Sudah hampir dua Minggu semenjak hari itu, hari dimana Bella memutuskan untuk pergi dari rumah pergi dari hidupku. Aku yang membuatnya memutuskan hal seperti itu.
Tamparan dan Pukulan yang ia terima tiga hari setelah Bella pergi masih ia ingat sampai sekarang.
Ayah dan ibunya sangat marah waktu mendengar berita jika ia dan Bella akan berpisah.
Bugh Bugh
"Dasar kau Bangsat!" Geram Nugroho memukulinya tak terkendali setelah ia masuk kedalam Apartemen Bima
"Aku tidak mendidik mu agar kau menjadi pria tak bermoral seperti ini Bima!"
"Kau lebih memilih Model tidak tau diri itu dari pada istrimu sendiri Ha!" Ujarnya mencengkram baju Bima
"Jangan Mencela Amelia seperti itu ayah!"
"Apa kau membelanya Ha? Kau membelanya?" Dan semakin tersulut lah amarah ayahnya saat ia membela perempuan lain
"Kau benar-benar mempermalukan keluarga Wijaya Bima!" Ujarnya ingin memukul kembali wajah tampan Bima namun pergerakannya Seketika terhenti saat istrinya bicara
"Apa kau benar-benar Mencintai Wanita itu?"
"....!" Bima mengepalkan tangannya, entah kenapa sangat sulit buatnya mengatakan bahwa ia mencintai Amelia
"Jawab ibu Bima? Apa kau mencintai Wanita ****** itu!"
"Ibuuu!" Ujar Bima pelan saat ia tidak percaya jika Ibunya yang penuh kasih sayang mengucapkan kata-kata kasar seperti ini Kepadanya, Apakah Bella sangat berarti buat ibunya?
"Ternyata benar!" Ujar Ibunya pelan
"Baiklah terserah kau mau bersama wanita manapun tapi yang harus kau ingat Ibu hanya memiliki satu menantu yaitu Bella!" Ujarnya pergi meninggalkan Bima yang tertunduk
Dan disinilah aku sekarang Pekerjaan kantor yang menyita banyak perhatianku untuk sedikit bisa menghilangkan Bella dari pikiranku, meskipun pada akhirnya bayangannya muncul kembali. Bukannya aku ingin melupakannya, hanya saja jika mengingat kebodohanku di masa lalu rasanya begitu entahlah.
Dulu aku berpikir mencintai Amelia namun setelah beberapa bulan bersama dengan Bella ia malah beralih mencintai wanita itu.
Perangainya yang lembut, sopan, tulus dan wajah yang sangat cantik berhasil menggetarkan hati Bima, yang kala itu masih mendambakan Amelia.
Namun sayangnya ia harus merutuki dirinya karna ia terlambat menyadari perasaannya.
"Bima" suaranya kenangan terdengar di telingaku
"hm" aku memberikan respon seadanya karena memang tak begitu tertarik dengan kehadirannya
"Kau sudah makan siang?"
"Belum"
"Aku membawakan mu makan siang, Bima"
"Ada urusan lagi?" Tanyaku tanpa memandang kearahnya
"Ti tidak"
"Kalau begitu, bisa kau keluar? Aku masih banyak pekerjaan"
"Baik Bima, Ma maaf" Tidakkah dia merasa sakit? Kenapa masih bisa tersenyum seperti itu?
Aku menajamkan inderaku untuk merasakan cinta yang begitu dalam yang diberikannya untukku. Dan kini ketika dia berlalu, haruskah aku menyalahkan waktu.
"Kali ini, berbahagialah dengan wanita pilihanmu. Wanita yang kau cintai, bukan perempuan menyedihkan sepertiku."
Suara kenangan masa laluku dengan Bella terus-menerus terdengar ditelinga ku.
"Bella…"
"Aku sungguh berterimakasih pada Mu Bima yang telah mengizinkanku berdiri di sampingmu selama ini,"
"Bella maafkan aku."
"Jangan." Bisik Bella lembut. "Aku yang seharusnya minta maaf. Dosa ku lebih tidak termaafkan."
"Selamat tinggal, Bima" Bisiknya lagi
Dan dia berlalu begitu saja meninggalkanku yang mematung di depan pintu.
Apakah aku pernah mengatakan kalau aku tak menerima perjodohan ini? Ia tak memberiku kesempatan untuk mengatakan kalau aku mencintainya… mulai mencintainya. Namun yang ada hanya bungkam yang ku perlihatkan. Atau mungkin sudah sangat banyak kesempatan yang aku lewatkan?
Mungkin dia lelah dan sangat sakit hati dengan ucapan ku tempo hari hingga membuatnya bertekad untuk meninggalkanku. Meninggalkanku yang sudah mulai mencintainya.
Mungkin ini karma untukku karena sudah mengacuhkannya dulu.
Kenangan waktu pernikahannya dulu tiba-tiba menyerang ingatannya.
Pesta itu terasa begitu ramai dengan orang-orang yang bahkan aku tak tau siapa. Ini hanya sebuah perjodohan bahkan tak ada cinta di dalamnya, setidaknya dari dalam diriku. Kenapa pestanya harus semeriah ini sih? Pernikahan ini hanya berlandaskan bisnis dan kekuasaan semata.
Ah akhirnya aku menemukannya, sudah hampir sepuluh menit dia meninggalkan ruangan ini. Aku memutuskan menghampirinya dan kembali menggenggam tangannya untuk menunjukan kalau kami seolah pasangan yang bahagia.
Aku menangkapnya merona dari ekor mataku. Merona? Dia gampang sekali mengeluarkan rona merah di pipinya. Para undangan menghampiri kami dan memberikan selamat, ia menyunggingkan senyumnya sementara aku tak menampilkan ekspresi di wajahku.
Dan kini aku merindukan kehadirannya disisi ku, senyum hangatnya bahkan aku merindukan rona merah di wajahnya. Aku merindukan segala hal tentangnya yang dengan bodohnya aku biarkan berlalu berlalu begitu saja.
"Bima" Terdengar suara Amelia di ruanganku, Mataku terbelalak sekian detik sebelum akhirnya kembali normal
"Hm!" Entah kenapa ucapan ku tiba-tiba datar seperti Alex, Jauh di lubuk hatiku aku tidak menginginkan suara Amel yang menyapa Indra pendengaranku, aku hanya ingin mendengar suara merdu dari istrinya Bella, Yah istri karna mereka belum benar-benar bercerai
"Ku dengar kau tak pernah makan siang sejak beberapa minggu yang lalu"
"Apa? Dia kesini hanya untuk hal sepele seperti itu?" Batin Bima tanpa melihat kearah Amelia yang sedang duduk berhadapan dengannya.
"Hm" Gumamnya tanpa minat
"Berhenti bersikap kekanak-kanakan Bima, Kau sendiri yang membuatnya pergi darimu!" Kurasa dia mulai geram dengan jawabanku yang sekenanya.
"A apa kau mulai mencintainya" Ujar Amel pelan, sejujurnya ia sangat takut menanyakan pertanyaan itu, ia takut jika Bima akan mulai mencintai Bella
Pada hal seharusnya dia senang itu artinya Bima dan Bella masih bisa bersatu dan Alex pastinya tidak akan punya kesempatan untuk mengejar Bella, Karna ia tau Alex sangat mencintai Bella hingga sekarang.
Namun bukannya menjawab Bima malah mengacuhkannya tanpa berniat mengeluarkan suara sedikitpun.
"Terserah kau saja!" Ujar Amel kesal mengambil tas branded nya dan dengan elegan ia keluar dari ruang kerja Bima
Kenapa Tuhan, Ketika aku menyadari aku membutuhkannya dia tak lagi ada di sisiku.
Ketika aku mengagumi senyumannya, akankah senyum itu masih untukku? Masihkah?
Masihkah kesempatan itu ada untukku yang baru menyadari kalau aku mencintainya? Ah, mungkin lebih dari sekedar mencintainya
Cafe. 04:23 Sore
"Dimana Bella?" Tanyaku pada sahabat dekat Bella yang sering berkunjung ke rumah besarnya, susah payah ia mencari perempuan ini hanya untuk tau dimana keberadaan istrinya itu
Karna Aku sudah hampir gila menahan ini berminggu-minggu dan aku putuskan untuk mencari dan menghampiri sahabat baiknya ini.
Flora Olivia Wilde.
"Cih, bukankah harusnya kau yang lebih tau?" Pertanyaan itu mungkin bermaksud menyindirku, bukan mungkin tapi pasti.
"Jangan bermain-main denganku, Nona Olivia" Geram Bima menahan kesal karna ucapan sinis yang dilontarkan perempuan didepannya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments