"Bern, Ibu pulang dulu ya. Kau hati-hati saat mengemudikan mobil. Oke?" ucap Elea sembari menatap Bern yang baru saja mengantarkannya masuk ke dalam mobil.
"Iya, Ibu." Singkat Bern menjawab.
"Ya sudah kalau begitu Ibu pergi dulu. Dahh," ....
Bern mengangguk. Dia diam saja saat ibunya melambaikan tangan. Setelah mobil sang ibu bergerak pergi meninggalkan parkiran pemakaman, Bern bergegas masuk ke mobilnya sendiri. Tak lupa dia mengenakan kaca mata hitam saat akan keluar dari sana.
Ibu, aku enggan untuk mengakui ini. Tapi aku sangatlah merindukan Ibu. Andai waktu itu Ibu tidak memasrahkan diri untuk menggantikan Karl, aku mungkin tidak akan menjaga jarak seperti tadi. Aku mengerti Ibu tidak ingin melihatku masuk ke dalam penjara, aku juga mengerti Ibu hanya ingin melakukan tugas sebagai orangtua yang ingin melindungi anak-anaknya. Tapi tahukah Ibu kalau sikap itu sangat amat melukai perasaanku?
Cengkeraman tangan Bern di stir mobil bertambah semakin kuat ketika dia teringat kembali di kejadian tiga tahun lalu. Karena tubuh Amora yang tak kunjung di temukan, emosi Bern menyasar pada Karl. Dia lalu membawa senjata api pergi menyambangi kediaman bajingan itu dengan niat ingin menghabisinya. Namun, Bern sama sekali tak menyangka di detik-detik dia akan menembak kepala Karl ibunya tiba-tiba muncul dan langsung menghadang peluru yang hampir melesat. Untungnya Bern memiliki kontrol yang baik. Jika tidak, dia benar-benar akan masuk ke penjara, tapi bukan karena membunuh Karl, melainkan karena membunuh ibu mereka.
Deg
"Kenapa aku jadi teringat dengan wanita yang di mall tadi ya? Itu adalah benar Amora atau aku hanya salah lihat saja?" gumam Bern kaget sendiri saat dirinya tiba-tiba teringat pada wanita yang sangat mirip dengan Amora. "Apa aku pergi ke sana lagi saja ya untuk memastikan yang sebenarnya?"
Antara yakin dan tidak yakin, Bern akhirnya memutuskan untuk kembali ke mall yang tadi. Entah mengapa dia bisa teringat kembali pada wanita itu. Sungguh suatu hal yang sangat aneh sekali.
Hati-hati, Bern. Tindakanmu ini bisa saja menyakiti perasaan Amora. Kau jangan sampai kehilangan perasaan hanya karena wajah mereka yang mirip.
"Benarkah tindakan yang akan kulakukan?" gumam Bern merasa ragu setelah mendengar suara hatinya. Dia memelankan laju mobil kemudian memilih untuk menepi sejenak. Untuk menormalkan pikirannya, Bern mengusap wajah hingga memerah. Setelah itu dia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan kuat. "Siapa kau sebenarnya. Kenapa wajahmu bisa terlihat sangat mirip dengan Amora-ku. Apa kalian kembar?"
Hening. Hanya deru suara kendaraan yang terdengar di sana. Bern bimbang. Setengah hati berkata agar segera mencari tahu siapa wanita itu. Akan tetapi setengah hatinya lagi berkata untuk tidak pergi ke sana. Dalam keadaan bingung, dia akhirnya memilih untuk tetap pergi setengah meyakinkan diri kalau apapun yang terjadi nanti tidak akan membuat perasaannya berubah.
"Huhhhh, mari tuntaskan rasa penasaran ini, Bern. Jangan sampai pikiranmu malah terganggu gara-gara memikirkan wanita itu terus. Ayo berangkat!"
Sambil terus mengenang kebersamaannya dengan Amora, mobil Bern kembali melaju membelah jalanan. Hingga tak berapa lama kemudian sampailah dia di tempat yang di tuju. Sebelum keluar dari dalam mobil, Bern menatap lama foto Amora yang dia jadikan sebagai wallpaper ponsel kemudian mengecupnya.
"Sayang, tolong kau jangan salah paham ya. Aku mencari tahu wanita itu adalah karena wajah kalian sangat mirip. Ini mungkin terdengar kejam, tapi aku sungguh tidak ada maksud lain padanya. Tolong jangan membenciku. Oke?" ucap Bern dengan lembut meminta Amora agar jangan salah paham terhadap tindakannya. Baru setelahnya dia melangkah keluar dengan hati yang tenang.
Group Ma. Perusahaan besar yang dulu di pimpinnya kini semakin bertambah jaya di bawah kepemimpinan Karl. Hal itu Bern sadari dari mewahnya interior mall ini yang terdapat ada banyak sekali perubahan dari yang pernah dia buat. Ya, mall ini merupakan hasil kerjasama Bern sebelum kejadian naas itu terjadi. Jadi wajar saja kalau dia mengetahui apa-apa saja yang berubah dari bangunan tersebut.
"Biasanya wanita pergi ke mall adalah untuk berbelanja pakaian. Sepertinya aku harus memeriksa satu persatu toko baju yang ada di sini," ujar Bern sambil menatap kesana kemari. Dia kini sudah berada di dalam mall.
Sebenarnya Bern bisa saja menggunakan nama keluarganya agar bisa masuk ke ruang CCTV. Tapi tidak dia lakukan karena Bern tak mau berhubungan dulu dengan keluarganya. Alhasil dia memilih mencari tahu keberadaan wanita itu dengan memeriksa satu persatu toko yang ada di sana. Agak konyol memang. Tapi tak apalah, yang penting tindakannya itu tidak mengganggu orang lain.
Kemunculan Bern di mall itu menarik banyak sekali perhatian para pengunjung. Terutama yang berjenis kelamin perempuan. Menggunakan kaos putih berlengan panjang yang di padupadankan dengan celana jeans hitam dan sepatu putih membuat penampilan Bern terlihat sangat keren sekali. Belum lagi dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, membuat penampilan Bern semakin terlihat mencolok. Karenanya, ada beberapa wanita seksi yang dengan terang-terangan menggoda, bahkan berani meminta nomor ponselnya. Namun Bern abai. Dia tak peduli pada wanita-wanita itu karena matanya hanya akan menatap Amora seorang.
"Cihh, sombong sekali. Jangan mentang-mentang tampan lantas kau bisa seenaknya mengabaikan kami. Kau jangan lupa kalau di atas langit masih ada langit yang lain, Tuan. Dasar angkuh!" maki seorang wanita yang merasa kecewa karena telah di abaikan.
Bern menghela nafas. Dia kemudian berbalik, merasa tak terima akan makian tersebut.
"Kau bilang apa barusan? Angkuh?" Bern mencibirkan bibir. "Ya, kau benar kalau aku ini memang pria yang angkuh. Tapi apa kau tahu mengapa aku bisa seangkuh ini? Karena aku sedang menjaga hati dan juga pandanganku dari wanita-wanita sampah seperti kalian. Aku sudah mempunyai istri, jadi tolong jangan menggodaku lagi. Paham?"
Kikuk. Wanita itu langsung diam seribu bahasa setelah Bern mengatakan jika dirinya telah memiliki istri. Tak mau lagi berurusan dengan wanita tersebut, Bern kembali melanjutkan pencariannya. Dia lalu tergerak untuk pergi menuju ke lantai paling atas. Tiba-tiba saja dia ingin memeriksa di bagian bioskop. Bisa saja kan wanita itu datang ke mall ini bukan untuk berbelanja, tapi malah menonton?
"Aku tidak percaya bisa melakukan ini semua," keluh Bern saat mendapati kalau di lorong bioskop banyak di penuhi oleh gadis-gadis muda yang sedang duduk menunggu film mereka di putar.
Tak tahan, Bern memutuskan untuk kembali saja. Dia merasa tidak nyaman jika harus berlama-lama di tempat tersebut. Tepat ketika Bern hendak melewati lorong terakhir, tiba-tiba saja pintu bioskop terbuka. Segera dia menyingkir ke samping memberi jalan pada orang-orang yang baru saja keluar dari sana.
Oh, ternyata mereka adalah para orangtua yang sedang menemani anak menonton film. Manisnya,
Setelah agak sepi, barulah Bern kembali melangkah. Namun dia di kejutkan oleh kehadiran seorang anak laki-laki yang tengah berlarian sambil memegang topi. Melihat rambut gondrong anak itu yang bergerak tak beraturan, tanpa sadar membuat Bern tersenyum. Menggemaskan.
"Justin, ayo cepat kemari. Jangan berlarian seperti itu, sayang. Nanti kau jatuh!"
Tubuh Bern seketika menegang. Suara itu ... dia tidak salah dengar, kan? Suara itu benar-benar mirip dengan suaranya Amora. Tapi ....
Tidak Bern, tidak. Jangan panik, kau pasti hanya sedang berhalusinasi saja. Amora tidak mungkin di sini. Tidak mungkin!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
muhammad ibnuarfan
ealah...kurang gercep anda tuan....gak kayak nenek nya dulu...sat set....
2024-08-21
0
Chesta Haydar
sama yg bc juga penasaran tpi amora punya kembaran tpi sayangnya udh meninggal n yg di lihat bernama memang amora
2023-06-03
0
Asih Ningsih
pasti bern sangat sulit mempercayainya dgn posisinya yg skrg setelah melihat wanita yg sangat mirip ama amora.
2023-02-08
2