Lika yang mendengar suara itu tidak yakin, apakah orang ini salah satu dari ketujuh
pemerkosanya. Bayangan tampilannya pun berbeda dari yang ia lihat dari aplikasi
usia.
Ucapannya pun terlihat sopan. Dan matanya pun sopan tidak seperti mata pemuda itu yang
menjelajahi setiap jengkal bagian tubuhnya.
Karena ia berpikir merasa aman ia pun berkata, “Apakah tuan yang membawa aku kemari?”
Orang itu hanya tersenyum sebagai jawabannya.
“Saya mengucapkan terima kasih karena tuan telah baik membawa saya kemari.”
Orang itu dengan tangannya yang memegang cerutu kini menggoyangkan tangannya sebagai
tanda agar jangan mengucapkan terima kasih.
Lika terlihat bingung dan penasaran.
Orang itu semakin dekat berdirinya dengan LIka. Lalu ia menundukkan wajahnya dan mulutnya
di dekatkan ke telinga Lika seraya bertanya, “Untuk apa kamu bertanya kepada
orang itu mengenai nama-nama pembelinya. Kamu masih muda. Masih terlalu muda
untuk urusan demikian. Sebaiknya kau ikuti saranku, pulanglah ke kampungmu.”
Selesai berkata demikian ia menyelipkan selembar cek ke dalam selimut yang menutupi
tubuh Lika,
Kini Lika tahu dan baru sadar. Kalau orang itu adalah salah satu dari teman yang ia temui
tadi pagi bersama dengan anaknya di depan sekolah.
Orang itu menambahkan, “Kalau aku hendak berbuat jahat kepadamu. Dari tadi saja saya
lakuan. Tapi saya tidak melakukannya. Karena saya memiliki seorang putri yang
usianya mendekati dirimu. Kalau boleh tahu, berapa usiamu?”
Lika diam saja. Dia tidak menjawab apa-apa.
Orang itu berkata lagi, “Baiklah kalau kamu tidak mau menjawab. Sekali lagi saya
tekankan. Pulangkah ke kampungmu dan hidup nyaman dan tentram. Jangan
sekali-sekali mencampuri urusan orang lain jika tidak mau hidupmu dalam
bahaya.”
Selesai berkata demikian orang itu mematikan kembali lampu kamar tersebut lalu satu per
satu mereka keluar. Sampai yang terakhir dan orang itu tampaknya menutup pintu.
Melihat semuanya telah pergi, Lika pun perlahan-lahan mengeluarkan cek yang di selipkan
oleh orang itu dibawah selimutnya. Lalu tangan yang lain menyalakan lampu yang
ada di dekatnya.
Lika tersenyum ketika melihat angka yang tertera pada cek tersebut.
“Uang segini memang bisa membuat orang tidak akan berpikir dua kali untuk
mengambilnya. Tapi sayangnya kau telah memberikan cek ini kepada orang yang
salah.”
Begitu Lika selesai mengucapkan perkataan itu, tiba-tiba terdengar suara, “Jika angka
segitu masih belum bisa membuatmu pulang kampong katakanlah berapa. Biar besok
aku suruh orang mengirim ceknya ke sana. Maaf hari sudah malam, jadi besok pagi
saja ya.”
Lika pun mencak-mencak, dan marah-marah. Tetapi tidak terdengar suara lagi.
Sepeninggalan Marisa dari Johan ayahnya Johan II yang telah menerima cek sejumlah seratus
milyar.
Johan pun segera mengambil ponselnya. Sepertinya ia mencoba menghubungi seseorang.
Begitu terdengar suara di seberang sana Johan segera berkata, “Uangnya sudah saya
terima bos. Apa yang harus saya lakukan?”
“Kamu harus membunuh seseorang. Lenyapkan dia sekarang juga. Orangnya ada di rumah sakit
tidak jauh dari tempat tinggalku. Seperti biasa jika tertangkap kau harus bunuh
diri. Jika gagal. Segera menjauh untuk beberapa bulan dari tempat ini.”
“Beres bos!” balas suara yang berada di seberang sana.
Rupanya Johan tidak mau menggunakan anak buahnya. Ia tidak ingin putranya sakit hati
terhadap dirinya. Ia menggunakan pembunuh bayaran.
Sesudah menutup pembicaraan, “Wanita ******. Kau sudah kuperingatkan sebelumnya. Tapi
masih memilih dia juga. Baik, bukan salahku jika kamu mati. Dan salahmu adalah
wajahmu mirip sekali sama dia. Daaa!”
Johan tampak tersenyum simpul. Senyuman yang sangat sinis sekali.
“Sebaiknya aku segera menghubungi calon besanku, agar ia dapat tenang sekarang.”
Selesai berkata demikian ia segera menghubungi calon besannya.
****
Di saat itu seseorang yang sudah terlihat sangat tua duduk di sebuah kursi roda. Usianya
sudah delapan puluh tahun. Tapi wajahnya masih terlihat sagar. Lebih kearah
bengis.
