Saat itu Faisal sedang mengadakan pertemuan dengan puluhan buruh kebun ketika panggilan telefon di sakunya terus menerus bergetar. Mau tak mau, Faisal ijin sebentar untuk mengangkat telefon itu.
Ada 9 panggilan tak terjawab dari nomor asing. Faisal mengernyit bingung. Nomor siapa ini?
"Halo," sapa Faisal ragu.
"Pak Faisal, saya Feri, Pak. Istri Pak Faisal sedang dilarikan ke polindes!"
Faisal terhenyak. Ia mulai panik. Kenapa lagi dengan Feli!?
"Barusan dia berantem sama Pak Poniman."
"Ya sudah, saya segera ke Polindes. Terima kasih, Pak!"
Faisal memutuskan sambungan telefon dan lekas berbalik. Ia kembali ke ruang pertemuan dengan panik.
Zul yang sejak tadi melihat gelagat gelisah Faisal mulai curiga. Pasti telah terjadi sesuatu lagi dengan istrinya di rumah. Faisal adalah lelaki yang sangat tenang dan kalem. Emosinya baru akan terstimulus bila berurusan dengan Feli.
"Bapak-bapak, Ibu-ibu. Mohon maaf saya ijin pamit. Ada masalah sedikit dengan orang di rumah. Untuk beberapa poin yang sudah saya sampaikan tadi bila masih ada pertanyaan silahkan ditanyakan pada Zul selaku tangan kanan saya," jelas Faisal sembari menata lembaran kertasnya dan memasukkannya ke ransel kerjanya.
Suasana mulai riuh untuk beberapa saat, buruh tani yang tadi belum sempat mengajukan usul terkait jam kerja mereka mulai protes saat Faisal bersikukuh untuk pergi. Sementara sebagian lagi mulai kepo ada masalah apa hingga Bos yang terkenal disiplin dalam waktu dan segala hal itu mendadak membatalkan pertemuan yang baru saja dimulai.
"Bapak-bapak, mohon tenang ya! Saya akan berusaha menengahi usul anda semua. Bila masih ada yang belum deal, kita bisa lanjutkan pertemuan ini besok pagi!"
"Setuju!!" teriak puluhan buruh itu.
Faisal menghembuskan napasnya lega. Ia mengawasi para pekerjanya dengan sendu.
"Terima kasih banyak atas pengertian anda semua. Saya permisi!"
Di Polindes.
Feli sudah sadar ketika Faisal datang dengan wajah paniknya. Bik Sum yang berdiri di depan pintu seolah tak kasat mata ketika Faisal langsung meringsek masuk tanpa menyapanya.
Sarah masih memeriksa Feli ketika Faisal datang. Ia sedikit terkejut ketika melihat Faisal yang biasanya rapi kini terlihat sangat kusut, keringat membasahi kening dan bajunya.
"Kak Ical habis lari? Kok basah semua gitu?" selidik Feli terheran-heran.
Faisal mengusap peluhnya dengan keki, ia melirik Sarah yang masih mengawasinya. Wajahnya yang tadi tegang dan panik kini berubah canggung. Sarah tertawa kecil melihat ekspresi menggemaskan itu.
"Tadi motorku mogok, jadi aku lari ke sini."
"Lari beneran??" tukas Feli tak percaya mendengar jawaban Faisal.
"Hihihi ..." Sarah menutup mulutnya sembari menuliskan sesuatu di buku yang ia bawa.
Feli memperhatikan kecanggungan Faisal dan gelagat malu-malu Sarah. Sepertinya ada yang aneh ...
"Bagaimana keadaan Feli, Sar?"
"Dia nggak apa-apa kok, Mas. Tadi pas dibawa ke sini tekanan darahnya memang drop, tapi sekarang sudah normal lagi," jelas Sarah.
Entah mengapa suaranya terdengar sangat merdu dan lembut di telinga Feli. Dan tunggu, tatapan Faisal kenapa berbinar??
"Lain kali, jangan terlalu banyak pikiran ya, Mbak Feli. Lonjakan emosinya jangan terlalu drastis biar tubuhnya nggak kaget," lanjut Sarah sembari menyentuh lengan Feli lembut.
Feli melirik tangan mulus itu dan beralih mengawasi Faisal yang terlihat gelisah. Feeling Feli mulai tak nyaman.
"Terima kasih banyak, Sarah. Maaf kami jadi sering merepotkanmu."
"Nggak apa-apa, Mas Faisal. Santai saja! Aku permisi dulu, ya." Sarah membungkuk sopan dan tersenyum pada Feli sebelum kemudian berlalu pergi.
Sesekali Faisal menengok ke belakang, memperhatikan Sarah yang sudah menghilang di balik tirai. Faisal tak menyadari bila Feli mulai mencurigai gelagatnya.
"Ganti baju sana! Aku mual nyium bau keringat Kak Ical!"
Faisal terbelalak, ia mengangkat kedua lengannya dan mencium aroma yang mungkin keluar dari ketiaknya. Tapi tak ada aroma aneh apapun yang terendus.
"Ihhh, malah diendus! Sana pergi!" usir Feli bergidik. Ia membuang muka.
Mau tak mau akhirnya Faisal keluar dari bilik perawatan Feli. Melihat Bik Sum yang mematung di depan pintu bersama dengan seorang perempuan, Faisal mengernyit bingung.
"Dia siapa, Bik?" tanya Faisal penasaran.
Gadis itu menunduk takut, ia meringkuk bersembunyi di belakang tubuh Bik Sum.
"I-ini Ajeng, Tuan. Yang tadi diselamatkan sama Non Feli."
Darah Faisal sontak memanas. Benar! Tadi dia sempat diberi tahu bila Feli bertengkar dengan Pak Poniman, si tukang mabuk dan judi. Ia ingat bila Pak Poniman punya anak perempuan yang sering di siksa, pasti Ajeng ini adalah putrinya.
Faisal berbalik, ia urung pergi dan kembali masuk ke bilik Feli. Ia menatap wanita yang tengah memejamkan mata itu dengan kesal. Kenapa Feli suka sekali memancing keonaran!
Menyadari bila seseorang membuka tirai biliknya, Feli membuka mata dengan malas.
"Kenapa balik?" tanya Feli risih saat melihat Faisal tengah menatapnya tajam.
"Apa Pak Poniman melukaimu?"
Feli tak menyahut. Apakah Pak Poniman adalah lelaki yang bertengkar dengannya tadi?
"Siapa itu Pak Poniman?"
"Lelaki yang kamu ajak berantem satu jam yang lalu!"
"Oh ..." lirih Feli santai sembari membuang muka.
Menyadari Felinova nampak tak merasa bersalah sama sekali, emosi Faisal kembali terpancing. Feli sudah mengacaukan pertemuan pentingnya dengan puluhan pekerja, membuat kegaduhan hingga Faisal harus berlari ratusan meter menuju Polindes.
"Oh?" ulang Faisal tak percaya.
"Terus aku harus bagaimana? Kak Ical bisa lihat sendiri kan kalo aku nggak terluka, mana berani orang itu menyentuhku! Aku bom rumahnya baru tahu rasa!!"
"Feli! Hentikan omong kosong ini. Berhentilah berbuat onar! Kamu perempuan, kamu tidak tahu bahaya apa yang mengancammu bila berurusan dengan orang seperti Pak Poniman itu!" sentak Faisal marah.
"Emangnya kenapa? Aku berbuat onar apa? Aku cuma menyelamatkan Ajeng." Feli berkilah dengan sengit.
"Tapi kamu perempuan!"
"Memangnya kalo perempuan kenapa? Di sana banyak laki-laki tapi cuma diem aja nggak bantuin sama sekali!"
"Kamu ..." Faisal memijat keningnya yang berdenyut-denyut pening mendengar Feli terus saja menjawab.
"Aku sudah memutuskan untuk mengajak Ajeng tinggal di rumah kita. Kasihan dia kalo sampai kembali ke rumah itu! Dia pasti akan semakin disiksa," putus Feli tanpa meminta persetujuan.
Tusukan demi tusukan dikepala Faisal terasa semakin menjadi-jadi. Dia kehabisan kata-kata menghadapi Feli.
"Aku tidak setuju. Berhentilah berurusan orang berbahaya seperti Poniman."
"Tapi aku nggak mau Ajeng kembali ke sana, Kak Ical!" jerit Feli marah. Menjerit adalah satu-satunya senjata pamungkas bagi Feli.
"Tapi aku juga tidak setuju dia tinggal di rumah. Kamu pikir rumahku tempat penampungan apa!!"
"Terserah! Tapi aku cuma mau pulang kalo Ajeng juga ikut pulang bersama kita!"
"Kamu ... akh!"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Karyi
boleh boleh boleh lanjut otoot
2023-03-06
0
Ami batam
apa salahnya Ajeng tinggal di rmh mu! Faisal
biar ajeng bisa nemanin felli dirmh
2023-01-14
0
Ami batam
aduh Faisal bisa nggk sih ngomong ny lembut seperti km bicara sm mba Sarah, turunkan sedikit volume ny, felli kan juga pengen rasanya dibela dan di lindungi sm km, bkn ny malah km jadikan terdakwa gitu
2023-01-14
0