"Masih pusing, Non?" tanya Bik Sum sembari memijati kaki Felinova yang tengah terbujur lemah di tempat tidur usai memuntahi Zulfikar.
Feli menggeleng lemah, ia tak berani membuka mata karena khawatir pusingnya datang kembali.
"Kok aku pengin pisang goreng anget-anget gitu ya, Bik."
"Pisang goreng, Non??"
Feli mengangguk, entah mengapa tiba-tiba ia sangat menginginkan pisang goreng hangat dan teh manis, pasti nikmat sekali di makan sore-sore begini.
"Tapi kita nggak punya stok pisang, Non. Besok saja ya Bibik belikan di pasar?"
"Aku penginnya sekarang ..."
Feli mengusap bibirnya yang tiba-tiba memproduksi ekstra saliva ketika membayangnya seporsi pisang goreng hangat.
Bik Sum mengawasi ekspresi Nonanya yang tampak mengiba. "Yaudah, Bibik coba cari dulu ya, Non! Barangkali di kulkas ada."
Dengan semangat, Feli mengangguk. "Ya sudah sana cari, Bik! Pokoknya sore ini aku pengin makan pisang goreng dan teh anget."
"Oke, Non. Bibik ke belakang dulu ya. Kalo butuh sesuatu atau Non Feli ngerasa mual lagi cepet-cepet panggil Bibik, ya!?"
Sebuah anggukan menjadi jawaban saat seluruh tubuh Feli terasa lemas. Bagaimana tak lemas, seharian ini semua makanan yang masuk selalu saja ia muntahkan kembali.
Dengan gelisah, Bik Sum meninggalkan Nona mudanya itu dan menutup pintu kamar perlahan-lahan.
Zulfikar yang baru saja keluar dari kamar mandi di dapur sontak terperanjat kaget saat melihat Bik Sum. Seragam kerja Zul yang tadi terkena muntahan Feli kini sudah diganti. Zul menelefon Faisal untuk meminjam pakaiannya.
"Gimana Feli, Bik? Sudah tidur?" tanya Zul khawatir.
Bik Sum mengangguk, wajahnya yang nampak gelisah membuat Zul mulai kepo.
"Mas Zul sudah dapet kuncinya Tuan Faisal?" tanya Bik Sum begitu ingat tujuan Zul datang ke rumah ini.
"Sudah, Bik. Sudah dapet. Betewe, kenapa muka Bibik kaya buah kisut?"
"Bibik emang udah kisut kali!" tukas Bik Sum kesal seraya menatap Zul dengan tajam.
"Maksud saya, Bibik lagi ada masalah? Kok mukanya suram begitu kaya masa depan saya!" selidik Zul seraya memicingkan mata.
Bik Sum terkekeh. Ia memukul pundak Zul dengan gemas. "Mas Zul bisa aja!" tawanya. "Ituloh, Non Feli minta pisang goreng! Bibik nggak punya stok pisang! Mau beli gorengan juga nggak tahu di mana!"
"Feli ngidam?"
Bik Sum mengangguk cepat. "Sepertinya gitu. Dia sampe ileran tadi, kasian!"
Zul berpikir sejenak. "Ya sudah saya balik dulu deh, Bik. Nanti biar Faisal yang belikan pisang gorengnya!"
"Beneran Mas Zul?"
"Iya! Nanti biar dia yang cari pisang gorengnya sampe dapet!"
Bik Sum tersenyum lega. "Oke, Mas!"
.
.
Setelah mendengar cerita Zul, tanpa menunggu lama Faisal langsung bergegas mengemudikan motornya ke pasar. Ia membeli bahan-bahan untuk membuat pisang goreng, terbiasa hidup sendiri membuatnya mahir segala hal, termasuk memasak! Hanya dua hal dalam hidup yang tak bisa Faisal lakukan, yaitu mendekati wanita dan menyetir mobil!
Sejak kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Feli kala itu, Faisal tak pernah berani menyetir lagi. Ia sangat trauma.
"Nih, Bik!"
Faisal menyerahkan kresek berisi bahan belanjaannya pada Bik Sum yang tengah menyapu di halaman.
"Feli masih tidur?" tanya Faisal saat Bik Sum menerima kresek itu.
"Masih, Tuan."
"Masih muntah-muntah?"
Bik Sum menggeleng cepat. "Terakhir tadi satu jam yang lalu sih. Pas ada Mas Zul."
Faisal menghembuskan napasnya lega. "Ya sudah, saya mau balik ke gudang lagi. Kalo butuh apa-apa telefon saya!"
"Anu Tuan, ponsel saya dan Non Feli nggak pernah dapet sinyal di sini," keluh Bik Sum.
"Nanti saya belikan nomor baru. Kartu kalian harus ganti dengan provider lain karena hanya provider itu yang sinyalnya kuat di tempat ini."
Bik Sum mengangguk pasrah.
"Saya balik dulu. Tolong jaga Feli dan cepet bikinin pisang gorengnya!"
"Siap, Tuan!"
Bik Sum memberi hormat sebelum kemudian Faisal melajukan motornya keluar dari pelataran rumah.
.
.
Mencium aroma nikmat yang tiba-tiba terendus oleh indra penciumannya membuat Feli membuka mata. Seporsi pisang goreng yang masih mengepulkan asap serta segelas teh manis telah tersaji di meja di samping ranjang. Feli tersenyum senang, ia mengangkat tubuhnya yang masih lemah dan bertopang pada lengan kirinya, sementara tangan kanan mencomot pisang di piring.
"Aw ... aw panas! Panas!"
Feli reflek melepas pisang yang ia pegang saat jemarinya terasa terbakar. Sedikit kesal, Feli menarik napasnya dalam untuk berelaksasi. Bidan itu bilang kalo ia harus sabar, tak boleh banyak pikiran dan emosi.
"Biiik, bisa ambilin sendok, nggak?" teriak Feli lemah.
Faisal yang baru saja pulang kerja mendengar teriakan itu. Bik Sum sepertinya sedang mandi, jadi tidak mungkin dia akan mendengar teriakan Feli. Mau tak mau akhirnya Faisal lah yang mengambilkan sendok dan piring untuk istrinya itu.
"Biiiik ..."
Suara teriakan Feli terdengar semakin jelas kali ini. Faisal mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam kamar. Saat tatapannya bertemu dengan Feli, gadis itu langsung melengos tak peduli.
"Ngapain Kak Ical di sini?" sungut Feli semakin emosi.
"Bik Sum masih mandi. Ini sendok dan piringnya." Faisal menyerahkan sendok dan piring di tangannya ke pangkuan Feli.
"Ck! Nggak usah sok baik. Papi dan Mami udah pulang, jadi nggak usah berakting lagi."
Feli memungut piring itu namun jari telunjuk dan jempolnya yang terbakar tadi terasa sangat sakit saat bersentuhan dengan sendok.
Faisal yang menyadari wajah Feli meringis kesakitan saat memegang sendok pada akhirnya mengawasi jarinya yang melepuh merah.
"Kamu terluka?" tanya Faisal panik sembari duduk di samping Feli dan menarik tangannya.
Untuk beberapa saat, Feli tertegun kaget ketika tangan Faisal yang hangat bersentuhan dengan tangannya. Ini kali pertama mereka berdua bersentuhan tangan setelah sebulan menikah. Entah mengapa amarah Feli seketika menguap, berganti debaran aneh yang tiba-tiba menggelitik di hatinya.
Merasa suasana mendadak hening dan kaku, Faisal masih tetap menunduk tak berani mendongah. Dari ekor matanya, Faisal tahu bila Feli tengah tertegun menatapnya. Dan bodohnya, Faisal lupa bila kini status mereka sudah berubah, bukan lagi adik kakak!
"Ak-aku ambilin obat dulu!"
Faisal bangkit dan lekas berbalik pergi. Sekujur tubuhnya terasa panas, hawa dingin pegunungan tiba-tiba berubah menjadi kemarau. Usai menutup pintu kamar, Faisal menghembuskan napasnya lega. Ia tak sadar bila Bik Sum tengah mengamatinya sedari tadi.
"Tuan kenapa?"
Suara Bik Sum yang tiba-tiba bertanya sontak membuat Faisal tersentak kaget. Tak ingin membuat Bik Sum curiga, akhirnya Faisal berlalu menuju lemari obat di dekat kamar mandi dapur. Ia mengambil salep dan memberikannya pada Bik Sum.
"Jari Feli melepuh. Bibik kasi obat ini sama dia, terus jangan lupa suapin pisang gorengnya juga!"
Bik Sum menerima salep yang disodorkan oleh Tuan Mudanya itu dengan terheran-heran. Tumben jam segini Tuannya sudah pulang? Dan yang lebih aneh lagi, kenapa Tuannya tidak langsung memberikan obat itu pada istrinya?
"Oh ya, Bik. Tidak perlu bilang sama Feli kalo saya yang belikan pisang itu di pasar!"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Rismawati Damhoeri
goreng pisang yg beli di bungkus, kayaknya nggak akan bikin melepuh deh..
2025-02-25
0
Ami batam
cinta terpendam untuk mb sarah seorang😃
2023-01-13
0
Ami batam
kasihan bener bener ngidam berat felli ny
2023-01-13
0