Tangannya masih terlihat kuat untuk menerima ponselnya dari seorang pengawalnya.
Ia pun mengambil ponsel itu dan terdengar suaranya pun sangat tegas, “Johan, ada
masalah apa jam segini menghubungiku?”
Jawab Johan tanpa basa-basi lagi, “Sepertinya kita harus mempercepat pernikahan Putrimu
Marisa dengan putraku si Johan II.”
Terdengar orang itu tertawa sejenak. Lalu di sambung batuk-batuk. Kemudian katanya, “Kira
saya ada apa kamu menghubungi aku semalam ini, kalau untuk itu semua aku sudah
serahkan keputusannya kepada Marisa sepenuhnya. Tapi kalau ada yang menghambat,
sebaiknya kau bicarakan kepadaku. Nanti aku yang selesaikan para penghambat
itu.”
Johan hendak mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi.
Terdengar suara di seberang sana lagi, “Sepertinya ada masalah yang kamu ingin ceritakan.
Ceritakanlah. Kini akan akan jadi satu keluarga. Walaupun aku sudah kakek, tapi
kekuatanku masih ada. Ceritakanlah!”
Nadanya sedikit mendesak.
Johan pun menceritakan kejadian yang baru saja terjadi antara si wanita dengan putranya.
Selesai bercerita, si kakek tertawa-tawa. Katanya lagi, “Aku kira apa. Hal itu hal
sepele. Nanti juga putramu bosan dengan sendirinya sama wanita itu, apalagi
tadi kamu bilang si wanita itu PSK. Biarkan saja. Asal setelah menikah dengan
cucuku, putramu harus pergi meninggalkan wanita itu selamanya. Kau tidak perlu
takut.”
Sesudah itu lelaki yang mengaku sebagai kakek Marisa segera memutuskan pembicaraan mereka.
Lelaki berusia delapan puluh tahun itu menoleh kearah asisten pribadinya lalu ia
menyerahkan ponselnya kembali kepada dia.
“Bantu aku naik keatas tempat tidur,” ucapnya kepada asisten pribadinya.
Tanpa menjawab apa-apa si asiten bergegas memindahkan si kakek seperti yang diminta
kepadanya.
Setelah si kakek berada di atas tempat tidur, sebelum merebahkan diri ia berkata lagi,
“Kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan. Lakukanlah.”
Asisten itu membungkukkan badan sebagai jawaban atas perintah si kakek berusia depalan
puluh tahun.
Si kakek pun menggerakan tangan kirinya sebagai tanda agak asisten pribadinya itu segera
pergi. Sedangkan ia perlahan-lahan menurunkan tubuhnya ke atas tempat tidur
untuk merebahkan diri.
Posisi tubuhnya menghadap keatas, katanya pelan sambil memejamkan kedua matanya, “Kau
tidak perlu takut terhadap yang lain. Tapi kau harus takut terhadap bayanganmu
sendiri.”
****
Sementara itu di rumah sakit di kamar LIka, suasana sangat hening sekali.
Tak ada suara lagi juga dari Lika. Karena Lika merasa ada beberapa orang di depan
kamarnya.
Lika segera mematikan lampu untuk melihat cek yang diberikan oleh bos si Bram yang turut
memperkosa Lika di saat Lika berusia empat belas tahun.
Tangan Lika mencoba mencari sesuatu untuk digunakan sebagai senjata. Dan akhirnya ia
menyentuh gagang lampu yang tadi ia gunakan untuk melihat selembar cek.
Tangan LIka semankin kuat memegang gagang lampu ketika dari dalam pintu kamarnya mulai
perlahan-lahan terbuka dari luar sedikit demi sedikit.
Bersamaan dengan itu orang yang diluar sana melempar sesuatu ke dalam kamar. Bersamaan
dengan itu tampak kabut putih.
“Gawat! Orang itu melemparkan gas air mata!” seru LIka pada dirinya sendiri.
Ia mau tidak mau melepaskan genggamannya pada gagang lampu meja tersebut untuk
menutupi kedua matanya.
Ia mendengar suara langkah yang sangat ringan sekali satu per satu masuk ke kamar.
“Banyak sekali!” pikirnya sambil menghitung langkah yang sangat pelan itu.
Tiba-tiba ia merasakan bahunya di sentuh seseorang, Lika pun segera menjerit, sambil
memegang tangan yang memegah bahunya.
Beruntung bersamaan dengan itu lampu kamar segera dinyalakan.
Kalau tidak, Lika mungkin sudah mematahkan tangan yang menyentuh bahunya.
Pada saat lamunya dinyalakan lika melihat wajah kedua gurunya. Bukanya merasa senang ia
malah marah, “Kalian berdua! Guru macam apa sih. Masuk kemari saja harus
melempar gas airmata dulu!”
Ketika gurunya hendak menjawab, LIka tidak memberi kesempatan, katanya lagi, “Selain
berbuat itu semua, buat apa membawa segini banyak orang!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments