Cinta Terbaik

Cinta Terbaik

1. OSPEK

HARI masih pagi. Tampak seorang gadis berjilbab ungu sibuk memasukkan berbagai barang ke dalam tas.

Ketika dia muncul di ruang makan, Bundanya menyambut.

“Sayangnya Bunda kenapa? Kok cemberut aja?”

Gadis itu cemberut membawa tas agak berat.

“Semangat dong, Sayang? Ini kan hari pertama kuliah.”

“Hari pertama OSPEK, Bunda.”

“Iya lah itu namanya. Tapi kan cuma tiga hari. Jalanin aja, Sayang. Jangan lupa minum obatnya. Kalo capek minta izin sama panitianya supaya istirahat.”

Gadis itu masih menekuk muka sambil mengecek barang-barang OSPEK lagi.

Name tag segede poster nempel di badannya.

Belum lagi bajunya yang nggak nyambung. Kelompok dari jurusannya mengharuskan pakai kaus hijau, bawaan merah, dan topi ungu. Bagi yang berkerudung mengenakan warna ungu.

“Riga jadi jemput, Nak?”

“Tadi sih bilangnya mau jemput. Tapi nggak tau nih, Bunda. Dari tadi aku telepon nggak diangkat. Lagi di jalan mungkin.”

“Ini udah hampir jam tujuh lho. OSPEK-nya mulai jam setengah delapan. Apa nggak akan kejebak macet?”

HP-nya berdering. “Halo, Mas. Mas di mana? Jadi jemput aku? Apa? Oh.. gitu. Ya udah nggak pa-pa, Mas.”

Telepon ditutup.

“Mas Riga ngedadak ke luar kota, Bunda.” Ia membuka aplikasi kendaraan online.

“Ya udah, naik taksi aja kalo gitu.”

“Kalo pake taksi bisa kejebak macet. Ini aku udah pesen ojek online. Bentar lagi juga dateng.”

“Nggak pa-pa kalau naik ojek?”

“Nggak pa-pa, Bunda. Kalau naik taksi bisa telat. Nah tu kayaknya ojeknya dateng. Aku berangkat ya, Bunda.” Kekira mencium tangan Bunda.

“Hati-hati ya Sayang.” Bunda mencium pipi putrinya.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

***

Jadi anak tunggal yang penurut memang sudah kewajiban Adinda Kekira Kurniawan.

Ayahnya selalu berpindah-pindah kota. Kantornya selalu mengirim Ayah ke kantor cabang di mana-mana.

Nyaris setiap dua tahun dia pindah kota, dan beradaptasi kembali di sekolah baru.

Namun Kekira harus menuruti semuanya. Dia tidak bisa jauh dari orangtua. Mungkin karena faktor usia.

Bunda melahirkannya ketika umur 40 tahun. Semula Bunda divonis tidak bisa punya anak. Ayah pun demikian. Namun semua doa terjawab ketika Bunda mengandung dirinya.

Begitu dirinya lahir, Bunda tidak bisa mengandung lagi, maka amat sangat menyayanginya. Begitupun Ayah yang saat ini sudah berumur namun masih enggan pensiun.

Karena berpindah-pindah kota, Kekira mengalami keterlambatan pendidikan. Dia tertinggal dua angkatan. Sempat mengulang dua kelas.

Ia juga menderita penyakit Anemia hingga rentan penyakit dan sempat bed rest selama beberapa bulan.

Dan sekarang hari pertamanya kuliah.

Ayah dipindahtugaskan ke kantor pusat di Jakarta.

Maka di sinilah ia sekarang.

Jakarta.

Tempat yang baru untuknya.

Sebelumnya ia bersekolah di Surabaya, selama dua tahun. Dan sebelumnya lagi sempat di Manado, Palembang, Yogyakarta, dan Bandung.

***

OSPEK menjadi hal baru untuk Kekira.

Setidaknya untuk pertama kali ia merasakan yang namanya perpeloncoan.

Karena sejak SMA Bunda selalu mendatangi sekolah agar dirinya tidak mengikuti orientasi yang berhubungan dengan fisik.

Kini ia ingin merasakan hidup seperti sebayanya. Walau dibantu obat-obatan untuk memperkuat tubuhnya.

“Kamu, pungutin daun yang berwarna merah, dengan jumlah 123. Inget, harus warna merah, kalo ada warna beda atau kurang jumlahnya, kamu bakal dihukum.”

Begitu perintah senior judes padanya.

Jadilah ia mengelilingi lapangan mencari pohon berdaun merah.

“Disuruh nyari daun juga?” tanya cewek peserta OSPEK.

Kekira mengangguk. “Kamu juga?”

“Iya. Aku disuruh cari daun warna kuning.”

Ada-ada aja deh.. ternyata begini yang namanya OSPEK, harus ngerjain yang nggak penting sekalipun.

Walau tujuan hukuman OSPEK katanya untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan disiplin calon mahasiswa, tetap aja jadi ajang balas dendam senior pada junior.

“Oh ya namaku Cinay.”

“Kekira.”

“Tapi di name tag kamu kok Adinda?”

“Namaku Adinda Kekira. Di name tag kan cuma boleh nama depan aja.”

Cinay mengangguk-angguk paham.

Jadilah mereka bersama-sama mencari daun.

“Lo bisa ngerti nggak perintahnya apa?!”

Mereka kaget, ada senior yang membentak. Melihat bukan mereka yang dimarahi, mereka lega.

“Galak banget,” bisik Kekira pelan.

Ternyata ada peserta OSPEK yang kena marah.

“Ganteng sih, Ki. Tapi galak banget. Sama cewek apa sama cowok sama aja galaknya,” komentar Cinay.

Kekira mengerjapkan mata dan agak menunduk. Kepalanya mulai pusing. Penyakitnya membuat tubuhnya mudah lemas.

“Eh kamu kenapa?” Cinay kaget.

“Aku pusing, Nay.”

“Kamu ke ruang kesehatan aja gih.”

“Tapi hukumanku belum selesai.”

“Nanti aku bilang sama senior.”

“Emang mereka mau percaya sama kamu? Pada galak begitu.”

“Heh! Ini ngapain malah pada ngobrol?!”

Mereka kaget.

Senior yang barusan dibicarakan sudah menjulang di depannya. Wajah gantengnya disetel garang banget.

“Eh ini, Kak. Dia sakit.” Cinay menunjuk Kekira.

Senior itu menatapnya serem. “Sakit atau pura-pura sakit?”

Kekira tidak menjawab, hanya menunduk.

“Alasan aja! Cepet kerjain lagi!” hardiknya.

Kepala Kekira makin pusing, dan tubuhnya lemas.

Lalu tubuhnya limbung.

“Eh! Kamu beneran sakit?!” Senior itu kaget dan memegang lengan Kekira.

Melihat wajah pucat Kekira, bikin Cinay khawatir.

“Kak, dari tadi dia udah ngeluh pusing.”

Tiba-tiba Kekira ambruk, untung seniornya sigap menangkapnya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!