PENCARIAN dimulai dari titik ditemukannya bros jilbab milik Kekira yang ditemukan Akbi ketika pencarian tadi siang.
Lokasinya tidak jauh dari posisi Kekira terakhir terlihat oleh Dody.
Duta dan Beni turut serta dalam pencarian.
Melewati hutan yang lumayan lebat, Beni menggoreskan batu pada pohon, memberi tanda perjalanan mereka.
“Lo yakin di sini jalannya?” Duta menebas ranting tanaman dengan pisau, agar bisa lewat.
“Gue yakin Kekira dibawa ke jalur ini. Kalo diliat dari bros yang gue temuin.” Akbi tidak henti berjalan menelusuri batu-batu agak licin.
“Kayaknya gue perlu tinggalin lightstick di sini. Jalannya terlalu gelap untuk kita lewatin.”
“Ya udah kalo menurut lo itu perlu, lakuin aja. Untuk keselamatan kita juga kan.”
Beni mengikatkan lightstick atau lampu berbentuk panjang sebagai penunjuk jalan pada batang pohon.
Cukup jauh mereka berjalan.
Melewati hutan agak jauh dari lokasi perkemahan, langkah mereka terhenti.
“Lo denger ada suara?” Reno mengerutkan dahi.
Akbi menajamkan pendengaran. Seperti suara orang mengaduh pelan.
“Eh iya, ada orang kayaknya.”
Senter menyorot ke setiap sudut sekitar mereka.
Beni mengamati tanah. “Kayaknya ada bekas orang lewat. Mungkin ada yang jatuh.”
“Ben, kayaknya suaranya dari sana!” Duta menyorot ke arah tebing agak terjal.
Begitu mereka mendekat dan menyorot ke tempat yang lebih rendah, ada sosok terbaring.
Mereka langsung kaget.
Trixie!
***
Dengan ditemukannya Trixie, tim SAR makin yakin Fifi dan Kekira pun masih ada di hutan sekitar.
Hanya saja mereka marah pada Akbi cs karena bertindak semena-mena.
“Harusnya kalian ijin dulu kalau mau mendaki! Terlalu berbahaya apalagi udah malam begini!”
Hanya Duta dan Beni yang turun. Dengan menggendong Trixie.
Sedangkan Akbi dan Reno melanjutkan pencarian.
Kondisi Trixie mengenaskan. Tubuhnya banyak luka, seperti habis dianiaya. Ia juga kedinginan dan kelaparan, bibirnya membiru. Kondisinya tidak memungkinkan untuk ditanya.
Demi keselamatan, Trixie dibawa pulang oleh orangtuanya.
Duta dan Beni jadi khawatir Akbi dan Reno dapat melanjutkan pencarian karena hujan mulai turun. Sedangkan jalur yang mereka lalui terlalu ekstrim dilewati dengan cuaca begini.
***
Hujan rintik-rintik mengiringi perjalanan Akbi dan Reno menyusuri hutan.
“Bi, terlalu bahaya kalo kita lanjutin. Lebih baik kita turun aja.” Reno menyarankan.
Akbi menggeleng sambil terus mengedarkan pandangan dan memanggil-manggil nama Kekira.
“Gue nggak bakal turun sampe nemuin Kekira!”
“Iya gue ngerti. Tapi apa nggak sebaiknya kita nunggu besok? Lagipula cuacanya juga lagi kurang baik. Gue juga nggak terlalu paham jalur di sini.”
“Ini udah seharian, gue nggak mau terlambat nemuin dia. Lo liat kondisi Trixie barusan? Kedinginan, kelaparan. Bukan nggak mungkin Kekira ngalamin hal yang lebih buruk dari itu.”
“Gue percaya mereka pasti selamat, Bi.”
“Makanya itu gue nggak bakal turun tanpa Kekira.”
“Tapi cuacanya memburuk.”
Akbi tidak mengindahkan kata-kata Reno, karena sesuatu menarik perhatiannya. Ia berjongkok dan mengambil benda warna pink itu.
“Ren, ada gelang.”
Reno mengamati. “Tapi apa hubungannya? Bisa aja gelang ini udah lama.”
“Eh lo liat nih! Ada namanya!”
Di balik gelang itu jelas tertulis ‘Fifi’.
“Ini pasti gelangnya Fifi yang kita cari!”
“Bisa jadi. Oke, lo tandain penemuan kita di titik ini. Berarti Fifi dibawa lewat sini.”
“Gue kuatir kalo Fifi nggak selamet. Dia pasti…”
“Ssssttt…! Lo ngomong apa sih? Semua pasti selamat. Gue yakin.”
Mereka mulai menelusuri tebing terjal.
Melewati sawah, Akbi tercekat menemukan benda tergeletak.
“Ini kan, obatnya Kekira!” pada botol obat tertulis nama Kekira.
“Berarti Kekira dibawa lewat sini.” Reno mengarahkan senter sambil mengamati.
“Gue rasa kalo diliat dari tracking yang ada, mereka lewat jalur utara. Setidaknya jalannya masih bisa dilalui manusia.”
Akbi mengikuti langkah Reno. Ia panik karena tahu Kekira sulit bertahan tanpa obatnya. Apalagi dengan cuaca begini.
“Kekira, bertahan! Aku yakin kamu kuat!”
Akbi menggenggam obat Kekira dan memasukkannya ke saku jaket.
***
Cukup jauh berjalan, sampai mereka di sebuah pondok yang terbuat dari kayu dan bambu. Yang memang dibangun untuk peristirahatan para pendaki.
“Kita istirahat dulu, Bi. Kalo enggak, bisa-bisa kita yang ambruk.”
Akbi menurut. Karena sejujurnya tubuhnya memang sudah lelah.
“Kita ada di ketinggian berapa?”
Reno melihat alat ukur ketinggian.
“Ketinggian 1.007 meter. Udah jauh juga ya kita nyari. Tapi setidaknya kita dapet petunjuk gelangnya Fifi dan obatnya Kekira.”
“Mudah-mudahan kita nggak terlambat temuin mereka.”
Akbi berbaring hendak tidur sejenak.
Membayangkan Kekira kesakitan karena tidak minum obat membuatnya merinding.
Ia harus menemukan Kekira, apapun resikonya!
Hujan sudah berhenti.
Sudah mendekati tengah malam.
“Bi, mau lanjut ke arah mana lagi?”
Akbi menggeleng. “Gue juga bingung, Ren. Kita nggak ada petunjuk.”
“Lo yakin sanggup ngelanjutin?”
“Kalo gue yakin seyakin-yakinnya. Tapi kalo lo nggak yakin, lo boleh berhenti.”
“Jangan emosi gitu lah, Bi. Gue nggak akan setengah-setengah bantu temen. Gue cuma khawatir sama kondisi lo. Dari siang kan lo nggak berhenti lakuin pencarian.”
“Sampe gue nemuin Kekira, gue nggak bakal berhenti.”
Reno jadi curiga. “Lo suka ya sama Kekira?”
Akbi kaget. “Apaan sih lo? Lagi kayak begini nanya gitu. Nggak tau timing aja.”
“Ya kali aja.” Reno tersenyum usil.
“Diem lo ah!” semprot Akbi sambil membuka peta. “Mana kompas lo.”
Sambil berkutat dengan kompas dan peta, mereka berdiskusi lagi.
“Gue rasa kita ambil arah barat.”
“Bukannya jalur utara yang lebih deket?”
“Jalur utara itu isinya jurang sama tebing tinggi. Gue rasa mereka ke dataran yang lebih rendah di jalur barat ini.”
“Tapi jalur itu rawan longsor, lo yakin mereka lewat situ?”
“Gue nggak yakin sih. Tapi kalo liat dari medan jalannya, gue rasa jalur barat yang mereka ambil.”
“Gue rasa mereka ambil jalur yang lebih aman. Menurut informasi, di sana ada jembatan yang udah lapuk.”
“Jembatannya aja udah ambruk. Gue denger dari tim SAR tadi siang.”
“Jelas mereka nggak mungkin lewat sana.”
“Di jalur barat lewat sungai sama sawah.”
“Lo yakin kita mau lewat sana?”
“Yakin lah!”
“Trus kalo kita nggak nemu gimana?”
“Lo jangan bikin gue emosi dong!”
Lagi berdebat begitu, tiba-tiba muncul dua sosok yang bikin mereka kaget setengah mati.
“KEKIRA!!!”
Akbi sampai menjatuhkan kompasnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments