bern setelah berhasil menenangkan diri. Tiga tahun berada di luar negeri, tiga tahun itu pula Bern tak pernah menghubungi keluarganya. Kekecewaan begitu kuat membelenggu hati, hingga membuat Bern benar-benar menutup mata atas apa yang terjadi di keluarganya.
"Aku rasa yang paling menyedihkan di sini adalah Flow, Bern. Saat kecelakaan itu terjadi, dia sedang berusaha menyelamatkan Amora dari kematian. Mungkin yang membuatnya menjadi lupa ingatan adalah karena dia merasa bersalah telah gagal membawa Amora pergi ke rumah sakit. Walaupun pemikiran Flow tidak sama seperti para gadis seusianya, tapi aku tahu kalau dia itu sebenarnya bisa berpikir dewasa. Kemungkinan seperti ini bisa saja terjadi, bukan?" jawab Andreas. Dia lalu menghela nafas berat. "Pulanglah ke rumah. Aku tahu perbuatan Karl dulu sangatlah kelewatan, aku tidak bisa membenarkannya. Akan tetapi ada alasan kenapa dia bisa sampai melakukan semua itu. Bern, sejahat apapun perbuatan Karl, dia tetap adikmu. Jadi sebenci apapun kau terhadapnya, cobalah ingat-ingat perjuangan Ayah dan Ibumu dalam membesarkan kalian bertiga. Paman Gabrielle dan Bibi Elea pasti menderita batin melihat hubungan anak-anaknya menjadi rusak seperti sekarang. Kau yang tertua, jadi selesaikanlah kesalah-pahaman ini layaknya pria sejati. Oke?"
"Apa aku masih bisa menatap Karl setelah semua yang terjadi, Yas?"
"Bisa." Andreas yakin. "Kau pasti bisa, Bern. Kau di didik dengan sangat baik oleh Paman Gabrielle dan juga Bibi Elea. Aku yakin kau pasti bisa menyelesaikan permasalahan ini. Jangan khawatir, ada aku di belakangmu!"
"Inikah caramu membujukku?"
Bern tersenyum. Dia bangga mempunyai sepupu yang bisa mengerti dirinya.
"Bukan caraku, tapi memang sudah seharusnya kulakukan sejak dulu. Sayangnya kau membatu, jadi baru sekarang aku bisa mengatakannya. Kau sialan sekali, bukan?"
"Mungkin."
Andreas terkekeh. Satu tangannya bergerak menepuk bahu Bern. Dia bangga karena pola pikir sepupunya semakin bertambah dewasa.
"Perlu mengundang kedua bajingan tengik itu tidak? Oliver dan Russel, mungkin mereka akan senang jika tahu kau sudah kembali ke Shanghai. Bagaimana?" tanya Andreas menawarkan.
"Terserah kau saja. Aku mau tidur. Lelah." Jawab Bern sebelum memejamkan mata.
"Dasar beruang kutub kau!"
Bern hanya tersenyum saat di katai beruang kutub. Hingga tak berapa lama kemudian dia sudah terhanyut dalam dunia mimpi, mengabaikan rasa perih yang tengah menggerogoti jiwanya yang terluka rindu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
RJ 💜🐑
aku baca ulang ceritanya
2024-10-31
0
Ita Rosita
sedang baca dulu ya
2023-11-14
2
Suryani Malelak Wenyi
lanjut thor
2023-08-14
1