MATA kuliah terakhir baru saja selesai membuat semua lega.
“Kita jadi kan ikutan kemping?”
Kekira angkat bahu. “Belum tau, Nay.”
“Yaahhh kok nggak tau sih?”
Kelas sudah sepi, mata kuliah ketiga dan terakhir hari ini bikin otak mampet.
“Aku belum ijin sama Bunda.”
“Lho katanya Kak Bira mau ijin sama Bunda kamu.”
“Bukan gitu.” Kekira cari-cari alasan. “Bunda khawatir, karena kasus penculikan wanita muda itu. Makanya, aku nggak yakin Bunda ijinin.”
“Ya tapi kamu kan belum coba, Ki? Mas Reno sama Kak Bira kan ikut juga. Mereka pasti jagain kita lah.”
Sebenarnya Kekira belum izin pada Riga. Kalau pergi tanpa izin Riga, bisa-bisa kena pukul lagi.
“Ayo dong, Ki…” bujuk Cinay. “Kapan lagi kita ikutan acara ini? Cuma setahun sekali lho. Belum tentu tahun depan lebih seru dari ini.”
“Ngg…” Kekira masih ragu. “Aku coba ya.”
HP Cinay berbunyi. “Eh Mas Reno nih… duh Mas Reno ngajakin pulang sekarang.”
“Oh ya udah, barengan yuk ke depan. Aku juga mau pulang.”
Bersamaan mereka keluar kelas.
Melihat Trixie bersama teman-temannya, membuat Kekira ketar-ketir.
Tapi Trixie cuma menatapnya sinis.
“Tumben Kak Trixie adem-adem aja sama kamu?”
“Mana aku tau. Yuk pergi aja.”
Mereka berjalan cepat melewati Trixie.
Dan adem ayem aja cewek senior itu emang tidak berniat berulah.
Kekira dan Cinay menghela nafas lega.
“Syukur deh, males urusan sama mereka,” kata Cinay.
“Kekira!”
Kekira menoleh. “Akbi?”
Akbi menatap Cinay sekilas. “Reno udah nungguin lo, Nay.”
“Oh iya, Kak. Ki, aku duluan ya.” Cinay bergegas pergi.
“Kurang tidur ya semalem?” tanya Kekira melihat lingkaran hitam di mata Akbi.
Akbi tersenyum kecil. “Semalam aku sama geng Tyrex nyebar nyari petunjuk tentang kasus penculikan.”
“Maksudnya penculikan wanita muda?”
“Iya. Beberapa saudara perempuan anggota geng Tyrex jadi korban.”
Kekira kaget. “Makan korban lagi?”
Akbi mengangguk.
“Aku makin bingung deh, Bi. Motif mereka apa?”
“Apapun motifnya, yang pasti pelakunya sakit jiwa.”
“Trus gimana hasilnya? Kamu nemu sesuatu?”
Akbi menggeleng. “Pelakunya professional sampe nggak ninggalin jejak.”
“Serius? Tapi kamu udah pastiin?”
“Awalnya aku lacak plat nomor ojek online yang bawa si Via, adiknya Dedy, sepulang dari les. Tukang ojeknya bilang Via turun di minimarket. Habis itu kami cek CCTV di minimarket ternyata Via emang ada, tapi begitu terima telepon, dia keluar dan nggak ketauan ke mana. Orang sekitar sana, dari tukang parkir, sampe tukang gorengan yang ada, mereka nggak ada yang liat Via.”
“Astagfirullah… trus udah lapor polisi?”
“Justru itu, polisi kebanjiran laporan penculikan. Jadi pihak kepolisian kewalahan. Makanya aku sama temen-temen menawarkan bantuan. Lebih karena korban-korbannya kebanyakan saudara kami juga.”
Akbi melihat Kekira cemas.
“Pokoknya aku minta kamu jaga diri. Jangan pergi sendirian. Nggak aman buat kamu.”
Kekira mengangguk. “Mudah-mudahan pelakunya cepet ketangkep. Dan korban-korbannya selamet.”
“Aamiin.”
Tiba-tiba Kekira menarik lengan Akbi bikin kaget.
“Kenapa, Ki?”
Air muka Kekira berubah cemas.
“Ada Mas Riga. Jangan sampe dia liat kita berdua. Bisa-bisa…”
Akbi mengikuti pandangan Kekira.
Ada Riga yang berdiri menyandar pada mobil, sambil berkutat dengan HP-nya.
“Aku duluan, Bi..”
“Ki..” Akbi menahan tangannya, kasihan.
Kekira tersenyum. “Aku nggak pa-pa.”
Ia berbalik cepat menghampiri Riga.
Akbi memandangi dengan hati gamang.
***
“Mas.”
Riga menoleh sekilas dan sibuk dengan HP-nya.
“Udah kelar kuliahnya?”
“Udah, Mas,” jawab Kekira pelan.
“Kamu nggak lupa kan besok ada undangan dari Papa?”
“Inget kok, Mas.”
“Trus kamu udah beli baju yang bagus? Aku nggak mau kamu tampil kampungan.”
Kekira menelan ludah. “Ngg.. belum, Mas.”
Kepala Riga berputar cepat.
“Apa?! Belum?!”
Kekira tersentak dan menunduk.
“Aku kan udah kirim uangnya dari jauh-jauh hari, Adinda!! Dan besok acaranya! Kamu belum beli juga?!”
“Ma-maaf, Mas.” Kekira tergagap. “Aku banyak tugas kuliah, jadi…”
“Ahh banyak alasan!” Riga menarik tangan Kekira, kasar.
“Ayo masuk! Kita ke butik sekarang!”
***
Akbi geram melihat perlakuan kasar Riga.
“Gila! Mana gue tahan liat Kekira diperlakukan begitu?!”
Tapi dia tidak berdaya, Kekira sudah memintanya tidak ikut campur. Tapi apa yang bisa ia lakukan?
Tiba-tiba bahunya ditepuk dari belakang.
Ia menoleh malas.
“Mau ngapain lo?”
“Kamu liatin siapa sih, Bi?” ternyata Trixie.
“Bukan urusan lo!” Akbi berbalik pergi.
Trixie menghentakkan kaki kesal.
“Susah banget sih ambil hati kamu. Apalagi sejak ada cewek sok alim itu! Apa aku harus dandan kayak dia juga?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments